TRIBUNNEWS.COM - Kegiatan Pramuka menjadi agenda rutin setiap hari Jumat di SMPN 1 Turi Sleman, yang dilakukan setiap pukul 13.30 WIB hingga 15.30 WIB.
Namun, kegiatan susur sungai hanya dilakukan sekali dalam satu semester pembelajaran.
Kasat Reskrim Polres Sleman, AKP Rudy Prabowo mengungkapkan, susur sungai di SMPN 1 Turi terakhir dilakukan pada 2019.
Ia menyebut, tiga pembina pramuka berinisial IYA, R, dan DS yang ditetapkan menjadi tersangka, ternyata mempunyai sertifikat keahlian kepramukaan.
Baca: Kisah Mbah Sudiro, Kakek 71 Tahun Pertaruhkan Nyawa Selamatkan Siswa SMPN 1 Turi, Ikut Terseret Arus
Baca: Tersangka Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi Minta Maaf, Tertunduk Sambil Bawa Tasbih
Namun, ketiganya tak mendampingi 249 siswa SMPN 1 Turi saat melakukan kegiatan susur Sungai Sempor pada Jumat (21/2/2020) lalu.
"Inisiator IYA, dan tiga orang ini yang punya sertifikat keahlian jadi harus tahu manajemen resiko dari perencanaan hingga pelaksanaan."
"Tiga orang ini yang paling bertanggung jawab tapi tak ada upaya yang kita lihat. Itulah kenapa kita berani menetapkan tersangka," ujar Rudy, dikutip dari TribunJogja.com, Selasa (25/2/2020).
Menurutnya, ketiganya sebagai pencetus ide, terutama IYA, tak memperhatikan segi keamanan ataupun alat keselamatan lainnya.
"Dari perencanaan dan diskusi-diskusi, tidak ada yang membahas soal safety."
"Saat pelaksanaan juga tidak ada alat keselamatan diri misal pelampung atau tali."
"Itu yg tidak diperhitungkan sama sekali sejak perencanaan," jelas Rudy.
"Bahkan rencana susur sungai baru muncul sehari sebelumnya, di hari Kamis, lewat grup WA. Jadi memang minim persiapan," tegas dia.
Baca: Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Mengaku Lalai dan Menyesal, Siap Terima Risikonya
Baca: Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Akui Lalai hingga 10 Siswa Tewas, Menyesal dan Terima Risikonya
Ia menyebut, IYA datang saat tragedi maut itu telah terjadi.
Padahal, IYA mengaku sudah memahami wilayah susur sungai.
"Tapi dia tidak ada inisiatif untuk mengecek bagaimana kondisi sungai beberapa hari sebelumnya."
"Saat itu sering hujan dan air di sungai juga sering banjir," jelasnya.
Pengakuan IYA
IYA mengaku, kegiatan susur sungai tersebut merupakan latihan dasar untuk pengenalan karakter.
Ia menyebut, kegiatan itu bisa mengenalkan anak-anak pada sungai.
"Supaya mereka bisa memahami sungai, anak sekarang kan jarang yang main di sungai atau menyusuri sungai, jadi kita kenalkan, ini loh sungai," ujar IYA, dikutip dari TribunJogja.com, Selasa (25/2/2020).
Tersangka membantah jika siswa SMPN 1 Turi saat itu berjalan di tengah sungai.
"Tidak, mereka berjalan di pinggir," ungkapnya.
Baca: Tangis Sesal Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman Mohon Maaf Keluarga Korban Susur Sungai: Kami Lalai
Baca: Cerita Korban Selamat Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi: Siswa Tolak Perintah Kakak Pembina
Ditanya soal penggunaan alat pengamanan, IYA berujar bahwa air di Sungai Sempor saat itu hanya selutut.
Selain itu, cuaca sebelum para siswa menyusuri sungai juga belum hujan.
"Pukul 13.30 saya berangkat kan cuaca masih belum hujan, saya ikuti saya cek di atas, di jembatan itu air juga tidak deras."
"Kemudian saya kembali ke tempat pemberangkatan," jelasnya.
Keluarga Korban Kawal Proses Hukum
Kakak almarhumah Lathifah Zulfa, Khabib Umam, mengaku akan mengawal proses hukum yang berjalan.
Ia menyebut ketiga tersangka harus bertanggung jawab atas tragedi maut tersebut.
Khabib menilai pembina Pramuka yang mempunyai ide susur sungai itu tak memiliki kemampuan.
Sebab, pihak sekolah tak koordinasi dengan orang tua wali murid sebelum kegiatan susur sungai dilakukan.
"Mereka tidak punya kemampuan dasar untuk melakukan susur sungai. Tidak ada koordinasi dengan keluarga, tidak ada koordinasi dengan desa wisata juga," ujar Khabib, Selasa (25/2/2020), dikutip dariĀ TribunJogja.com.
Baca: UPDATE Kasus Susur Sungai SMPN 1 Turi Sleman: Identitas Tiga Tersangka hingga Alasan Tak di Lokasi
Baca: Wabup Sleman & Kemensos Beri Apresiasi Pada Kodir dan Mbah Sudiro yang Selamatkan Siswa SMPN 1 Turi
Menurut dia, pihak keluarga akan melihat perkembangan kasus dari ketiga tersangka.
Bahkan, keluarga juga akan mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tragedi itu.
"Kami juga lagi cari bukti. Sementara kita gali prosesnya dulu," kata Khabib.
Ia mengungkapkan, menjaga banyak orang memang bukan pekerjaan yang mudah.
Khabib tahu betul karena dirinya pernah bekerja di bidang pariwisata.
"Saya tahu susahnya handle banyak orang. Ini ratusan anak hanya didampingi empat pembina. Idealnya satu pemandu (wisata) itu maksimal pegang sepuluh orang," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJogja.com/Santo Ari/Marutia HS)