TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo menanggapi peristiwa penolakan warga terhadap pemakaman jenazah perawat pasien corona di Semarang pada Kamis (9/4/2020) lalu.
Imam mengatakan, penolakan tersebut menjadi bukti adanya stigma (pandangan negatif) dari masyarakat terhadap virus corona ini.
Masyarakat kini mulai menunjukkan sikap kehati-hatian yang mengarah pada ketakutan yang berlebihan.
"Ini jelas mengarah pada publik stigma, jadi ada semacam pergulatan, pertama memang ada berita-berita yang sekarang ini muncul memang menumbuhkan sikap kehati-hatian."
"Jadi kehati-hatian ini sekarang sudah masuk kekhawatiran yang berlebih," ujarnya, dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Kamis (16/4/2020).
Sosiolog ini takut jika kekhawatiran yang berlebihan itu menghilangkan rasa simpati dari masyarakat.
"Saya khawatir di saat orang itu khawatir berlebihan dan kemudian takut berlebihan itu menjadi liar, tetapi tidak diimbangi dengan empati."
"Kemampuan untuk bersimpati membayangkan bagaimana kalau seandainya dirinya itu berada di dalam posisi korban, ini menumbuhkan empati itu terlupakan," jelasnya.
"Ditambah lagi informasi yang tidak lengkap atau disinformasi," lanjut Imam Prasodjo.
Baca: Jenazah Perawat Korban Corona di Semarang Ditolak Warga, Suami Ungkap 3 Anaknya Trauma
Baca: Ganjar Bahas Penolakan Jenazah Perawat Pasien Corona, Tak Mau Kejadian Terulang: Sakitnya Luar Biasa
Baca: Berharap Tak Terulang, Suami Perawat Pasien Corona yang Jenazahnya Ditolak: Rasanya Pahit, Getir
Ia kembali menegaskan, rasa khawatir karena virus corona ini sudah mengalahkan simpati dan empati.
"Apa yang terjadi ini menggambarkan menangnya ketakutan berlebihan, menangnya kekhawatiran berlebihan, dibanding simpati, empati dan informasi yang lengkap tentang bagaimana virus ini harusnya disikapi," terangnya.
Menurutnya, pihak keluarga yang sudah kehilangan korban, juga mendapat perlakuan negatif dari masyarakat.
"Keluarga korban ini lalu distigma, didiskriminasi lebih kejam lagi," imbuhnya.
Penolakan Warga
Sebelumnya, Ketua RT bernama Purbo yang kini menjadi tersangka karena berperan dalam penolakan pemakaman jenazah perawat di Semarang, mengaku peristiwa tersebut berasal dari aspirasi warga.
"Mereka meminta untuk tak dimakamkan di sini," ujarnya, dikutip dari TribunJateng.com, Jumat (10/4/2020).
"Karena saya ketua RT, maka saya punya tanggung jawab moral untuk warga di RT saya," jelasnya.
Setelah mendapat desakan dari warga untuk menolak proses pemakaman, Purbo menemui petugas pemakaman.
Ia mengaku, saat itu warga panik, karena banyak kendaraan di TPU Sewakul.
"Mereka kepanikan, karena banyak mobil. Saya sudah tidak masalah, tetapi warga punya pendapat mereka sendiri," ungkap dia.
Purbo lalu meminta maaf atas peristiwa penolakan jenazah Covid-19 di wilayahnya.
Baca: Ketua RT Menolak Jenazah Covid Dimakamkan, Warga Suwakul Waswas Tak Diterima Berobat ke RS Kariadi
Baca: Jenazah Perawat Virus Corona Ditolak di Semarang, Ketua RT Ucap Permintaan Maaf dan Ngaku Menyesal
Baca: Pengakuan Ketua RT yang Tolak Jenazah Perawat Positif Corona: Hanya Teruskan Aspirasi Warga
Ia juga merasa bersalah terhadap perawat di seluruh Indonesia.
"Saya atas nama pribadi dan juga mewakili masyarakat saya, mohon maaf atas kejadian kemarin."
"Saya juga meminta maaf kepada perawat seluruh Indonesia," imbuh Purbo.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJateng.com/Akbar Hari Mukti)