Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNNEWS.COM, INDRAMAYU - Tradisi menyapu koin di Jembatan Sewo Kabupaten Indramayu rupanya tidak terlepas mitos dari nenek moyang di masa lalu.
Tradisi ini sudah lama berlangsung bahkan saat Jembatan Sewo yang berbatasan langsung antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang di Jalur Pantura belum sekokoh dan sebagus sekarang.
Seorang penyapu koin, Carta (40) mengatakan, asal usul kebiasaan masyarakat mengemis dengan cara menyapu koin di Jembatan Sewo adalah dari kisah mitos sungai yang berada di bawah Jembatan Sewo.
"Mitosnya dahulu ada kakak beradik namanya Saedah dan Saeni, mereka orang miskin sekali, orang susah," ujar dia kepada Tribuncirebon.com saat ditemui di Jembatan Sewo Kabupaten Indramayu, Kamis (7/5/2020).
Baca: Tottenham Hotspur Buru Pemain Gratisan, Thomas Meunier dalam Bidikan
Baca: Saat Wiranto hingga Moeldoko Berduet Nyanyikan Lagu Ora Mudik Ora Popo
Baca: Malam Lailatul Qadar Dirahasiakan Turunnya, Ulama Punya Rumusan dan Prediksi Ramadan Tahun Ini
Carta mengisahkan, dahulunya mereka bertahan hidup dengan menjadi pengemis di Jembatan Sewo.
Adapula yang menuturkan bahwa Saeni dahulunya adalah seorang penari ronggeng Pantura namun berubah menjadi buaya.
Kisah tapi sudah berlangsung sangat lama, namun masyarakat mempercayai arwah dari kakak beradik itu tetap melegenda di bawah Jembatan Sewo.
Hal ini yang membuat Jembatan Sewo dikenal pula sebagai jembatan mistis, hingga sekarang disebutkan Carta masih ada saja masyarakat yang datang ke Jembatan Sewo untuk mengalap berkah.
Adapun alasan para pengendara melempar koin tiada lain agar usaha yang tengah mereka digeluti bisa lancar dan selalu untung.
Terlepas dari itu, banyak juga dari para pengendara melempar koin untuk meminta keselamatan selama perjalanan melintasi Jalur Pantura dari gangguan makhluk halus.
"Misal dari Jakarta mau ke Surabaya, mereka pasti lempar koin, mohon diselamatkan dalam perjalanannya, agar tidak ngantuk, dan lain-lain," ujar dia.
Kesan mistis Jembatan Sewo bertambah kental setelah peristiwa kecelakaan maut yang menimpa sebuah bus transmigran asal Boyolali terjadi di Jembatan Sewo pada 11 Maret 1974.
Bus itu membawa para transmigran dari Boyolali menuju Sumatra namun busnya tercebur ke sungai.