TRIBUNNEWS.COM - Awal tahun 1990-an, Pulau Serangan yang merupakan daratan terpisah dari Pulau Bali mulai terjadi proses perubahan karena adanya pembebasan lahan perkebunan.
Fungsinya tak lain untuk dijadikan obyek wisata. Seiring berjalannya waktu, pada 1995, perusahaan besar mulai masuk, masyarakat dari luar wilayah Pulau Serangan berdatangan dalam jumlah yang banyak.
Lalu kemudian terjadilah proses reklamasi kala itu di Pulau Serangan. Reklamasi menyebabkan krisis perubahan untuk Pulau Serangan, baik dari sisi manusianya maupun lingkungannya karena banyak terumbu karang yang terkena imbasnya.
Baca: Saat The Best Venue Gang Dolly Disulap Menjadi Sentra Industri
Masyarakat Pulau Serangan mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Mereka tetap berlayar meskipun ikan disekitar Pulau Serangan telah pergi karena lingkungan laut mereka yang rusak.
Belum lagi kesadaraan para nelayan yang masih minim, mereka hanya bisa menangkap, menikmati, memanfaatkan tanpa terpikirkan memelihara, merawat, dan menjaga lingkungan laut Pulau Serangan.
Aih-alih untuk membangun obyek wisata, dampak yang terjadi di Pulau Serangan adalah kerusakan ekosistem laut.
Berangkat dari hal ini, I Wayan Patut tergerak hatinya untuk merintis dan menyelamatkan terumbu karang beserta ekosistem laut yang rusak kala itu.
Baca: Yang Awalnya Musuh Kini Teman Dekat, Cerita Jarwo Si Pengusaha Tempe dari Gang Dolly
Tantangan berat yang dihadapi Bli Wayan Patut adalah bagaimana mengubah pola pikir masyarakat, khususnya warga Pulau Serangan yang mata pencahariannya sebagai nelayan agar sadar menjaga lingkungan, melestarikan ekosistem lau, menjaga terumbu karang agar ikan pada kembali.
Program awal yang dilakukan Bli I Wayat Patut adalah taman bawah laut dengan sistem transplantasi.
Di mana sebuah wadah dengan beton dibuat untuk menyangga kehidupan coral dan terumbu karang di dasar laut.
Nantinya, coral dan terumbu karang yang hidup dan berkembang akan mengundang ikan untuk kembali datang.
Butuh waktu panjang bagi pria nan gigih ini untuk mengembalikan kelestarian lingkungan Pulau Serangan.
Dari 2003 hingga 2016, lebih dari 20 ribu konstruksi beton untuk rumah terumbu karang diletakkan di dasar laut wilayah Pulau Serangan.
Perjuangan Bli Wayan Patut sudah menghasilkan kehidupan baru untuk ekosistem di sekitar wilayah tersebut.
Masih ada satu hal lagi yang masih dimimpikan oleh pria yang hanya lulusan SMEA ini, yakni satu hari penuh, setiap orang memikirkan terumbu karang.
Diibaratkannya seperti sampah, "coba satu hari saja orang berikir tentang sampah, dan tidak membuang sampah, pasti jutaan kubik sampah akan berkurang," kata Bli I Wayan Patut.
Tidak hanya menyelamatkan terumbu karang, Bli I Wayat Patut juga mengembangkan pengolahan limbah sampah plastik menjadi barang yang memiliki nilai guna.
Pelestarian penyu, tempat yang dulunya sebagai tempat terkutuk untuk penyu kini menjadi tempat yang bersahabat karena sentuhan I Wayan.
Tertarik untuk menyaksikan perjuangan I Wayan Patut dalam menjaga kelestarian lingkungan Pulau Serangan? Bisa disaksikan di Mola TV dalam serial Blusukan Butet Kertaredjasa.
Caranya dengan berlangganan paket Corona Care Mola TV dalam wujud donasi, mulai dari Rp 0 hingga Rp 5 juta.
Bekerjasama dengan PMI dan BNPB, Mola TV akan melipatgandakan hasil donasi untuk membantu pemerintah memerangi Covid-19 di Indonesia.
(Tribunnews.com/Sina)