Oleh karena itu, Drajat mengatakan beberapa orang rela berjubel membeli baju lebaran karena merasa perayaan lebaran sudah mendarah daging.
Drajat menjelaskan, dalam ilmu sosiologi, tindakan ini disebut tindakan rasional instrumental.
Yaitu tindakan sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung di masyarakat.
"Hal itu seperti tragedi yang sudah biasa, ada rasionalis instrumental yang terkait dengan tujuan dan cara."
"Padahal ketika ada Covid-19, kita tidak bisa melakukan dengan sesuka kita."
"Ini ada larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan," terangnya.
Di tengah pandemi corona ini, lanjut Drajat, perayaan lebaran tidal bisa dilakukan seperti biasa.
Pasalnya, berkumpul dan bersalam-salaman merupakan aktifitas yang bisa menyebarkan mata rantai Covid-19.
Baca: Warga Lokal Inggris Soroti Pesan Tetap di Rumah Selama Lebaran
"Ada titik temu, yang satu tindakan yang dikontrol budaya dan menimbulkan resiko budaya misalnya dianggap kualat atau sombong dengan resiko terkena Covid-19 yang dikontrol oleh pemerintah dan aturan kesehatan," ujar Drajat.
Kendati demikian, Drajat menuturkan, makna lebaran di tengah pandemi tidak jauh berbeda dengan makna lebaran seperti biasanya.
Meski ada perubahan nilai, namun masyarakat tetap bisa bersilaturahmi virtual melalui sosial media atau aplikasi video call lainnya.
"Tentu ada perubahan nilai, tetapi maknanya tidak jauh, misalnya orang masih bisa bersilaturahmi melalui WhatsApp atau Zoom," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)