News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Termakan Hoaks Rapid Test Massal, Warga di Gowa Berlarian ke Kebun untuk Hindari Petugas

Penulis: Nuryanti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga masuk ke kebun karena takut petugas rapid test, tapi ternyata hoaks

TRIBUNNEWS.COM - Video warga Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang berlarian ke kebun karena takut kabar rapid test massal, menjadi viral di media sosial.

Namun, ternyata kabar soal kegiatan rapid test massal itu tidak benar alias berita bohong (hoaks).

Dalam video tersebut, memperlihatkan para warga yang merasa ketakukan.

Mereka meninggalkan rumah untuk mengungsi masuk ke dalam kebun, karena menghindari petugas rapid test.

Di antara warga yang berlarian, ada warga yang membawa pakaian dan makanan.

Menanggapi video viral yang beredar, Camat Somba Opu, Agussalim, memberikan klarifikasi.

Baca: BIN Terjunkan 2 Unit Mobil Laboratorium PCR Gelar Rapid Test Massal di Pakuhaji Tangerang

Baca: Rapid Test Jadi Metode Skrining Awal untuk Deteksi Antibodi

Baca: Memulai Produksi Film di Masa New Normal, Produser Siapkan Rapid Test dan SWAB Test

Camat Somba Opu, Agussalim, memberikan klarifikasi

Ia membenarkan bahwa ada warganya yang berlarian ke kebun karena menghindari petugas rapid test.

Namun, dengan tegas dirinya membantah ada kegiatan rapid test massal di wilayah tersebut.

"Kita melihat warga lari ke kebun, karena ketakutan dirapid test, memang ada warga yang lari seperti itu," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (23/6/2020).

"Tapi informasi bahwa ada rapid test tidak benar. Ada yang tak bertanggungjawab memberikan berita yang tidak benar."

"Ada yang memberikan kabar hoaks kepada masyarakat, sehingga masyarakat panik," tegasnya.

Pemerintah pun mengimbau kepada warga, jika kembali menerima informasi serupa untuk secepat dikoordinasikan kepada pihak RT, RW, dan kecamatan.

Baca: 69 Turis Asal Jakarta Reaktif Covid-19 Saat Rapid Test di Kawasan Puncak Selama Akhir Pekan Kemarin

Baca: Warga di Ambon Tolak Rapid Test dan Blokade Jalan: Kampung Ini Bukan Kampung Virus

Baca: Gelar Rapid Test di Cengkareng, Sandiaga Uno: Kami Terus Lakukan 3T Putus Rantai Penyebaran Covid-19

Penjelasan Soal Rapid Test

Rapid Test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.

Tes cepat rapid test hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya.

Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina.

Seseorang yang dirapid test masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.

"Menjalani rapid test, tidak sama dengan dikarantina," ujarnya, Sabtu (20/6/2020), dikutip dari Covid19.go.id.

"Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif," imbuh dokter Reisa.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.

Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi.

Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif.

Baca: Warga di Ambon Tolak Rapid Test, Lakukan Demo hingga Blokade Jalan Kampung

Baca: Biaya Rapid Test Covid-19 di Indonesia Dikeluhkan Mahal, Bagaimana dengan di Luar Negeri?

Baca: Buat yang Menolak Rapid Tes Karena Sejumlah Alasan, Ini Penjelasan Gugas dan Kapuskesad

Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 (Gugus Tugas Nasional), Dokter Reisa Broto Asmoro (istimewa/Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19)

Menurut dokter Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan.

"Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya.

Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.

"Ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas," jelasnya.

Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Ini berarti, rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat," terang dia.

"Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain."

"Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain," imbuh Reisa.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini