TRIBUNNEWS.COM - Seorang ibu berinisial SY nekat memandikan jenazah mertua yang meninggal karena virus corona di Semampir, Surabaya.
Akibatnya, kini SY yang merupakan menantu S juga tertular Covid-19.
Diketahui, S adalah jenazah Covid-19 yang diambil paksa dari RS Paru Surabaya beberapa waktu lalu.
Setelah diambil paksa, jenazah S dimandikan oleh pihak keluarga.
Dan SY yang saat itu hamil tua nekat ikut memandikan jenazah ibu mertuanya itu
SY adalah istri pria berinisial MA, salah satu tersangka pengambil paksa jenazah dari RS Paru Surabaya.
Kepastian SY positif covid-19 itu diungkapkan Kapolsek Semampir, Kompol Ariyanto Agus kepada Surya.co.id.
"Iya benar istri salah satu tersangka yang diketahui berinisial SY terkonfirmasi positif Covid 19," kata Agus, Kamis (25/6/2020).
Baca: Dalam Seminggu, Sudah 5 Anak di Nganjuk Positif Corona, Terbaru Anak 11 Tahun Sempat ke Sidoarjo
Baca: Bayi Positif Corona karena Dicium Orang, Ada yang Meninggal Tertular Covid-19 setelah Digendong
Kompol Ariyanto Agus memastikan saat peristiwa itu SY tengah hamil anak pertamanya dan kini sudah melahirkan.
"Barusan melahirkan. Untuk bayinya apakah positif Covid 19 kami belum sejauh itu," tambahnya.
Lebih lanjut, SY diduga terpapar Covid 19 saat ikut memandikan jenazah S (ibu mertuanya) yang dijemput paksa oleh keempat anaknya.
"Informasinya demikian. Jadi sempat memandikan jenazah ibu mertuanya yang positif,"tandas Agus.
Di bagian lain, suami SY, MA juga reaktif covid-19 dari hasil rapid test.
Bahkan tak hanya MA, tiga saudaranya yang menjadi tersangka kasus pengambil paksa jenazah covid-19 yakni MI (28), MK (23), dan MB (22) juga reaktif.
Baca: Bayi 10 Bulan Positif Corona gara-gara Diajak Melayat, Sempat Dicium-cium Para Pelayat
Baca: Gelar Resepsi Mewah di Tengah Pandemi, Esoknya Pengantin Pria Meninggal dan 30 Tamu Positif Corona
Kabar ini diungkapkan Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya AKBP Ganis Setyaningrum.
Hasil rapid test reaktif covid-19 ini membuat Keempat pemuda itu akhirnya hanya bisa menyesali perbuatannya.
"Kami masih menunggu hasil tes swabnya. Apakah positif atau negatif Covid 19. Sedangkan untuk rapid, para tersangka ini sudah reaktif," kata AKBP Ganis Setyaningrum, Kamis (25/6/2020).
Ke empat tersangka itu akan melakukan swab test di RS Paru Karang Tembok Surabaya.
Pascaswab nanti, mereka akan dikarantina di RS Bhayangkara Polda Jatim sampai hasil test mereka diketahui.
Meski begitu, Ganis menegaskan kasus tersebut akan terus berlanjut sampai para tersangka mendapat kepastian hukum atas tindak pidana yang dilakukannya.
"Jadi kasusnya tetap berjalan. Kita tunggu sampai . Untuk para tersangka dijerat undang-undang tentang wabah penyakit dengan ancaman tujuh tahun penjara karena perbuatannya mengambil paksa jenazah covid-19," tegas Ganis.
Tak hanya itu, Ganis menyebut jika kasus hukum keempat tersangka itu harus ditegakkan agar menjadi contoh bagi masyarakat lain dan tak mengamini kejadian serupa terjadi lagi.
"Jangan ada lagi kasus serupa karena merugikan bagi diri sendiri dan orang lain yang terpapar. Karena ini menyangkut kesehatan dan hidup orang banyak," tandasnya.
Viral Video Curhatnya
Sebelumnya, video permintaan maaf pelaku pengambil paksa jenazah positif Covid-19 dari RS Paru, Karang Tembok, Semampir, Surabaya viral di media sosial.
Ada empat pelaku pengambil paksa jenazah covid-19 di video itu, tapi hanya satu orang yang berbicara.
Dalam video viral berdurasi 1 menit 27 detik itu, seorang pelaku yang mengenakan kaus oblong lengan pendek hitam mengaku sebagai anak dari jenazah covid-19 yang diambil paksa tersebut.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Kami selaku keluarga dari almarhum menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya kepada masyarakat," ujarnya pria itu.
"Terutama masyarakat Wonokusumo, atas perbuatan saya dan keluarga saya, yg telah pulang paksa jenazah ibu saya yg terpapar Covid-19, dari RS Paru Surabaya. Kami sadar bahwa yang kami lakukan salah," tambahnya.
Tak cuma menyampaikan permohonan maaf kepada warga Jatim pada umumnya, dan warga Wonokusumo, Surabaya pada khususnya.
Pria itu juga menyampaikan agar tidak meniru perilaku yang mereka perbuat.
"Selanjutnya kami mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mencontoh meniru yg telah kami lakukan," jelasnya.
"Saat ini kami sangat khawatir terhadap kondisi kesehatan kami beserta keluarga yg telah bersentuhan langsung pasien Covid-19," katanya.
Di detik terakhir, pria itu menyampaikan ungkapan terima kasih kepada pihak kepolisian yang menangani kasus mereka, dalam hal ini Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Ditreskrimum Polda Jatim.
"Yang terakhir kami ucapkan terima kasih kepada pihak kepolisian yang telah memperlakukan kami secara baik, menangani kasus ini. Demikian permohonan maaf dari kami," pungkasnya.
Lihat video:
Dikonfirmasi secara terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan adanya video permintaan maaf tersebut.
Adanya video tersebut dianggap mampu meredam gejolak protes, sekaligus mampu mengedukasi masyarakat.
Namun pihaknya memastikan bahwa proses hukum tidak kendur dan akan terus berjalan.
"Ada videonya. Proses hukumnya lanjut. Iya tetap lanjut," ujarnya saat dikonfirmasi Tribunjatim.com, Senin (15/6/2020).
Sebelumnya, empat orang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang menghebohkan Surabaya Raya ini.
Empat orang ini termasuk 10 orang yang ikut mendorong jenazah yang terpapar Covid-19.
Mereka membawa pulang jenazah beserta tempat tidur rumah sakit ramai-ramai.
Ancaman hukuman lebih dari 5 tahun
Mantan Kapolres Purwakarta itu menerangkan, keempat orang bisa dikenai ancaman kurungan penjara di atas lima tahun, karena melanggar sejumlah aturan perundang-undangan.
"Pasalnya jelas yaitu adanya UU wabah penyakit, UU karantina wilayah, UU KUHP pasal 214 dan pasal 216. Ancaman hukuman di atas 5 tahun," pungkasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunjatim.com, UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular mendefinisikan, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Pasal 1 ayat 10 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Adapun pasal 216 ayat (1) berisi tentang, barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan Uu yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Lalu ada pasal 214 KUHP ayat (1) berisi tentang Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dan ayat (2): yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka dan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat, serta pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
Petugas medis sampai berlindung
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi mendapatkan penjelasan dari Dirut RS Paru bahwasanya pasien yang meninggal pada 4 Juni 2020 dini tersebut telah mendapatkan perawatan yang maksimal dari Tim RS Paru.
Pada saat pasien meninggal, Pihak RS Paru langsung menghubungi keluarga berulang kali namun tidak kunjung tersambung.
RS Paru baru bisa tersambung dengan pihak keluarga pada sekitar jam 8 pagi.
Selanjutnya, keluarga pasien datang ke RS Paru dan dijelaskan oleh dokter jaga terkait kronologi meninggalnya pasien tersebut.
Keluarga kemudian meminta izin untuk berunding dengan keluarga yang lain, sampai pukul 8.30 WIB.
"Jadi mulai jam lima meninggalnya. Kemudian jam sembilan ada dua orang dari keluarga pasien yang meminta masuk untuk memastikan bahwa yang meninggal itu ibunya," ujar Joni, Selasa (9/6/2020).
Petugas pun menyiakan APD untuk keluarga tersebut sebelum masuk melihat jenazah yang sudah dibungkus plastik sebagaimana protokol Covid-19 dijalankan.
"Setelah keluarga melihat, petugas melanjutkan perawatan jenazah kembali sesuai dengan protokol COVID-19. Kemudian yang melihat jenazah itu juga berunding lagi dengan keluarga yang lain," ucap Joni.
Selanjutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, sekitar 10 sampai 11 orang menuju lantai empat ruang isolasi jenazah dan tiba-tiba membawa paksa jenazah beserta tempat tidur.
"Jam 11.05 WIB, petugas lapor ke direktur bahwa keluarga pasien membawa paksa jenazah. Selanjutnya melapor ke security supaya keluarga membawa jenazah dihentikan," ujar Joni.
"Dan ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian, Babinkamtibmas bahwa pasien atau jenazah tersebut adalah pasien COVID-19, yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya, hasil PCRnya positif," ucap Joni.
Petugas pun tak berhasil menghalangi hal tersebut.
Akhirnya Direktur RS Paru memerintahkan perawat dengan menggunakan APD lengkap datang ke rumah almarhum untuk membantu pemulasaran jenazah.
"Bayangkan, sampai perawat datang ke rumah almarhum dengan dua ambulans," lanjut Dirut RSUD dr Soetomo ini.
Namun bukannya disambut baik, sesampainya di rumah duka ratusan orang menolak jenazah dirawat sesuai dengan protokol jenazah COVID-19.
"Selanjutnya, masa anarkis dengan memukul mobil ambulan dan mendorong petugas, tidak ada polisi pada waktu itu. Petugas sampai berlindung ke depot air isi ulang," ucap Joni.
"Dan petugas kembali ke rumah sakit, setelah jenazah dibawa oleh mobil ambulans menuju ke TPU Keputih Surabaya," lanjutnya.
Joni menejelaskan, sebenarnya perilaku anarkis tersebut jika mengacu kepada undang-undang karantina, itu ada sanksinya.
"Siapapun yang berbuat sesuatu yang berlawanan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan penyakit bisa di sanksi. Hukumannya pidana bukan sanksi administrasi" ucap Joni.
"Cuma ini orang yang sudah meninggal dan keluarga dalam keadaan sedih masa akan dilaporkan ke polisi," lanjutnya.
Namun ia menyayangkan, perilaku yang bisa membahayakan orang lain tersebut. Yaitu pemulasaraan jenazah Covid-19 yang tidak tepat.
"Saya kira ini pelajaran karena Covid-19 ini adalah barang baru sehingga terkadang belum diterima oleh masyarakat," ujar Joni. (SURYA.co.id/Firman Rachmanudin)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Nekat Mandikan Jenazah Covid-19 saat Hamil, Ibu Muda di Surabaya Positif Virus Corona, Suami Ditahan