News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penderitaan Warga Pulau Tunda Banten, Kini Hadapi Pencemaran Limbah setelah Ada Pengeboran Minyak

Editor: Ifa Nabila
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Pulau Tunda, Banten, kembali dilanda cobaan, kali ini soal pencemaran limbah akibat pengeboran minyak Pertamina.

TRIBUNNEWS.COM - Warga Pulau Tunda, Banten, kembali dilanda cobaan, kali ini soal pencemaran limbah.

Sebelumnya, warga pulau tersebut sudah kesulitan di berbagai aspek kehidupan.

Misalnya kondisi gelap akibat rusaknya mesin diesel penghasil listrik, minimnya fasilitas kesehatan (Faskes).

Kabar terbaru, pencemaran limbah di Pulau Tunda diakibatkan adanya aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh Pertamina.
Akibatnya, limbah pengeboran tersebut mencemari lingkungan Pulau Tunda.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Wargasara, M. Rasyid Ridho, mengatakan bahwa pertama kali ditemukannya pencemaran lingkungan tersebut oleh salah satu penjaga anjungan pantai timur, Ugi, sedang melakukan aktifitas seperti biasa pada Rabu (12/8) lalu.

Baca: Kades di Tuban Ngamuk Buang Daging Bantuan ke Jalan, Ternyata Busuk Bikin Warga Muntah-muntah

Namun ia terkejut, pantai yang biasanya putih bersih ternyata muncul suatu benda berbentuk kerikil berwarna hitam yang banyak. Begitu pula dengan salah satu penyelam di bagian barat daya pulau yang bernama Adnin. Pada saat itu, ia juga terkejut kondisi pasir pantai yang berubah menghitam.

"Jadi keduanya memang kaget, pantai yang biasanya putih bersih tiba-tiba terdapat benda hitam yang banyak. Kalau di pantai timur, itu limbahnya kecil-kecil. Berbeda dengan barat daya yang limbahnya itu bongkahan cukup besar," ujarnya saat dikonfirmasi oleh Tribunbanten.Com melalui sambungan telepon, Jumat (14/8/2020).

Ia menjelaskan, limbah tersebut seperti bahan yang biasa digunakan untuk membangun aspal. Warna dari limbah tersebut, kata Ridho, berwarna hitam pekat dan sangat mencolok dibandingkan dengan pasir pantai di pulaunya.

"Bentuknya itu seperti gumpalan kerikil, ada juga yang seperti batu laut. Warnanya itu hitam pekat. Jadi kalau dilihat itu limbahnya seperti biasa digunakan untuk membangun jalan aspal. Seperti tarnya begitu," ungkapnya.

Baca: Fakta Mahasiswi S2 Tewas dalam Kondisi Hamil, Dibunuh Pacar Lalu Digantung agar Dikira Bunuh Diri

Selanjutnya, ia menerangkan bahwa rekannya yang melihat limbah tersebut, mencoba untuk membakarnya. Ternyata, limbah tersebut dapat terbakar dan menyala. Karena itulah, ia menduga limbah tersebut berasal dari aktifitas penggalian Pertamina yang berada di utara pulau.

"Nah dari kawan kami, diambil limbah itu dan ternyata bisa dibakar. Karena itu memang diduga sisa dari limbah yang dibuang oleh Pertamina. Kami belum bisa mengidentifikasi siapa yang membuang, namun memang di utara Pulau Tunda itu ada pengeboran Pertamina," jelasnya.

Ia menerangkan, sebenarnya aktifitas pengeboran tersebut sudah dilakukan sejak lama. Bahkan sejak dirinya masih kecil. Permasalahan limbah tersebut menurutnya sering terjadi, namun saat ini menurutnya yang cukup parah.

"Jarak antara pemukiman kami dengan tempat pengeboran limbah itu sekitar 18 hingga 20 mil. Kalau ditempuh itu sekitar 2 jam. Ini biasanya 2 tahun sekali, tiga tahun sekali. Tapi tahun lalu juga sebenarnya terjadi," katanya.

Dampak dari limbah tersebut, banyak dari gurita yang ada di pantai Pulau Tunda ditemukan dalam kondisi mabuk dan mati. Bahkan, pada saat warga mengumpulkan gurita tersebut, bisa terkumpul setiap warga yang membawa ember dan bak, terkumpul penuh.

"Nah yang lebih berbahaya lagi, apabila limbah tersebut menempel di bibit mangrove, di batang mangrove dan di padang lamun, kalau itu terkena sinar matahari akan meleleh. Karena kan itu sama seperti tar pembangunan jalan," ucapnya.

Hingga saat ini, pencemaran limbah tersebut masih belum bisa ditangani. Sebab, masyarakat tidak tahu bagaimana cara membersihkannya. Selain itu, dikhawatirkan limbah tersebut dibutuhkan oleh instansi terkait untuk menyelesaikan permasalahan.

"Belum ada sama sekali. Teman saya yang ada di anjungan timur, merasa bingung untuk membersihkannya. Karena dikhawatirkan ada inspeksi dari dinas terkait untuk limbah ini. Jadi sudah dua hari sejak awal kejadian ditemukan," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Desa Wargasara, Hasyim, saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler oleh Tribunbanten.Com membenarkan bahwa terdapat limbah yang mencemari lingkungan pulau. Menurutnya, pencemaran limbah itu sangat mengganggu masyarakat Pulau Tunda.

"Saya sebenarnya sampai sekarang belum tahu apakah di pulau lain juga terkena limbah seperti ini atau tidak. Yang pasti kami di Pulau Tunda merasakan adanya pencemaran lingkungan akibat limbah ini," ujarnya.

Ia pun berharap kepada instansi terkait agar dapat membantu masyarakat Pulau Tunda dalam menghadapi pencemaran lingkungan tersebut. Ia meminta agar ada penyelesaian masalah atas persoalan pencemaran lingkungan itu.

"Tolong kami dari masyarakat Pulau Tunda, agar dapat dicarikan solusi atas permasalahan ini. Karena ini juga kan mengganggu kami dan merusak ekosistem alam. Banyak dari hewan-hewan laut yang juga mati seperti gurita," tandasnya.

(TribunBanten.com/Martin Ronaldo Pakpahan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini