News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

POPULER: Pejuang Mata-mata Belanda Pura-pura Jadi Anak Tidak Normal | ABG Ditinju Teman hingga Tewas

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT.

TRIBUNNEWS.COM - Seorang pejuang Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) menceritakan perjuangannya membela negara.

Ngatimin yang kala itu masih di bawah umur pura-pura menjadi anak tidak normal agar bisa memata-matai gerakan antek Belanda.

Keberanian Ngatimin itu didasari rasa sedihnya kehilangan sang ayah yang ditembak mati oleh tentara Belanda.

Remaja bernama Syahrul Ramadhan Yasa Pratama atau Yasa (15) ditinju temannya hingga akhirnya koma dan meninggal dunia.

Baca: Ayah Ditembak Antek Belanda, Ngatimin Jadi Mata-mata Berjuang Bela Indonesia sejak Umur 16 Tahun

Baca: Siswa SMP yang Ditinju Teman Sekolahnya Meninggal Setelah Seminggu Koma di RS

Pemakaman Yasa pada Minggu (16/8/2020) dipenuhi oleh isak tangis keluarga, kerabat, dan orang-orang yang mengenal bocah itu.

Sempat viral kisah seorang mahasiswa yang membayar UKT dengan uang receh.

Akun Twitter @hewanberbicara pada Kamis (13/8/2020) membeberkan bahwa dirinya membayar UKT dengan uang receh karena keluarganya tengah krisis akibat pandemi corona.

Berikut berita populer regional selengkapnya:

1. Pejuang Mata-mata Belanda

Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT. (TribunSolo.com/Adi Surya)

Ngatimin menceritakan kematian sang ayah di tangan Belanda.

Ngatimin dan adiknya digandeng sang ayah sambil berlari mencari persembunyian di kampung halamannya, Desa Paulan, Colomadu, Karanganyar.

Ayah Ngatimin diburu tentara dan antek Belanda karena dianggap pejuang saat Agresi Militer II tahun 1948.

Ayah Ngatimin menjadi sasaran Belanda karena sering membantu membangun parit perangkap tank di jalanan kampung.

Setelah kematian ayahnya, Ngatimin yang masih 16 tahun sudah ada jiwa pejuang.

Aksi pertamanya dengan menutup senjata para pejuang hingga komandan kagum padanya.

Sejak saat itu Ngatimin diberi peran oleh komandan sebagai mata-mata.

Ia pura-pura menjadi anak yang tidak normal agar tak ada kecurigaan dari Belanda saat dirinya memantau kondisi.

Berikut berita selengkapnya.

Baca: Istri Tusuk Suami hingga Tewas karena Bela Diri, Selama Ini Hidupi Keluarga tapi Kerap Dipukul Suami

Baca: Kalah Duel dengan Istri, Suami Tewas Terkapar Terkena Pisaunya Sendiri yang Direbut Istri

2. Remaja Ditinju Teman

Isak tangis saat pemakaman Syahrul Ramadhan Yasa Pratama (15) di Tanjung Sengkuang, Minggu (16/8/2020) (TribunBatam.id/Ichwan Nur Fadillah)

Yasa adalah siswa SMPN 29 Batam yang dikenal sebagai sosok berjiwa sosial tinggi.

Hal ini diungkapkan oleh seorang guru bernama Ali yang hadir di pemakaman Yasa.

Sosok Yasa juga dikenal periang dan gemar membantu orang lain.

Tak hanya guru, paman Yasa juga mengakui jiwa sosial keponakannya itu.

Di pemakaman Yasa pada Minggu (16/8/2020) itu, sang ibu terus-menerus memeluk batu nisan putranya.

Diketahui, Yasa sempat bertengkar dengan temannya dan sudah sempat minta maaf.

Bukannya dimaafkan, tinju malah melayang hingga Yasa tak sanggup melawan karena badan temannya lebih besar.

Yasa mengalami cedera serius di kepala hingga koma satu minggu dan akhirnya meninggal.

Berikut berita selengkapnya.

3. Mahasiswa Bayar UKT Pakai Uang Receh

Cuitan seorang mahasiswa yang membayar biaya kuliah menggunakan uang recehan menjadi viral di sosial media. (Twitter.com/@hewanberbicara)

Mahasiswa pemilik akun @hewanberbicara menyebut uang receh yang digunakan adalah pecahan Rp 1.000.

Seluruh uang recehan tersebut cukup untuk membayar biaya kuliah sebesar Rp 3,5 jutaan.

Ia bercerita, uang koin tersebut dikumpulkan dalam botol oleh adiknya.

Lalu ayah dan ibu juga ikut-ikutan melakukan hal serupa sehingga menjadi kebiasaan keluarga.

Ketika akan membayar UKT, ia mengumpulkan uang receh itu dalam plastik masing-masing Rp 100.000 yang dimasukkan kardus.

Ketika ditimbang keseluruhan, berat UKT uang receh itu mencapai 17,5 kilogram.

Ketika hendak dibayarkan, uang recehan itu sempat ditolak oleh pihak bank.

Hal itu lantaran pihak bank tak memiliki mesin penghitung uang receh.

Ia pun harus menukarkan uang itu dengan uang kertas di minimarket terdekat.

Berikut berita selengkapnya.

(Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini