"Adapun dasar hukumnya adalah perjanjian kerjasama MoU antara tiga institusi penegak hukum yaitu menteri hukum dan HAM, Kejagung dan MA."
"Di mana dalam MoU itu mengatur tentang pelaksanaan secara teleconference. Serta Surat Edaran Mahkamah Agung. Itu pedomannya, sehingga tetap persidangan dilaksanakan teleconference atau secara online. Itu pendapat kami," paparnya.
Mendengar penjelasan hakim, Jerinx tetap bersikeras bahwa sidang online membatasi haknya.
Terlebih karena alasan kurang leluasanya bahasa tubuh yang ia tunjukkan selama persidangan.
"Sekali lagi mohon maaf Yang Mulia, saya tetap menolak sidang dikakukan secara online, karena saya merasa hak-hak saya tidak diwakili sepenuhnya," tolak Jerinx.
"Karena Yang Mulia tidak melihat gestur saya, Yang Mulia tidak bisa membaca bahasa tubuh saya. Sehingga kemungkinan keputusan-keputusan yang diambil nanti bisa jadi kurang tepat. Terimakasih Yang Mulia," imbuhnya.
Suasana persidangan pun sempat menegang lantaran tim penasihat hukum Jerinx dan tim jaksa beradu pendapat.
Hingga akhirnya Jerinx dan tim penasihat hukumnya meninggalkan persidangan sebelum dibacakannya surat dakwaan.
Baca: Hampir Satu Bulan Ditahan Polisi, Jerinx SID Buat Dua Lagu dari Dalam Sel, Ini Liriknya
2. Bertemu awak media
Saat keluar dari persidangan, Jerinx mengaku audio yang digunakan selama persidangan tidak jelas sehingga ia tak mendengar apa-apa.
"Saya ndak dengar apa, putus-putus, saya merasa sedang tidak berbicara dengan manusia," kata Jerinx, dikutip dari Tribun-Bali.com.
Selama berjalan keluar dari ruang sidang, Jerinx juga mengungkit soal perlakuan yang ia dapatkan yang ia rasa seperti seorang teroris.
"Saya koruptor, saya pembunuh, saya maling uang rakyat, saya lebih berbahaya dari teroris," ucap Jerinx.
3. Massa demo