News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Selain Nelayan, 3 Orang Pers Mahasiswa Juga Ditangkap Akibat Aksi Tolak Tambang Pasir di Makassar

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulawesi Selatan menangkap 12 orang yang terlibat aksi penolakan Tambang Pasti di Makassar pada Sabtu (12/9/2020) kemarin.

Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng mengatakan 3 dari 12 orang yang diamankan adalah tiga jurnalis pers mahasiswa yang tengah meliput aksi tersebut.

Komite Keselamatan Jurnalis mengecam tindakan represif dari aparat kepolisian.

Ketiga mahasiswa yang ditangkap adalah Ketua UKPM Unhas Hendra, Pimpinan Redaksi CakrawalaIDE UPPM-UMI Mansyur dan CakrawalaIDE UPPM-UMI Raihan.

"Selain mereka, ada 7 nelayan dan 1 mahasiswa yang juga turut ditangkap," kaya Fajriani dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Minggu (13/9/2020).

Berdasarkan informasi yang diterima AJI Makassar, ketiganya sudah menunjukkan kartu pers dan surat tugas kepada polisi. Akan tetapi, polisi tidak mengindahkan kartu pers tersebut.

Sebelum dibawa, ketiganya diduga mendapat tindak intimidasi dan kekerasan dari polisi. Mereka juga diangkut menggunakan kapal Dit Polairud Polda Sulsel untuk dibawa ke kantor polisi.

"Hingga saat ini, ketiga jurnalis tersebut masih ditahan di kantor Dit Polairud Polda Sulsel. Kepala Dit Polairud juga menghalang-halangi akses bantuan hukum," jelasnya.

Komite Keselamatan Jurnalis, kata Fajriani, penangkapan ini bertentangan dengan Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin jurnalis dalam menjalankan profesinya. Undang-undang Pers juga mengatur sanksi bagi mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan.

Dalam beleid pasal 18 UU Pers menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Atas dasar itu, pihaknya mendesak aparat kepolisian membebaskan tiga jurnalis pers mahasiswa dan seluruh aparat sipil yang ditahan oleh kepolisian.

"Kami mendesak aparat kepolisian membebaskan segera tiga jurnalis pers mahasiswa dan masyarakat sipil yang ditangkap secara sewenang-wenang," tegasnya.

Lebih lanjut, dia mengharapkan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memberikan tindakan tegas dan memberikan sanksi kepada jajarannya yang diduga telah melanggar profesinya.

"Kami mendesak Kapolri untuk menindak personelnya yang bertindak sewenang-wenang dan menghalangi kinerja jurnalis yang dijamin Undang-undang Pers," pungkasnya.

Aktivis Diamankan

Sebelumnya, Polda Sulawesi Selatan menjelaskan kronologi kasus penangkapan nelayan dan aktifis pecinta lingkungan yang berdemonstrasi di Makassar pada Sabtu (12/9/2020).

Dalam kasus ini, 12 orang peserta aksi unjuk rasa diamankan polisi.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan seluruhnya ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana kasus pengadangan dan pengerusakan terhadap kapal Queen of the Netherland milik PT Boskalis Int Indonesia.

Baca: Walhi dan Greenpeace Ajak Masyarakat Tak Gunakan Air Minum dalam Kemasan Galon Sekali Pakai

Baca: Kronologis Penangkapan Aktivis dan Nelayan Pulau Kodingareng, Bermula dari Aktivitas Tambang Pasir

Kejadian bermula saat kapal tersebut bertolak dari Makassar New Port menuju titik lokasi Quarry di Taka Copong Takalar sekira pukul 06.00 WITA dan tiba pada jam 07.00 WITA.

Menurut Tompo, kapal tiba-tiba didatangi oleh beberapa nelayan dan Walhi meminta untuk menghentikan kegiatan. Dia mengklaim peserta juga melempari batu dan bom molotov ke atas kapal.

"Sehingga menimbulkan kebakaran di beberapa titik, selain itu mereka juga melakukan pemotongan kabel listrik peneumatic sehingga kapal tidak bisa melakukan pengerukan di satu sisi," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Minggu (13/9/2020).

Selanjutnya, tim tactical boat dan tim intel Polairud Polda Sulsel mendapatkan informasi dari Sahbandar kapal Queen of netherlands. Informasi itu menyebut kapal itu didekati oleh sekitar kurang lebih 20 katinting dan 3 perahu jolloro.

"Melakukan tindakan anarkis terhadap kapal Queen yaitu dengan melemparkan bom molotov dan merusak bagian kapal yakni kabel peneumatic listrik dan beberapa kabel lain yang tersambung ke drag head," ungkapnya.

Alhasil, tim intel dan kapal taktikal menuju ke lokasi pengerukan dan menemui demonstran yang sedang melakukan pengejaran dan perusakan terhadap kapal Queen of Netherlands. Mereka mengamankan beberapa orang yang diduga menjadi provokator dari aksi demonstrasi anarkis tersebut.

“Aksi ini sering berlangsung namun disayangkan kenapa mesti melanggar pidana, kita juga menyayangkan jika ada masyarakat yang harus diproses hukum, untuk itu sebaiknya jika ada aksi unjuk rasa sebaiknya jangan anarkis yang menimbulkan gangguan Kamtibmas dan pelanggaran hukum,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengharapkan masyarakat memahami proyek tersebut adalah proyek strategis nasional yang merupakan proyek untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

“Jadi tolonglah dipahami bahwa apa yang dilakukan aparat Polairud ini adalah upaya penegakan hukum guna mencegah gangguan kamtibmas, apalagi ini proyek strategis nasional yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Stategis Nasional di daerah kita ini,” bebernya.

Dia juga mengharapkan masyarakat agar tidak terprovokasi oleh upaya-upaya orang tertentu yang akhirnya menimbulkan efek kamtibmas dan hukum.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini