Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNNEWS.COM- Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu yang mirip dengan Sunda Empire akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Sutarman jadi tersangka kasus pemalsuan atau kebohongan gelar akademik.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dan kini Sutarman sudah ditahan.
Dikatakan Erdi, Sutarman disangkakan Pasal 93 juncto Pasal 28 ayat 7 UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan ancaman 10 tahun penjara dan atau pasal 378 KUHP dengan ancaman 4 tahun.
Sutarman memang punya nama lain yakni Cakraningrat.
Di nama Cakraningrat ini disematkan berbagai titel, di antaranga profesor.
"Sudah jelas gelar profesor dan sebagainya itu bohong sehingga itu dinaikkan statusnya tersangka dan dilakukan penahanan," ujar Erdi, saat ditemui di Polda Jabar, kemarin.
Erdi menambahkan, tak menutup kemungkinan bakal ada pasal lain yang dikenakan pada Sutarman.
Salah satunya yakni mengenai pengubahan pada lambang negara.
Baca: FAKTA Paguyuban Tunggal Rahayu di Garut: Klaim Punya 13.000 Pengikut hingga Ubah Bismillah
Baca: Heboh Paguyuban di Garut Cetak Uang Kertas dan Ubah Lambang Negara, Berikut Pengakuan Pimpinannya
Baca: Tak Hanya Ubah Lambang Negara, Ormas di Garut Ini Juga Cetak Uang Sendiri
Saat ini, polisi masih melakukan pendalaman dengan melibatkan ahli.
"Ini mungkin ketika alat buktinya cukup akan digunakan pasal yang terpisah. Kemungkinan ada dua pasal bahkan mungkin lebih," katanya.
Sebagaimana diketahui, kasus Paguyuban Tunggal Rahayu sempat viral karena paguyuban itu menggunakan logo dengan mengubah lambang burung Garuda yang kepalanya diubah menghadap ke depan.
Sebelum menetapkan tersangka, polisi sebelumnya telah memintai keterangan dari mantan anggota Paguyuban Tunggal Rahayu.
Berpusat di Garut Selatan
Warga Garut kini tengah geger.
Di Garut selatan, tepatnya di Kecamatan Caringin dan Cisewu muncul Paguyuban Tunggal Rahayu.
Yang membuat heboh adalah paguyuban ini punya logo mirip lambang negara Indonesia, Burung Garuda.
Tak hanya itu, mereka juga dikabarkan punya membuat uang sendiri.
Dalam logo paguyuban, bagian kepala Burung Garuda yang seharusnya menghadap ke kanan, diganti menjadi menghadap ke depan.
Pemerintah bersama polisi dan TNI kini tengah mengusut keberadaan paguyuban tersebut.
"Awalnya paguyuban ini berpusat di Kecamatan Caringin. Tapi karena masyarakat di Caringin terganggu, mereka memindahkan aktivitas ke Cisewu," ucap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Garut, Wahyudijaya, Selasa (8/9/2020) di kantornya.
Dalam Permendagri tentang organisasi masyarakat (ormas), Wahyu mengataka tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera, atau atribut pada logo organisasinya.
Hal itu juga mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lambang Negara.
Sanksi yang diberikan bisa berupa pencabutan izin.
Untuk kasus Paguyuban Tunggal Rahayu, Wahyu menyebut jika organisasi itu belum mengantongi izin.
Akta notaris saja, paguyuban itu belum memiliki.
"Ormas ini pernah datang untuk mengurus perizinan. Namun kami melihat ada yang rancu karena mereka pakai Burung Garuda sebagai lambang organisasi," katanya.
Meski sila di dalam Bhineka Tunggal Ika tak diubah, namun banyak yang diganti.
Yakni kepalanya lurus dan bermahkota. Wahyu mengaku, pihaknya sudah sepakat akan melakulan langkah hukum terhadap paguyuban tersebut.
"Kami (Kesbang, polisi, dan TNI) tadi sudah rapat dan sepakat bahwa hukum jadi prioritas penanganan kasus ini. Nanti akan diketahui apakah ada persoalan pidananya atau tidak," ucapnya.
Apalagi paguyuban itu tak hanya menyebar di Garut.
Pengikutnya berasal dari Majalengka, Cianjur, Tasik, hingga Kabupaten Bandung.
Bahkan sejumlah ustaz, masuk sebagai pengurus bidang keagamaan.
Wahyu menambahkan, pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu juga sudah memakai gelar palsu.
Yakni profesor, doktor, dan sejumlah gelar lainnya.
Dari hasil penelusuran, pimpinan paguyuban tersebut hanya lulusan SMP.
"Ini sudah pelecehan terhadap dunia akademisi. Dia mengklaim beberapa gelar, mulai profesor, doktor, sampai insinyur, dan beberapa gelar lainnya," ujarnya.
Tak hanya mengubah lambang negara, Paguyuban Tunggal Rahayu juga memiliki uang tersendiri.
Uang itu bahkan disebut sudah dipakai untuk transaksi.
Wahyu menyebut, paguyuban itu sudah membuat uang pecahan 1.000, 5.000, 10.000, dan 20.000.
Bahkan di pecahan uang 20.000 itu, terdapat gambar pimpinan paguyuban.
Pimpinan paguyunan mengklaim dirinya bergelar Prof Dr Ir H Cakraningrat SH.
Namun dari penelusuran Bakesbangpol, nama asli pimpinan paguyunan itu adalah Sutarman.
Dalam data yang ada di Bakesbangpol, terdapat organisasi itu mengklaim tercatat dalam Kepres nomor 021/1958.
Terdapat pula tulisan Uni Sortail Dunia "Lembaga PBB".
"Mereka sudah mempunyai uang sendiri. Bahkan di gambar uang 20.000 itu, ada foto pimpinan paguyuban. Seperti memakai baju ala Pak Soekarno," katanya.
Dilihat dari desain foto di uang tersebut, Wahyu mengatakan jika gambar yang dipakai merupakan foto Soekarno.
Namun wajah presiden pertama Indonesia itu diubah menjadi wajah Cakraningrat.
"Informasinya sudah dijadikan alat transaksi oleh anggotanya. Yang mengagetkan, dia memakai Bank Indonesia di dalam uangnya. Mungkin persoalan uang ini nanti dikaji lagi sisi hukumnya," ucapnya.
Jumlah pengikut paguyuban ini masih diinventarisasi.
Sebarannya dari dokumen yang ada Bakesbangpol Garut ada di 4 kecamatan.
Paling dominan para pengikutnya tersebar di wilayah selatan Garut.
Namun ada juga pengikutnya yang berada di Kabupaten Bandung, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, dan Majalengka.
Di Majalengka, jumlah pengikutnya paling banyak. Bahkan lokasinya berada di kampung halaman Bupati Majalengka.
"Orang yang dulu datang ke sini untuk mengurus perizinan tidak datang lagi saat kami akan konfrontir. Kami malah kedatangan dari Kesbang Majalengka yang menyebut di sana sudah banyak pengikutnya," ucapnya.
Selintas, pergerakan paguyuban tersebut hampir mirip dengan Sunda Empire.
Mereka menjanjikan sesuatu kepada anggotanya, yakni pencairan uang dari Bank Swiss.
"Polisi sudah memanggil saksi-saksi atas keberadan organisasi ini. Untuk keberadaan pimpinannya belum diketahui. Kami masih kehilangan jejak," katanya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu Sutarman Alias Prof Cakraningrat Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Ini"