News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kepercayaan Adat Istiadat Penyebab Kembar Trena dan Treni Terpisah 20 Tahun, Awalnya Sakit-sakitan

Editor: Miftah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Treni dan Trena

Laporan Wartawan Tribun Jabar Firman Suryaman

TRIBUNNEWS.COM- Terpisah kembar Trena (24) dan Treni (24) selama 20 tahun berawal dari kepercayaan adat istiadat.

Saat masih balita, kedua bocah tersebut kerap sakit-sakitan.

Menurut kepercayaan, keduanya harus dipisahkan.

Hal itu diungkapkan sendiri Enceng Dedi (59), ayah kandung si kembar, saat ditemui di rumahnya di Kampung Cipaingeun, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin (19/10/2020) sore.

"Anak kembar kami, Trena dan Treni, dipisahkan karena berdasar kepercayaan adat Sunda, kalau anak kembar sakit-sakitan harus dipisahkan," ucapnya.

Baca juga: Menanti Bertemunya Trena dan Treni, Sang Ayah Menangis, Kembar Bertemu Setelah Ibu Telah Tiada

Baca juga: Terpisah 20 Tahun, Dua Gadis Kembar asal Tasikmalaya Akhirnya Bertemu Lewat TikTok

Baca juga: Ayah Kandung Trena Treni, Kembar yang Terpisah Sedih Almarhum Istri Tak Sempat Lihat Anaknya Bertemu

Enceng Dedi (59) didampingi Trena (24), saat ditemui di rumahnya di Kampung Cipaingeun, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin (19/10/2020). (Tribun Jabar/Firman Suryaman) (Firman Suryaman/Tribun Jabar)

Enceng menuturkan, saat usia Trena dan Treni memasuki balita memang kerap sakit-sakitan. Saat itu mereka tinggal di Maluku sebagai transmigran.

"Lalu ada saran dari orang tua jika anak kembar suka sakit-sakitan harus dipisahkan. Tidak boleh disatukan," ujar Enceng.

Terlebih, lanjut Enceng, anak kembar kakak istrinya pun meninggal dunia pada waktu yang hampir bersamaan.

"Kakak istri saya pun punya anak kembar, dan keduanya meninggal dunia karena suka sakit," kata Enceng.

Merasa khawatir dengan kondisi seperti itu, Enceng bersama istrinya, Enok Rohaenah (almarhumah) kemudian memutuskan menitipkan Trena dan Treni ke tetangga sesama transmigran.

Trena dititipkan kepada orang Garut sedangkan Treni kepada pasangan Misranto dan Rini asal Malang, Jatim.

"Setahun kemudian, kami masih bisa bertemu dengan Treni. Yaitu pada saat istri saya melahirkan anak bungsu atau anak kesembilan," ujar Enceng.

Pada tahun 1999 meletuslah kerusuhan Maluku. Banyak peserta transmigrasi yang kembali ke kampung halaman, termasuk Enceng dan keluarganya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini