Ketiga, sebagai wadah penajaman pemikiran dan gerakan keummatan.
Masjid dapat dikembangkan melalui jalan kajian-kajian keislaman dan sosial yang mengarah pada jalan moderasi keagamaan.
Begitu juga dalam gerakan keummatan, masjid perlu dan harus bergerak pada bidang sosial, publik dan lainnya untuk “jeringan pengaman sosial”.
Keempat, sebagai wadah fasilitas hidup keummatan.
Masjid-masjid yang tersebar di seluruh Indonesia khususnya Solo Raya, perlu dijadikan wadah menjembatani keperluan-keperluan masyarakat.
Menurut K.H. Drs. M. Dian Nafi’ “segala apa kebutuhan masyarakat, masjid-masjid ini kiranya telah menyediakannya. Paling tidak orang-orang masjid, seperti takmir dan anggota masjid, berani terjun ke tengah-tengah kehidupan masyarakat untuk mendampinginya, baik persoalan keagamaan, sosial, dan lainnya.
Kelima, sebagai ruang produktif publik. Menurut K.H. Nafi’, sudah seharusnya masjid-masjid yang tersebar di Indonesia atau Solo Raya memikirkan kembali untuk menjadi tonggak dan corong pada kehidupan publik.
Kendati orientasi masjid harus bersinergi menjadikan lahan “basah” bagaimana masyarakat dapat berkembang dari program-program masjid. Menurut K.H. Nafi’ jika hal demikian dilakukan, maka masjid telah sesuai fungsinya sebagaimaa telag di gariskan Islam.
Dengan adanya sarasehan yang diprakarsai Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara IAIN Surakarta (PKPPN), masjid dapat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Masjid juga dapat membentuk pola masyarakat yang religius, adaptif, parsitipatif, dan langkah kehidupan lainnya.
Harapan K.H. Nafi’, pemerintah dan masyarakat luas juga perlu bersama-sama bersinergi untuk saling gotong royong memakmurkan masjid, meningkatkan potensi dalam pilar-pilar permberdayaan umat Islam. Dengan demikian, jika dijalankan, masjid mampu mengemban fungsi tidak hanyapada jalan idarah, tapi juga imarah, dan juga ri’ayah.
(Tribunnews.com, Renald)