Wanita kelahiran Banyumas, 5 Mei 1991 ini berkenalan dengan seorang pedagang cimol yang bersedia berbagi resep.
Cika membagikan resep batagor, pun sebaliknya dengan si penjual cimol.
Resep dari pedagang tersebut, ia praktikkan di rumah. Setelah berhasil, Cika membawa cimol buatannya ke sekolah yang ternyata sangat laris.
"Mungkin waktu itu, tahun 2005, pertama kali ada cimol di sini (Ajibarang), jadi langsung melejit," ujarnya.
Dari hasil berjualan cimol yang ditekuninya sejak duduk di kelas X hingga XII, Cika bisa menabung untuk membeli sepeda motor, membuat gerobak untuk berjualan, hingga biaya masuk kuliah.
Walau telah memiliki latar belakang kewirausahaan, Cika justru melanjutkan pendidikan di jurusan Ilmu Keperawatan STIKES Harapan Bangsa, Purwokerto yang menjadi cita-citanya.
Di sela-sela kesibukan kuliah, Cika tetap berjualan cimol memakai gerobak di kawasan kampus yang ternyata laris manis.
Walau harus membagi waktu antara kuliah, praktikum, dan berjualan cimol, Cika tetap berusaha menyelesaikan kuliah tepat waktu dan berhasil lulus dengan predikat cumlaude.
Setelah lulus, rasa bimbang muncul di hati Cika: apakah akan melanjutkan dan membesarkan usahanya atau menjadi perawat seperti cita-citanya?
"Jujur itu adalah keputusan terberat yang harus saya ambil, tapi saya ingat pesan Bapak, jadilah kepala ikan teri ketimbang ekor ikan paus. Kepala ikan teri walau kecil, tapi ia selalu di depan, ketimbang ekor paus yang besar, tapi selalu di belakang," ungkap Cika.
Dengan berat hati, Cika memilih untuk membesarkan usaha produksi cimol. Apalagi saat itu, sudah ada 12 karyawan yang bergabung dengannya.
Bagi Cika, melanjutkan usaha produksi cimol adalah caranya menjadi kepala ikan teri ketimbang ekor paus.
Fokus pada Program Pemberdayaan
Lantaran harus fokus mengurusi produksi cimol, mau tak mau Cika meninggalkan lapak tempatnya berjualan di sekitar kawasan kampus.
Ia merasa sayang sebab lokasi jualannya sudah dikenali pembeli dan strategis.
Cika lantas meminta saudaranya untuk melanjutkan usaha tersebut.
Kala itu, saudaranya sama sekali tak punya modal untuk berjualan.
"Untuk pertama kali saya memberanikan diri utang ke bank, membelikan sepeda motor agar saudara bisa berjualan," katanya.
Cika juga menyediakan gerobak, alat penggorengan, hingga produk cimol untuk dijual.
Saat itu, niat Cika amat sederhana. Ia hanya ingin menolong saudaranya agar bisa keluar dari jerat kemiskinan.
Cara tersebut rupanya berhasil. Bahkan saat ini, saudaranya telah dapat meraup pendapatan hingga Rp 20 juta per bulan dengan laba bersih sekitar Rp 5-6 juta setelah delapan tahun berjualan cimol.
Bahkan saudaranya mampu membeli kendaraan sendiri serta memperbaiki rumah.
"Dari situ, saya sudah merasa bahagia karena akhirnya bisa membantu sesama," ujarnya.
Skema pemberian bantuan itu lantas diaplikasikan dengan menjangkau sasaran yang lebih luas.
Cika juga perlahan-lahan mengarahkan perusahaannya menjadi social enterprise atau wirausaha sosial yang tak hanya mencari keuntungan, tapi juga ikut serta membantu lingkungan dan berdampak luas bagi masyarakat.
Omzet perusahaan pun dibagi menjadi dua, yaitu untuk program pemberdayaan dan pengembangan perusahaan.
"Dalam perjalanannya, setidaknya kami harus besar dan berkembang terlebih dahulu, agar omzet yang didapat bisa dipakai untuk program pemberdayaan," kata dia.
Adapun program pemberdayaan yang dilakukan Cika adalah pemberian modal berupa gerobak secara cuma-cuma bagi masyarakat yang ingin berjualan cimol produksinya.
Setidaknya, ada 70 gerobak gratis yang kini telah Cika bagikan. Gerobak tersebut dibuat sendiri oleh sang ayah.
Tentu ada kriteria tersendiri siapa penerima modal gerobak gratis tersebut.
Yang pertama dan utama haruslah berasal dari keluarga kurang mampu atau pengangguran agar bisa membantu perekonomian keluarga.
Setelah mereka mengajukan diri untuk mendapatkan bantuan, tim dari manajemen perusahaan akan melakukan survei terkait kondisi calon penerima serta lokasi ia akan berjualan, apakah strategis atau tidak.
Hal ini dilakukan Cika untuk meminimalisir sejumlah masalah yang terjadi di lapangan.
"Pernah ada temuan masalah, gerobak bantuan yang kami berikan justru dijual. Itu karena dulu tidak ada sistem. Sekarang, kami perbaiki dan adakan perjanjian di awal," kata dia.
Tak cukup sampai di situ, Cika juga menggratiskan biaya franchise bagi mereka yang tak punya modal untuk berjualan.
"Bagi yang tidak mampu, kami persilakan bawa produknya dulu, kemudian dijual. Kalau tidak laku, bisa diretur atau dikembalikan kepada kami," kata Cika.
Para penerima bantuan program pemberdayaan ini disebut Cika sebagai mitra binaan. Jumlahnya pun terus bertambah, yang semula hanya 60 mitra kini menjadi 400 mitra.
Setelah membagikan bantuan modal berupa gerobak serta penggratisan biaya franchise, Cika tak lepas tangan begitu saja. Mitra binaan akan terus mendapat perhatiannya.
Ia membantu mitra mendata penjualan, mencari penyebab saat penjualan turun, hingga memastikan agar mereka tetap bisa berjualan.
Selain mitra binaan, pihak lain yang ikut ketiban untung dari produksi cimol milik Cika adalah para petani dan peternak.
Istri Ardila Nugroho tersebut membeli sejumlah bahan seperti jagung dan cabai rawit yang dipakai untuk membuat isian cimol-cireng langsung dari petani setempat.
Menurutnya, hal ini menguntungkan petani karena mereka bisa menjual hasil panen dengan harga tinggi ketimbang dijual ke tengkulak.
Sementara bagi para peternak ikan, mereka mendapatkan retur produk sebagai tambahan pakan.
"Jadi produk yang dikembalikan tidak dibuang percuma, tapi kami berikan gratis kepada peternak sebagai tambahan pakan untuk penggemukan ikan," ujar wanita yang juga berprofesi sebagai dosen di kampus almamaternya.
Rangkul Karyawan Putus Sekolah
Program pemberdayaan lain yang dilakukan Cika adalah merangkul karyawan putus sekolah. Sebagian besar dari mereka bekerja di bagian produksi.
Cika mengatakan, di daerahnya banyak remaja yang hanya lulus SD dan SMP. Kondisi ini menjadi dilema tersendiri.
Sebab, sulit mencari perusahaan di wilayah Ajibarang dan sekitarnya yang mau mempekerjakan lulusan SD dan SMP.
"Kebanyakan perusahaan di sini membuka lowongan kerja dengan minimal pendidikan SMA. Lalu, anak-anak yang sekolahnya tidak sampai SMA, bagaimana? Saya rekrut mereka, dengan syarat usianya di atas 17 tahun," ungkap Cika.
Tujuannya, lanjut dia, agar karyawan yang putus sekolah bisa mendapatkan penghasilan.
Penghasilan tersebut dapat dipakai untuk membantu perekonomian keluarga atau meneruskan sekolah.
Terkait hal ini, Cika tak henti mendorong karyawan yang putus sekolah untuk kembali mengenyam bangku pendidikan lewat jalur kesetaraan atau pendidikan non formal (PNF).
Hasilnya, 50 persen karyawan putus sekolah di perusahaan Cika mengikuti program pendidikan kejar paket.
Ratu Cimol dari Banyumas
Cika jelas memiliki alasan kenapa perusahaannya bersedia menampung karyawan putus sekolah.
Ia ingin CV Made Arizka Sejahtera menjadi perusahaan yang solutif dengan membuka lapangan pekerjaan bagi siswa putus sekolah.
Hal yang sama juga diterapkan pada pemberian bantuan kepada mitra binaan.
Ketimbang menggelontori mereka dengan sejumlah bantuan berupa uang, Cika memilih memberikan peralatan sebagai modal usaha.
Ia ingin menjadi pembuka jalan rezeki bagi masyarakat sekitar dengan menularkan semangat berwirausaha.
Dengan begitu, bantuan yang diberikan akan terus berlanjut alias tidak habis saat itu juga.
"Saya lebih suka memberikan bantuan berupa alat atau modal usaha ketimbang uang. Kalau bantuan uang, akan habis dalam waktu sekejap. Sementara bila dalam bentuk peralatan, bisa memancing kemandirian masyarakat agar mereka terus berusaha," kata dia.
Bagi Cika, apa yang dilakukannya sebagai wujud syukur atas apa yang diberikan Tuhan kepadanya.
Keberhasilan yang diraih saat ini, lanjut Cika, tak lepas dari peran sejumlah mitra.
"Saat dengar ada mitra yang bisa menguliahkan anak, beli rumah, kendaraan dari hasil jualan cimol, itu bisa menjadi energi positif bagi saya," ucapnya.
Atas usahanya memberdayakan dan memandirikan warga sekitar, Cika sukses meraih sejumlah penghargaan.
Satu di antara apreasiasi tersebut datang dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2014.
Ibunda Zakian Faturasya dan Arka Azan Maulana ini mendapat penghargaan yang diberikan PT Astra International Tbk untuk kategori bidang kewirausahaan.
Bagi Cika, mendapat apreasiasi dari Astra merupakan berkah tersendiri karena membuat usahanya semakin besar dan berkembang.
Begitu juga dengan julukan Ratu Cimol Banyumas yang disematkan kepadanya.
Cika mengaku, 'gelar' tersebut diberikan oleh Astra karena ia adalah satu-satunya perempuan yang lolos sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2014.
"Akhirnya, saya pakai julukan tersebut sebagai branding dalam usaha," kata Cika yang hingga kini belum mengetahui, siapa yang mendaftarkannya dalam SATU Indonesia Awards.
Mimpi dan Semangat Majukan Indonesia
Usaha yang dilakukan Cika untuk menularkan semangat wirausaha kepada warga sekitar tak hanya berhenti sampai di sini.
Ia masih memiliki banyak mimpi menjadikan perusahaannya sebagai solusi untuk sejumlah masalah di masyarakat.
Mimpi lain yang diurai Cika, perusahaannya bisa memiliki lebih dari 100 karyawan, pembagian gerobak sebagai modal usaha lebih masif hingga mencapai 1.000 gerobak.
Juga memiliki tempat yang lebih luas untuk memproduksi jajanan, mengemas produk, serta omzet yang besar agar perusahaan bisa semakin tumbuh dan berkembang.
"Jika perusahaan semakin besar, maka penerima manfaatnya pun akan semakin banyak dan lebih luas," kata Cika.
Cika tak menampik, apa yang dilakukannya saat ini sejalan dengan semangat memajukan Indonesia yang diusung Astra.
Ia kemudian mengutip sepenggal quote terkenal dari Presiden Amerika Serikat, JF Kennedy: Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu.
"Mungkin apa yang bisa saya berikan ke Indonesia, masih sangat kecil. Namun setidaknya, saya bisa memberikan manfaat ini untuk sebagian wilayah di Indonesia walau hanya sekelas kabupaten," kata Cika.
Usaha yang dimulai dengan modal Rp 63 ribu itu, lanjutnya, bisa meningkatkan penghasilan bagi masyarakat yang tidak mampu lewat pemberian peluang usaha tanpa modal.
Sekaligus meningkatkan taraf perekonomian masyarakat, membuka lapangan pekerjaan bagi karyawan putus sekolah, bisa menambah pendapatan bagi petani lokal, serta pemberian pakan gratis untuk peternak.
"Jadi kayak sebuah lingkaran yang besar dan akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan di wilayah kita," pungkasnya. (*)