Karena dikelilingi seng, praktis bagian depan rumah Sabar yang berada di kawasan permukiman padat penduduk itu tidak terlihat sama sekali, kecuali lembaran seng yang mengelilingi rumah.
Pada bagian pojok, disediakan pintu kecil untuk akses kelur masuk.
"Saya sering melihat berita-berita tentang Covid-19, jadi ketakutan saya lebih dari warga yang lain," kata Sabar saat ditemui di rumahnya.
Ketakutan Sabar semakin menjadi ketika beberapa pekan lalu, tetangganya ada yang terpapar Covid-19.
"Covid-19 ini sudah di depan mata. Begini saja (menutup rumah dengan seng) saya tidak yakin bisa terlindungi, tapi ini sudah upaya paling maksimal," ujar Sabar.
Tak hanya menutup rumah dengan seng, Sabar juga rela merogoh kocek untuk memasang CCTV di sekeliling rumah.
Tujuannya supaya dapat melihat orang yang akan berkunjung ke rumahnya.
"Kemarin ada teman saya yang dari luar kota mau mampir ke sini, tapi tidak saya perbolehkan, sudah dekat sini padahal," kata Sabar.
Interaksi dengan tetangga pun, jika dianggap tidak urgent dilakukan dari balik pagar seng.
Di balik pagar seng sisi dalam rumah telah disediakan kursi kecil sebagai pijakan ketika berinterkasi dengan tetangganya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Suharno mengandalkan pedagang keliling.
"Di sini banyak pedagang keliling, ada sayur dan lainnya. Kadang anak-anak juga order lewat ojek online," kata pria yang berprofesi sebagai pesulap keliling ini.
Suharno mengaku tidak terlalu mempersoalkan respons warga atas sikapnya tersebut.
Ia juga mengaku telah meminta izin ketua RT setempat untuk menutup rumah.
"Orang selalu ada yang pro dan kontra, saya enggak masalah, saya juga tidak mengganggu lingkungan. Saya hanya berusaha menjaga diri," tutur Sabar. (tribun network/thf/TribunBanyumas.com/Kompas.com)