Potensi tsunami itu, kata Dwikorita, bisa terjadi jika guncangan gempa menyebabkan tanah longsor ke laut maupun akibat gempa itu sendiri, jika episenter terjadi di laut dangkal.
Baca juga: Keterangan Kabasarnas Terkait Status Operasi SAR Sriwijaya Air dan Evakuasi Korban Gempa di Mamuju
Baca juga: Gempa Majene Terjadi 28 Kali, Dua Diantaranya Besar
"Potensi tsunami ada kemungkinan kalau terjadi gempa susulan, yang dikhawatirkan dapat juga memicu tsunami akibat longsor ke laut ataupun tsunami akibat gempa itu," jelasnya.
Ia pun mengimbau masyarakat Majene untuk menjauhi bangunan yang mudah roboh atau sudah retak sebelumnya.
Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir, Dwikorita mengingatkan untuk segera mengungsi ke tempat lebih tinggi.
"Mohon untuk segera meninggalkan pantai menuju ke tempat yang lebih tinggi," katanya.
Dwikorita pun menegaskan agar masyarakat tak menunggu peringatan dini tsunami jika gempa susulan terjadi.
Pasalnya, tsunami bisa terjadi secara cepat dan singkat.
"Jangan menungu peringatan dini tsunami, sebab tsunami bisa terjadi dengan cepat dan singkat," pungkasnya.
Diketahui, gempa mengguncang Majene sebanyak dua kali, pada Kamis siang dan Jumat dini hari.
Hingga Jumat pukul 11.00 WIB, tercatat delapan orang meninggal dunia dan 637 luka-luka.
Mengutip Kompas.com, sebanyak 16 ribu warga saat ini sedang mengungsi akibat gempa.
Baca juga: Gempa Sulbar M 6,2 di Majene, BMKG Mencatat Sebanyak 28 Kali Guncangan Terjadi
Baca juga: FAKTA Gempa M 6,2 di Majene, Sulbar: 8 Orang Meninggal, 300 Rumah Rusak, Kantor Gubernur & RS Ambruk
Mereka tersebar di 10 titik pengungsian, di antaranya Desa Kota Tinggi, Desa Lombong, Desa Kayu Angin, Desa Petabean, Desa Deking, Desa Mekata, Desa Kabiraan, Desa Lakkading, Desa Lembang, dan Desa Limbua.
Sepuluh desa itu tersebar di tiga kecamatan, Kecamatan Ulumanda, Malunda, dan Sendana.
Tercatat 28 Gempa Mengguncang Majene