TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Abdullah (40) dan Ahmad Fauzi alias Ateng (34), keduanya merupakan kakak adik yang menjadi salah satu bandar narkoba di wilayah Tangga Buntung, Palembang.
Abdullah dengan rambut pirang, berpostur tubuh gempal, atau lebih berisi daripada sang adik, yaitu Ateng yang berperawakan kecil.
Saat akan diwawancarai secara khusus oleh Kepala Newsroom Tribun Sumsel dan Sriwijaya Post Hj L Weny Ramdiastuti, Ateng terlihat berjalan terpincang-pincang, karena ia jatuh saat loncat melarikan diri.
Abdullah ditangkap terlebih dahulu sebelum Ateng. Sebab Ateng sempat melarikan diri selama 14 hari, yaitu 5 hari di Palembang dan 9 hari bersembunyi di kebun, tepatnya di OKU Selatan.
Namun untuk mengorek keterangan dari kakak adik ini tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan tidak terlihat raut wajah penyesalan, dan berani menatap mata Weny yang seolah-olah ini hanya biasa saja.
Bahkan Weny terus memancing dengan pertanyaan yang menyentuh agar mereka bisa buka suara. Ternyata, keduanya malah tetap tidak banyak bicara.
Berikut wawancara khusus Kepala Newsroom Tribun Sumsel dan Sriwijaya Post Hj L Weny Ramdiastuti bersamaa Abdullah dan Ateng yang dijaga ketat oleh anggota Satresnarkoba Polda Sumsel dan Tim Hunter di Polda Sumsel, Selasa (27/4).
Kalau melihat Anda saya rasanya seperti tidak percaya kalau Anda berdua bandar narkoba, Abdullah umurnya 40 tahun dan Ateng 34 tahun, usia yang masih muda. Bisa diceritakan sebenarnya ini dimulai dari sapa dan mengapa. Coba Abdullah dulu?
Untuk kebutuhan sehari-hari.
Apa nggak ada pekerjaan lainnya?
Nggak ada.
Tinggal di daerah Tangga Buntung tersebut dari kapan?
Dari kecil sampai sekarang.
Dulu pekerjaan Anda apa?
Kuli bangunan, sebagai kenek.
Sampai umur berapa bekerja kuli bangunan?
Dari tamat SMP hingga usia 30 tahun. Karena sulitnya mencari pekerjaan akhirnya menjadi kuli bangunan sebagai kenek.
Mengerjakan apa saja?
Mengerjakan bangunan rumah yang ada di sekitar Tangga Buntung.
Terus kenapa bisa kenal dengan narkoba?
Karena faktor ekonomi.
Anda punya anak berapa?
Tiga, paling besar umur 20 tahun.
Seberapa sulitnya keuangan Anda, sampai memutuskan untuk ke narkoba?
Ingin mencari pendapatan yang lebih saja
Apakah Anda tahu itu suatu jalan pintas yang Anda pilih?
Ia tahu.
Sudah berapa lama kenal dengan narkoba, dalam arti bertransaksi narkoba?
Sudah dua tahun
Dapat modal membeli narkoba dari mana?
Nggak pakai modal, karena dimodalin.
Sekarang Ateng, bagaiman Anda bisa terlibat narkoba?
Karena faktor ekonomi
Bagaimana hubungan dengan istri, bagaimana meyakinkan istri?
Awalnya istri nggak tahu. Tanpa sepengetahuan istri. Namun akhirnya tahu.
Setelah akhirnya istri tahu bagaimana tangapannya?
Ia terpaksa. Tapi nggak ngajak istri.
Kalau Ateng komentar istri bagaimana ketika pertama kali diajak jualan narkoba?
Melarang, nggak usa jualan. Ia tapi karena terpaksa ya tetap jualan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tapi itu kan sebuah hal yang miris dan uangnya nggak berkah?
Ia saya menyesal.
Membesarkan anak-anak dengan uang seperti itu, apalagi anak-anak kalian sekolah di tempat yang bagus. Terpikir nggak sampai ke sana?
Terpikir.
Kalau anak pergi sekolah, sujud dan dikasih uang jajan dari hasil uang jual narkoba terpikir nggak?
Ia terpikir.
Saya tidak melihat raut wajah penyesalan, Anda berani menatap mata saya yang seolah-olah ini hanya biasa saja?
(Ateng hanya tertunduk tidak menjawab).
Puasa?
Nggak
Waktu hari Minggu penggerbekan, Anda lompat kemana?
Di samping jendela lompat ke bawah di bawah rumah panggung. Lalu bersembunyi ke rumah tetangga selama pengeledahan.
Karena ada yang bantu jadi berhasil lolos. Saya lima hari di Palembang, dan sembilan hari di kebun.
Di rumah siapa?
Rumah teman
Masih sakit kakinya?
Masih.
Ke mana anda menyalurkan hasil penjualan tersebut, bersedekah tetap?
Ia tetap. Ngak perlu diceritakan di ana-mananya.
Berapa Anda bersedekah dari hasil penjualan narkoba?
Nggak bisa diprediksi
Saking banyaknya kah?
(ggak jawab).