TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Bandung, Asep Nurdin, mengaku prihatin dengan terus melambungnya harga kedelai, yang menjadi bahan dasar tahu dan tempe tersebut.
Kondisi ini, ujarnya, sangat menyulitkan bagi para perajin tahu dan tempe.
"Kami tentu sangat menyesalkan terus terjadinya kenaikan harga kedelai ini. Kenaikan ini adalah imbas dari naiknya harga jual kedelai di Amerika, yang selama ini diimpor oleh kita sebagai bahan baku produksi tahu dan tempe di Tanah Air," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Rabu (26/5).
Asep mengatakan, berbagai langkah diplomatis telah dilakukan oleh Kopti dan Gapoktindo. Salah satunya mendesak Kementerian Perdagangan RI untuk memanggil importir kedelai agar dapat menyesuaikan harga jual kedelai.
"Bahkan, sudah ada pembicaraan agar harga itu jangan lebih dari Rp. 10.500 per kilo. Tapi, kalau lihat kondisi sekarang, justru potensi kenaikan harga masih bisa naik lebih tinggi lagi," ucapnya.
Sebagai solusi, kata Asep, Kopti Bandung pun mempersilakan para perajin tahu dan tempe untuk menaikkan harga jual.
"Maksimal 30 persen, atau disesuaikan dengan kondisi kenaikan harga bahan baku," ujarnya.
Terkait rencana aksi mogok para perajin tahu dan tempe ini, Asep mengatakan, Kopti tidak mendukung atau pun melarang.
"Kami mempersilakan saja, tidak melarang ataupun mengajurkan untuk mogok, karena itu hak mereka. Tapi selama beberapa hari ini Kopti juga banyak mendapat masukan dari para perajin, khususnya yang kecil-kecil. Mereka bertanya, katanya, 'kalau enggak ikutan mogok bagaimana dan kalau ikutan juga bagaimana?'. Sekali lagi, intinya kami (Kopti Bandung) memilih untuk mempersilakan saja, baik yang mau ikut ataupun tidak," ujarnya.(
Baca juga: Perajin Tahu-Tempe Mogok Produksi, Rakyat Kecil Makan Apa