TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - WALI Kota Banda Aceh, H Aminullah Usman SEAk MM, terus mengoptimalkan pengembangan potensi wisata untuk menarik tamu dari luar. Ia pun rajin menjemput anggaran dari pemerintah pusat dan provinsi.
Hal itu dilakukan mengingat Banda Aceh adalah kota dagang dan kota jasa. Tidak ada wilayah pertanian dan perkebunan di ibu kota Provinsi Aceh ini. Karena itu, Banda Aceh perlu dipoles
Saat ini, Pemko Banda Aceh sedang fokus menjadikan Peunayong sebagai pusat kuliner. Terbukti, wisata kuliner sudah membantu banyak warga kota keluar dari pengangguran. Dampak dari pengembangan itu, pedagang di pasar tradisional tersebut pun direlokasi ke tempat baru yaitu Pasar Al-Mahirah, Lamdingin.
Berikut wawancara khusus wartawan Serambi, Masrizal bin Zairi dengan Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, di Pendopo Wali Kota, Selasa (1/6/2021).
Pemko Banda Aceh terus melakukan pembenahan di bidang wisata dan tempat kuliner, apa target yang ingin dicapai?
Penduduk Banda Aceh tidak melakukan kegiatan pertanian, perkebunan, dan tambang. Makanya, Banda Aceh adalah kota dagang, kota jasa, kota pendidikan, dan berkembang dengan sektor wisata.
Kehadiran saya sebagai wali kota harus bisa memanfaatkan Banda Aceh sebagai kota dagang melalui pengembangan sektor wisata. Kalau tak terjadi Covid-19, perkembangan sektor wisata di Banda Aceh sudah sangat menjanjikan.
Pada tahun 2017, jumlah pengunjungnya masih sekitar 200 ribuan orang. Namun, di tahun 2019 sudah mencapai 503.000 orang. Jadi, begitu pesatnya kenaikan pengunjung karena kita melakukan berbagai promosi di dalam dan luar negari.
Dan, pada setiap kesempatan dan di manapun, kita selalu melakukan promosi terkait destinasi wisata seperti wisata religi, wisata sejarah, wisata kuliner, dan berbagai kelebihan lain yang dimiliki oleh Banda Aceh
Selain mengandalkan objek wisata yang sudah ada, sepertinya Pemko Banda Aceh juga gencar melakukan revitalisasi tempat destinasi baru?
Banda Aceh memang harus dipoles. Sebagai kota pusaka harus direvitalisasi. Seperti Ulee Lheue, sebelum dibangun Ulee Lheue Park itu kan tak ada manfaatnya. Alhamdulillah dengan kita bangun Ulee Lheue Park dan nanti kita sempurnakan lagi, ini akan menjadi tempat wisata yang luar biasa karena di situ laut, sehingga pengunjung bisa melihat pemandangan Pulau Sabang dan sunset-nya yang luar biasa.
Kemudian, bantaran Krueng Daroy yang dulunya kumuh luar biasa, sekarang kita bisa lihat bagaimana sudah direvitalisasi. Dan itu masih ada perjuangan kita ke depan sampai 800 meter lagi sampai ke jembatan Keutapang. Yang sudah ada sekarang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian, tempat olahraga, dan juga bisa dimanfaatkan oleh wisatawan yang datang.
Di samping itu juga ada beberapa rencana kami dengan perpindahan pedagang Pasar Peunayong, nanti kita akan revitalisasi (Peunayong) untuk memperindah dan akhirnya bisa menarik wisatawan.
Kita sudah melakukan (revitalisasi) sebagiannya dengan membangun waterfront city di Jembatan Peunayong. Waktu malam kan indah sekali serta sudah menghasilkan bagi masyarakat untuk menambah pendapatannya dan bagi Banda Aceh bisa menambah PAD.
Peunayong akan disulap menjadi potensi wisata baru, apa konsep yang Anda tawarkan?
Saya punya rencana besar terhadap Peunayong. Peunayong ini kan pasar ikan, pasar sayur yang sudah tidak layak lagi dan sudah tidak bisa dibenahi lagi. Dan yang harus dilakukan oleh Pemko Banda Aceh adalah pemindahan pasar.
Alhamdulillah, pada tanggal 24 Mei 2021--sesuai dengan janji kami kepada pedagang yang ada di Pasar Peunayong--semua pedagang sudah kita pindahkan. Tangal 26 Mei, total pindah ke Pasar Al-Mahirah Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam.
Nanti, Peunayong total akan kita jadikan sebagai pusat kuliner di Banda Aceh. Dan di Jalan Ahmad Yani yang selama ini banyak pedagang gerobak, pada malam hari kalau hujan mereka tidak bisa jualan. Insya Allah tahun ini--sekarang sedang proses tender--akan dibuat atap seperti di Kisaran, Sumatera Utara. Nanti, mereka tetap bisa jualan meskipun hujan.
Darimana anggaran untuk pengembangan objek wisata?
Seperti Ulee Lheue, kita bangun dengan APBK. (Bantaran) Krueng Daroy murni dari APBN dan itu dikerjakan langsung oleh mereka dan kita hanya menyediakan tempat. Waterfront city di Peunayong juga dari APBN.
Sepertinya Anda rajin jemput bola?
Kita harus jemput bola. Kalau dengan APBK Banda Aceh sebesar 1,3 triliun rupiah, mau kita bangun apa. Apalagi, hampir 800 miliar rupiah di antaranya untuk operasional seperti gaji dan lain-lain. Karena kita rajin ke provinsi dan kementerian, akhirnya ada dana pusat ke daerah melalui DAK maupun APBN murni yang mereka bangun.
Baru-baru ini pedagang di Pasar Kartini menolah direlokasi, bagaimana tanggapan Anda?
Saya apresiasi pedagang di Peunayong, terutama Pasar Kartini. Kalau Pasar SMEP memang duluan mereka sudah menerima. Kalau pedagang pasar ikan, unggas, dan daging dari dulu juga sudah menerima. Sedangkan pedagang Pasar Kartini menurut mereka pasar itu sudah lama dan memiliki sejarah.
Tapi, operasi pemindahan pasar itu harus dilakukan. Sebab, kalau satu pasar tinggal dan yang lain pindah tak efisien bagi masyarakt. Kita harus total pindah karena saya ingin menjadikan Peunayong sebagai pusat kuliner, pusat kelontong, elektronik, dan usaha jasa. Sehingga tidak lagi bercampur dengan bahan dapur.
Memang pada malam itu, rencananya mau kita pagar Pasar Kartini. Tapi, pedagang tidak setuju dan kita tidak melawan. Saya sudah sampaikan kepada jajaran jangan melawan dan jangan frontal. Saya ingin mengikuti selera pedagang. Kita lakukan pendekatan humanis.
Bagaimana pengawasan yang dilakukan pedagang agar tak kembali berjualan di Peunayong?
Kita tetap mengawal, tidak boleh lagi ada jual beli di kaki lima. Sayur mayur dan ikan tidak boleh lagi ada jual beli di situ. Kalau ada yang melakukan itu akan diawasi oleh Satpol PP dibantu TNI dan Polri, sampai betul-betul berjalan dengan baik. Tapi, kita tetap memberi arahan dengan humanis.
Bagaimana jurus Anda mengelola wisata di tengah pandemi Covid-19?
Makanya ada new normal. New normal itu juga diartikan bagaimana mengawal di masa pandemi. Jadi, baik di hotel, bandara, dan tempat wisata, harus menjalankan protokol kesehatan. Dan itu harus dipatuhi oleh petugas dan wisatawan, apalagi sekarang kasus Covid makin meningkat. (*)