TRIBUNNEWS.COM - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri, dihadirkan dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/9/2024).
Dalam sidang tersebut, ia hadir sebagai saksi ahli bersama dengan beberapa orang lainnya seperti Dedi Mulyadi, teman korban, Arta, Anwar, dan Fransiskus.
Setelah rampung memberikan kesaksiannya, Reza mengapresiasi jalannya persidangan.
Reza menuturkan, persidangan kali ini luar biasa, lantaran PN Cirebon dan majelis hakim memberikan ruang yang berbeda dari sidang-sidang sebelumnya yang pernah ia hadiri.
"PN Cirebon harus saya katakan luar biasa, majelis hakimnya sangat istimewa, kenapa? Karena inilah kali pertama saya diminta memberikan perspektif psikologi forensik tidak hanya terkait kasusnya, tidak hanya terkait korban dan saksi, tapi juga personel-personel penegakan hukum di ruang sidang ini terutama majelis hakimnya," ujar Reza Indragiri, Jumat, dikutip dariĀ TribunJabar.id.
Selain menggali kasus hukum, persidangan juga berjalan dengan mengeksplorasi psikologi kerja lembaga penegak hukum, termasuk psikologi jaksa, penasihat hukum, hingga majelis hakim.
"Bagaimana sih psikologinya jaksa? Bagaimana psikologinya penasehat hukum? Dan bagaimana sih psikologinya hakim? Bagi saya istimewa," ucapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kelemahan penegak hukum yang terlalu mengandalkan keterangan saksi.
Menurutnya, keterangan saksi rentan dipalsukan melalui kekerasan atau penyiksaan.
Reza menekankan soal pentingnya mengandalkan bukti-bukti ilmiah dan forensi dalam persidangan.
"Saya sampai kepada sebuah kesimpulan, bahwa barang yang paling mengganggu proses penegakan hukum, termasuk persidangan itu justru adalah kalau proses penegakan hukumnya mengandalkan kepada keterangan," tutur dia.
Baca juga: Reza Indragiri dan Dedi Mulyadi Direncanakan Hadiri Sidang PK Terpidana Kasus Vina, Jadi Saksi
Dalam banyak kasus, lanjut Reza, personel penegakan hukum kurang terlatih dalam memahami bukti-bukti forensik dan scientific.
Ia juga menyoroti minimnya pendidikan terkait ilmu forensik di kalangan aparat penegak hukum.
"Saya tanya kepada mereka, berapa SKS Bapak, Ibu belajar tentang kedokteran forensik? Berapa menit atau berapa jam Bapak, Ibu menelaah psikologi forensik? Berapa semester Bapak, Ibu mencoba untuk memahami apa itu IT forensik? Saya yakin jawabannya sangat minim," urainya.