TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jagat media sosial terutama Instagram dan TikTok mendadak ramai membahas mengenai adanya potensi gempa dan tsunami di wilayah pantai selatan Jawa Timur.
Banyak postingan berseliweran yang berisi potongan penjelasan ilmiah tim BMKG yang menyebut adanya potensi gempa tektonik dan tsunami di pesisir selatan Jawa Timur tanpa ulasan yang lengkap.
Sebelumnya, kajian tim ahli BMKG menyebut adanya potensi terburuk bencana tsunami adalah 26-29 meter di perairan selatan Jawa Timur dari gempa berkekuatan 8,7 SR di lepas pantai perairan Kabupaten Trenggalek.
Informasi itu merupakan pemaparan dalam webinar Kajian Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami di Jawa Timur pada Jumat (28/5/2021) lalu.
Baca juga: Peringatan Dini BMKG, Sabtu 5 Juni 2021: Waspada Gelombang Tinggi hingga 4 Meter di 10 Perairan
Alhasil, Netizen kemudian menyampaikan kekhawatirannya dan membagikannya ke media sosial.
Satu di antara unggahan yang banyak mendapat respon adalah konten diunggah oleh akun TikTok @cacahoo.
“Pasrah ya Allah… lindungilah semua umatmu di muka bumi ini, pasrah ya Allah... lindungilah semua umatmu di muka bumi ini ????????????#blitar #ponggok #fyp?," tulis akun cacahoo di akun TikToknya, Jumat (4/6/2021).
Unggahan di TikTok itu pun menjadi For Your Page dan banyak direpost di beberapa platform media sosial lainnya.
Postingan ini telah ditonton 2,3 juta orang, disukai lebih dari 124.800 ribu pengguna dibagikan lebih dari 33.400 ribu kali dan mendapat 7.114 komentar.
Baca juga: Terkait SMS Blast soal Peringatan Dini Tsunami, BMKG Berikan Klarifikasi
Namun, bagaimana sebenarnya tentang potensi tsunami di pesisir selatan Jawa Timur menurut BMKG?
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Mitigasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengingatkan masyarakat agar tidak panik dan tak serta merta memercayai informasi di media sosial.
Menurutnya, kegaduhan netizen di medsos karena mereka terlalu panik dan tak menyimak seutuhnya penjelasan ilmiah yang disampaikan BMKG dalam webinar pekan lalu itu.
“Gaduh tsunami Jatim, sebenarnya masyarakat tidak perlu panik karena model skenario terburuk itu dibuat untuk merancang mitigasi,” ujarnya saat dihubungi.
"Netizen mungkin terlalu panik dan mengambil informasi tidak utuh," lanjut Daryono saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (4/6/2021).
Baca juga: Bantu Tangani Tsunami Covid-19, Indonesia Kirim Ribuan Tabung Oksigen ke India
Daryono kembali menegaskan, bahwa tak ada satu pihak pun yang mengetahui kapan dan di mana terjadinya gempa dan tsunami tidak ada yang tahu.
Maka, terkait informasi tersebut BMKG berharap adanya respon mitigasi dari masyarakat dan bukan menimbulkan kepanikan.
"Masyarakat jangan panik, informasi potensi disiapkan untuk respons mitigasi bukan untuk menakuti masyarakat," ungkapnya.
Daryono kembali menjelaskan, apa yang disampaikan BMKG terkait potensi adanya gempa dan tsunami tersebut harus dicermati.
Artinya, penjelasan ilmiah itu menurutnya berbeda dengan prediksi, BMKG hanya menyebutkan adanya potensi terburuk di wilayah pesisir selatan Jawa Timur.
BMKG menegaskan bahwa potensi dan prediksi adalah dua hal yang berbeda.
Potensi menerangkan adanya lokasi dan besaran ancaman bahaya, sedangkan prediksi berarti ada lokasi, besaran ancaman bahaya dan kapan akan terjadi sudah bisa ditentukan.
“Di sini BMKG tidak memberi info kapan. Bahkan kita tidak tahu kapan terjadinya. Harus dibedakan mana prediksi dan potensi,” jelas dia.
Baca juga: Kronologi Polisi Gerebek Pesta Sabu di Cipanas, 60 Orang Termasuk Bandar Kampung Bahari Diamankan
BMKG kembali mengingatkan, bahwa potensi bencana alam berarti itu bisa saja terjadi beberapa tahun ke depan, puluhan tahun hingga bahkan ratusan tahun ke depan.
Oleh karena itu BMKG mengimbau untuk menyiapkan mitigasi bencana kepada masyarakat agar tahu apa yang harus dilakukan saat potensi itu terjadi.
“Potensi itu sama untuk semua wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hingga Sumba, bukan Jatim saja. Di sini pentingnya edukasi masyarakat mengenai mitigasi bencana,” ujarnya.
Pentingnya mitigasi masyarakat
BMKG sendiri saat ini telah menyiapkan berbagai kebutuhan agar terbentuk masyarakat siaga tsunami.
Hal itu dapat dilakukan dengan membuat sekolah lapang gempa, memasang sirine, memasang alat penerima informasi dan warning tsunami, dan memetakan bahaya tsunami.
Baca juga: Pelaku Pelecehan Jemaah Perempuan di Musala Rawa Bunga Kantongi Jimat Bulu Prindu
Selain itu juga perlunya peta landaan tsunami, memasang rambu, membantu membuat jalur evakuasi dan rekomendasi-rekomendasi mitigasi lain yang tepat. Hingga saat ini, BMKG telah memasang banyak alat sensor gempa di Jatim agar informasi dan peringatan bisa dengan cepat terdiseminasi sehingga nantinya bermanfaaat untuk keselamatan masyarakat pesisir.
“Hak penting adalah menyiapkan masyarakat siaga tsunami, jadi kita berikan penjelasan secara ilmiah dan mengedukasi masyarakat tentang hal-hal yang perlu dilakukan apabila terjadi bencana seperti tsunami. Termasuk pemasangan dan pemeliharaan alat deteksi gempa, semuanya dalam kondisi baik dan ada anggaran pemeliharaannya,” tutupnya.