News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Liputan Khusus

Premium Dihapus, Ada yang Menolak, Ada yang Setuju

Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga tengah mengisikan premium kedalam tangki kendaraannya di SPBU Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan menerapkan kebijakan penghapusan konsumsi premium di Jakarta. Kebijakan ini juga dinilainya dapat memaksa pengendara kendaraan bermotor beralih ke angkutan umum. Warta Kota/angga bhagya nugraha

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Wacana penghapusan bahan bakar premium kembali mencuat. Hal itu terjadi setelah Menteri ESDM Arifin Tasrif saat melakukan rapat bersama dengan Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (2/6).

Rencananya, BBM jenis premium akan dihapus tahun 2022 di wilayah Jawa Madura dan Bali (Jamali)

"Kami meminta agar Premium ini tidak dihapus di tahun 2022, tetap dijalankan (pendistribusian Premium)," ujar Anggota Komisi VII DPR saat rapat dengan Menteri ESDM, Rabu (2/6).

Menurutnya, ke depan pemerintah harus melakukan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat terkait BBM ramah lingkungan di wilayah Jamali. Namun, seiring kondisi ekonomi masyarakat tertekan akibat pandemi Covid-19 maka Premium belum perlu dihapus.

Rencana penghapusan BBM jenis premium atau bensin ditanggapi berbeda oleh pengusaha SPBU. Karena masih ada masyarakat butuh premium BBM jenis RON 88 tersebut.

Menanggapi adanya wacana penghapusan BBM premium bersubsidi, sejumlah pengusaha SPBU mengaku setuju dan menaati aturan pemerintah. Satu di antara pengusaha SPBU, Evan Kusuma, yang memiliki dua SPBU di Weleri Kendal dan Mijen Semarang.

Pihaknya mengatakan setuju saja dengan aturan pemerintah yang akan menghapus premium di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Namun, yang menjadi catatan yakni jangan setelah dihapus kemudian dimunculkan lagi.

"Setuju saja asal tidak plin-plan. Dari pengalaman yang sudah-sudah, wacana ini sudah bergulir sejak 2018. Tapi nanti setelah stop distribusi, tiba-tiba kami ditawari lagi. Nanti tiba-tiba hilang lagi. Jadi membingungkan," ujarnya.

Masih diminati

Baca juga: Terkait Pengurangan Stok BBM Premium, Ketua DPD RI Sambut Positif, Minta Pemerintah Beri Edukasi

Menurutnya, minat penggunaan premium masih cukup tinggi di wilayah Kabupaten Kendal dan pinggiran Kota Semarang. Namun, pihaknya tidak bisa berupaya lebih karena kuota yang dibatasi.

"Sekarang hanya SPBU milik Pertamina saja yang bisa jual premium. Itupun tidak setiap hari ada. Jadi kami hanya akan ditawari ketika Pertamina punya stok premium lebih saja," terangnya.

Semenjak adanya pertalite, Evan sudah tidak lagi menjual bahan bakar premium. Hal itu berdampak pada tingkat penjualan per harinya. Tapi pihaknya tak menjelaskan secara rinci berapa penjualan BBM per harinya.

"Sejak tidak ada premium penjualan pasti turun. Apalagi ditambah adanya tol, jadi semakin turun lagi. Tapi masih kebantu dengan adanya solar subsidi," tuturnya.

Tak hanya yang ada di Weleri Kendal, SPBU miliknya yang ada di Mijen, Kota Semarang pun juga sudah tiga tahun terakhir tidak menjual premium. Semula banyak konsumen yang kaget karena premium selalu habis.

"Awalnya banyak konsumen yang kecele, karena stok premium selalu habis. Tapi mau nggak mau lama-lama ya harus terbiasa pakai pertalite. Saya harap pemerintah bisa memastikan. Kalau memang mau dihapus ya seharusnya merata, atau ada ketentuan khusus," tuturnya.

Lebih Murah

Demi menekan biaya operasional, para sopir angkutan umum mengaku lebih memilih menggunakan bahan bakar premium. Tapi sayangnya, sudah tidak banyak SPBU yang menyediakan bahan bakar premium.

Satu di antara sopir angkutan umum di Kota Semarang, Kusnaini atau akrab disapa Bogel ini, mengatakan sudah sejak tiga tahun terakhir pihaknya kesulitan mencari SPBU yang menyediakan premium.

"Ya semenjak keluarnya pertalite, bahan bakar premium jadi susah dicari. Apalagi setahun terakhir ini hanya ada di SPBU tertentu saja. Kalau saya biasanya di SPBU Jalan Ahmad Yani. Itupun tidak setiap hari ada. Sekalinya ada bisa antri sampai keluar ke jalan," jelasnya.

Di saat premium masih tersedia di seluruh SPBU yang ada di Kota Semarang, Bogel mengatakan bisa banyak menekan biaya operasional. Berdasarkan hitungan kasar yang diucapkannya, setiap mengisi premium sejumlah Rp 100 ribu bisa digunakan untuk PP Penggaron-Mangkang sehari.

"Kira-kira lima kali PP lah kalau sehari. Itu isi premium Rp 100 ribu cukup dan kadang sisa. Tapi kalau pakai pertalite, paling hanya dapat sekitar 13 liter lebih dikit lah. Mentok hanya bisa PP hingga 3-4 kali saja. Jadi untuk sehari jalan paling tidak harus beli Rp 150 ribu pertalite," tegasnya.

Yang cukup miris, terkadang biaya operasional tidak berbanding lurus dengan pemasukan. Maka untuk menyiasatinya, Bogel lebih banyak ngetem (berhenti) dan jalan di jam-jam tertentu saja.

"Sudah saya kira-kira jam ramai itu biasanya pagi, siang, dan sore. Jadi selain di waktu itu, saya lebih pilih untuk ngetem di tempat tertentu. Tentu supaya hemat konsumsi bahan bakar. Jadi bisa mengurangi biaya operasional," pungkasnya.

Tekan Pengeluaran

Di lain pihak, pengemudi ojek online (ojol) juga merasakan dampak dari langkanya premium di Kota Semarang. Ferry Himawan, satu di antara pengemudi ojol, mengatakan lebih senang apabila premium tetap disediakan.

"Kami orang kecil sebenarnya hanya bisa pasrah. Kalau ditanya mau ada premium lagi ya pasti mau. Jelas lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar lain. Bisa menekan pengeluaran," paparnya.

Ferry berpendapat pemerintah tidak boleh serta merta menghilangkan bahan bakar premium. Sebab, tidak semua masyarakat masuk dalam golongan ekonomi menengah.

"Masih banyak yang butuh makan aja susah. Kalau premium hilang apa nggak kebutuhan pokok juga nanti akan naik. Sebaiknya premium tetap ada, tapi harus diseleksi konsumennya. Jadi tidak semua golongan masyarakat bisa beli premium," tambahnya.

Mesin Cepat Rusak

Pakar otomotif mengatakan bahan bakar dengan RON 88 memiliki banyak residu. Adapun, hasil pembakaran dari bahan bakar tersebut cenderung kurang sempurna jika dibandingkan dengan bahan bakar di atas RON 91.

Menurut pemilik bengkel Plat H, Budi Suminarto, penggunaan bahan bakar RON 88 pada mesin-mesin baru sudah tidak disarankan. Sebab, selain sudah menggunakan injeksi bukan lagi karburator, mesin baru cenderung memiliki beberapa sensor bahan bakar.

"Bila bahan bakar yang digunakan tidak sesuai dengan batas minimal oktan, maka akan menyebabkan kerusakan pada sensor bahan bakar. Belum lagi, pada ruang bakar akan menyebabkan ausnya klep yang menjadi pintu masuk bahan bakar dan udara. Kalau klep sudah aus, maka kompresinya hilang beberapa persen. Tenaga mesin jadi lemah," terangnya.

Penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin, ternyata juga bisa membuat mesin mengeluarkan suara kasar. Hal itu bisa terjadi karena adanya detonasi atau knocking di ruang bakar.

Gas buang yang dihasilkan dari pembakaran mesin yang menggunakan bahan bakar premium juga dinilai tidak ramah lingkungan. Dari kasat mata, gas buang yang dikeluarkan cenderung berasap.

"Emisinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan BBM diatas RON 91. Lebih berasap. Karena pembakaran yang tidak sempurna itu," tutupnya. (tim)

Baca juga: Ketua DPD RI Minta Pemerintah Edukasi Masyarakat Sebelum Premium Dihapus

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini