Sedangkan Dadang, menurut istrinya, sudah dalam kondisi memeluk buaya tersebut.
"Untuk mempertahankan diri, suami saya memukul-mukul buaya itu. Pertama kena jari, kemudian badan, lalu terakhir kena mata buaya. Saat mencongkel matanya itulah, akhirnya dilepaskan dari buaya itu," kata Maryani yang mengatakan ukuran panjang buaya tersebut hampir empat meter dengan besaran lebih dari pelukan orang dewasa.
2. Buaya muncul di danau buatan dalam kota
Warga Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung kembali dihebohkan dengan kemunculan seekor buaya berukuran dua meter, Minggu (6/6/2021) silam.
Buaya tersebut muncul di Kolong Kepuh, Kelurahan Bacang, Kecamatan Bukit Intan.
Di sana lah, buaya menampakkan diri dan menjadi tontonan warga setempat.
Menurut Hairul (50) warga sekitar, ada dua ekor buaya dengan ukuran yang beragam di kolong itu.
Buaya kecil berukuran dua hingga tiga meter sedangkan buaya besar berukuran sekitar empat meter.
Keduanya kerap menampakkan diri ke permukaan dan tak jarang berjemur di daratan sekitar.
"Kemarin siang buaya muncul di sana (Kolong Kepuh-red) di atas gundukan pasir warnanya kuning kehitaman. Saya kira orang ramai-ramai ada kecelakaan ternyata ada buaya. Ukurannya sekitar dua meter. Banyak juga warga yang melintas memfoto buaya," ujar Hairul kepada Bangka Pos, Senin (7/6/2021) pagi.
Hairul mengatakan, buaya tersebut sering muncul saat banjir. Selain itu, pada malam hari buaya juga sering berenang dengan leluasa di Kolong tersebut.
Ia juga mengaku sering melihat buaya muara tersebut saat memancing ikan.
"Waktu saya mancing juga sering melihat buaya itu, kadang kepalanya saja yang terlihat di pinggiran kolong. Tetapi, setelah matanya saya sorot dengan senter buayanya langsung lari," terang dia.
Sementara itu, Ali (40) seorang pencari ikan di Kolong Kepuh mengaku terbiasa dengan kemunculan buaya tersebut.
"Sudah biasa buaya itu muncul. Kalau siang-siang begini saya sedang cari ikan kadang berenang ke hulu buayanya," kata Ali.
Lebih lanjut, apabila buaya tersebut muncul di dekatnya, Ali biasa langsung bergegas untuk meninggalkan perairan dan segera naik ke daratan.
"Kalau muncul di dekat saya, saya langsung naik ke atas biasanya kepala buaya terlihat saat berenang," ungkapnya.
Balakangan buaya di Kolong Kepuh dikabarkan telah berhasil ditangkap.
3. Penambang tewas diterkam buaya
Jasad Edi Pradesa (42), seorang penambang timah tradisional di Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, ditemukan dengan kondisi mengenaskan Minggu (13/6/2021).
Edi sebelumnya diterkam buaya ganas saat hendak menambang timah secara tradisional di sekitar Bendungan PICE.
Korban ditemukan Tim SAR Gabungan pukul 13.40 WIB tidak jauh dari Jembatan Sungai Lenggang.
Kemudian tubuh korban juga sudah tidak lengkap yaitu tangan kiri dan kaki kiri diduga dimakan buaya.
Sebelumnya, Edy diketahui ingin melimbang timah di tepian Bendungan Pice pukul 05.30 WIB.
Namun, tiba-tiba Edy diduga diterkam buaya dan dibawa ke tengah sungai.
Menurut keterangan warga, tetangga sekitar sempat mendengar teriakan korban dan warga sempat ingin mengejar dengan perahu namun terlanjur dibawa ke jauh.
Sebelumnya diberitakan, korban bernama Edi Pradesa.
Dia dilaporkan diserang buaya di Bendungan PICE, Kecamatan Gantung, Belitung Timur.
Edi dikabarkan diserang buaya dari belakang.
Peristiwa terjadi pada Minggu (13/6/2021) sekitar pukul 05.30 WIB.
4. Buaya Bikin Panik Penambang di Desa Nyelanding
Teror buaya juga terjadi di Kabupaten Bangka Selatan, Provinis Bangka Belitung.
Pada 15 Juni 2021 lalu, seekor buaya muncul di sela-sela aktivitas warga yang sedang beristirahat sewaktu menambang timah di Sungai Pukang Kikir Ulu Desa Nyelanding Kecamatan Air Gegas.
Sebuah akun sosial media di Facebook milik Bos Ey yang mengirimkan sebuah video yang di dalamnya menggambarkan ada seekor buaya berukuran lebih kurang dua meter tiba-tiba muncul di antara alat tambang milik warga pada Selasa, (15/6/2021).
Dalam video yang berdurasi 1,7 menit itu Bos Ey menceritakan jika ada seekor buaya yang tiba-tiba muncul di hadapan para penambang yang saat itu sedang beristirahat.
Dikonfirmasi melalui Pesan Whatsapp pada Rabu, (16/6/2021) malam, Pemilik Akun Bos Ey yang diketahui bernama asli Yanto menyebutkan jika kejadian ini terjadi pada Selasa, (15/6/2021) sekira Pukul 13.45 WIB.
"Buaya itu tiba-tiba muncul saat kami sedang beristirahat, buaya itu ternyata malah ke darat dan ada di sela-sela sakan warga," ujar Yanto.
Saat buaya itu masih berada di sekitar alat tambang warga, Yanto bersama dengan tujuh orang rekannya terpaksa harus menghentikan aktivitasnya dan menunggu hingga buaya meninggalkan lokasi para penambang beraktivitas.
Yanto mengakui jika di aliran Sungai Desa Nyelanding memang kerap ada buaya yang hilir mudik namun tidak sampai mendekati warga yang beraktivitas di tepian sungai.
"Buaya itu memang sudah sering muncul, tapi biasanya jauh dari kami, nah kemarin itu tiba-tiba muncul di sekitar kami," ujarnya.
Yanto mengakui saat mengetahui ada buaya yang muncul, dirinya bersama dengan tujuh rekannya panik bukan kepalang.
"Tentunya panik, karena selama ini kan tidak pernah muncul di dekat-dekat warga," terangnya.
Kepanikan muncul kembali disaat ia ingin berbilas pasca berkutat di tepian sungai setelah menambang.
"Ada juga waktu kami mau berbilas tiba-tiba muncul lagi buaya nya sehingga lagi-lagi kami harus bergerak cepat," ungkapnya.
Yanto mengakui dirinya bersama teman-temannya belum berkeinginan untuk menangkap buaya yang sempat membuatnya ketakutan.
Namun demikian, ia tetap mengingatkan kepada seluruh masyarakat maupun warga yang beraktivitas di tepian sungai untuk terus waspada dan berhati-hati.
5. Buaya yang serang penambang ditangkap dengan umpan ayam
Warga Dusun Jalan Baru Desa Kepoh dihebohkan dengan adanya penangkapan seekor buaya berukuran sekitar tiga meter pada Sabtu, (12/6/2021) sore lalu.
Buaya yang diduga telah menyerang warga saat bekerja tambang timah tungau di Sungai TPA Dusun Jalan Baru itu akhirnya berhasil ditangkap dengan cara dipancing menggunakan umpan seekor ayam.
Seorang warga Desa Kepoh, Andi Kusuma saat dikonfirmasi oleh Bangkapos.com pada Minggu, (13/6/2021) membenarkan adanya penangkapan buaya di sungai tersebut.
6. Buaya ganggu pemancing
Warga Pangkalpinang, Evan tak menyangka niatnya untuk mendapatkan ikan predator seperti toman dan gabus di rawa bekas alur air yang tak jauh dari aliran sungai di Kelurahan Tuatunu Kecamatan Gerunggang pupus.
Bukan ikan melainkan predator pemangsa yang disebut-disebut penguasa dua alam (air dan darat) yaitu buaya.
Sore itu Minggu (13/6/2021) sekitar pukul 15.30 WIB Evan tiba bersma sang kakak ke lokasi.
Seperti biasa, angler (pemancing) lokal yang memang sangat suka memancing langsung melakukan casting.
Lokasi ini sebenarnya bukan lokasi baru bagi Evan.
Dia dan sang kakak sudah sering datang dan mendapatkan ikan toman dan gabus.
Lokasi ini tidak begitu jauh dari kediamannya di Gandaria.
Setidaknya hanya dibutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk sampai ke lokasi.
"Deketlah, memang niat ngisi waktu santai (minggu)," kata Evan kepada bangkapos.com Senin (14/6/2021).
Casting pertama, Evan tak mendapatkan apa-apa.
Namun semua berubah ketika casting kedua dilakukan.
Umpan Evan disantap penghuni rawa.
Awalnya, dia senang dan bersemangat menggulung roll senar pancing.
"Pikirku toman, tarikannya mantap. Lagi asyik strike, aku lihat ada ekornya (buaya) hitam," ujar Evan.
Bukannya takut, Evan malah terus berupaya menarik senar pancing.
Dibantu sang kakak, Evan mengabadikan momen ini menggunakan kamera ponselnya.
Duel tarik menarik antara kakak Evan dan buaya yang disinyalir tidak begitu besar itu terjadi beberapa saat.
Meski tak besar, buaya itu tak mudah menyerah.
Hingga dekat pinggir rawa, buaya itu berontak dan berhasil melepaskan diri.
Ternyata, kail besi berukuran cukup besar itu patah.
"Buaya itu ngamuk, kail besiku patah. Ngeri buaya itu," ucap Evan.
Kejadian itu membuat Evan dan sang kakak memutuskan untuk berhenti memancing.
Keduanya memilih pulang.
Detik-detik menegangkan duel Evan dan buaya itu sempat direkam video ponsel.
Penampakan buaya sering terlihat di lokasi memancing yang tak jauh dari permukiman warga ini.
Evan dan sang kakak mengakui pernah beberapa kali kesempatan melihat secara langsung buaya berjemur.
Ukurannya pun bervariasi, mulai dari yang kecil satu meteran hingga empat atau lima meter.
"Ada pernah lihat (buaya), berjemur. Ukurannya paling besar sekitar empat atau lima meter," papar Evan.
Menurut Evan, lokasi ini memang berdekatan dengan aliran sungai kampak Tuatunu.
Aliran sungai ini memang menjadi habitat buaya yang sudah lama dikenal warga.
"Pernah kami mancing, ada anak-anak bilang jangan berisik ada buaya. Ternyata memang benar ada buaya di bawah pohon dekat pinggir aliran sungai. Ukurannya lumayanlah, jadi memang harus hati-hati," papar Evan.
Musim Kawin hingga Masalah Makanan
Kepala Resort Bangka, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, Septian Wiguna, mengatakan, konflik ini terulang kembali karena indikasi kuat tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya.
"Ini menjadi salah satu indikasi kuat bahwa adanya fragmentasi habitat buaya. Sehingga menimbulkan tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya dan juga semakin sedikitnya pakan alamiah buaya," jelas Septian Wiguna dikonfirmasi Bangkapos.com, Minggu (13/6/2021).
Disinggung, apakah buaya tidak ada lagi habitatnya sehingga menyerang manusia, ia mengatakan lebih tepat adanya fragmentasi habitat.
"Di mana habitat buaya terpotong oleh adanya aktivitas-aktivitas di sana. Salah satunya pertambangan timah. Habitat asli buaya kan di sungai, apabila keberadaannya misalnya di kolong eks tambang itu sudah mengarah pada ciri-ciri fragmentasi habitat," jelasnya.
Septian menambahkan, pihaknya saat ini kesulitan untuk melakukan upaya konservasi.
"Terus terang, saat ini kami kesulitan untuk melakukan upaya konservasi. Idealnya adalah ada satu lokasi sebagai zona hidup buaya yang dialokasikan khusus dan jauh dari jangkauan/aktivitas manusia," kata Septian.
Namun, menurutnya di Bangka Belitung rata-rata sungai yang ada merupakan wilayah hidup masyarakat yang menjadi kesulitan BKSDA.
"Sehingga kami mengajak semua pihak untuk duduk bersama memikirkan solusi, BKSDA dan Alobi tidak dapat bergerak sendiri. Perlu ada dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dalam penanganan konflik buaya ini,"terangnya.
Ia memberikan saran untuk merencanakan ulang tata ruang sehingga yang aman bagi manusia dan aman bagi keberlangsungan hidup buaya.
Hellen Kurniati, Peneliti utama Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesa (LIPI) seperti dikutip dari nationalgeographic.grid.id, mengatakan bahwa penyebab buaya menyerang manusia adalah karena buaya kehilangan pakan alaminya.
Ketika wilayah yang ditinggali buaya mengalami penurunan jumlah makanan, maka buaya akan mencari wilayah baru yang mampu menjamin keberlangsungan hidup mereka.
Buaya merupakan predator yang menargetkan hewan dengan ukuran lebih kecil dari ukuran tubuh mereka.
Hewan yang menjadi incaran mereka adalah ikan, burung, reptil, dan mamalia kecil.
Sedangkan reptil yang memangsa mamalia besar adalah aligator.
Baik buaya maupun aligator, mereka hanya menyerang ketika ada objek yang bergerak di sekitarnya.
Pembangunan wilayah yang mengalihfungsikan kawasan habitat buaya juga berdampak pada jumlah makanan buaya.
Karena pembangunan, habitat alami buaya terganggu dan buaya menjadi mudah bersinggungan dengan manusia secara langsung.
Dilansir dari laman BBC, Rick Langley dari dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan North Carolina di Raleigh, mengatakan bahwa serangan buaya cenderung menjadi lebih umum karena populasi manusia dan buaya semakin meningkat.
Sedangkan pembangunan yang dilakukan oleh manusia semakin gencar dilakukan dan merambah habitat buaya.
Tidak hanya populasi, musim juga mampu menjadi faktor pemicu agresifitas buaya.
Musim kemarau merupakan musim kawin bagi buaya, sehingga beberapa jenis dari mereka akan menjadi lebih sensitif dan mudah menyerang.
Sebenarnya, manusia bisa saja berdampingan dengan buaya tanpa harus menimbulkan masalah.
Selama aturan-aturan yang sudah ditegakkan dipatuhi oleh manusia.
"Hidup berdampingan dengan predator besar berbahaya mengharuskan kita untuk memahami perilaku mereka dan menjaga perilaku saat berada di sekitar mereka," ucap Simon Pooley dari Birkbeck College, University of London.(Kompas.com/Bangka Pos/Iwan Satriawan)
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Serangan Buaya yang Menelan Korban Jiwa Semakin Sering Terjadi di Babel, Ini yang Jadi Penyebabnya