Laporan Wartawan Tribun Jateng Desta Leila Kartika
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warung Tegal (warteg) keberadaannya hampir bisa ditemui di tiap daerah tak terkecuali Kota Besar seperti Jakarta.
Warteg identik dengan "wong Tegal" karena mayoritas pemiliknya adalah warga Tegal yang merantau kemudian membuka usaha warteg.
Salah seorang yang sukses dalam bisnis ini adalah Sayudi.
Kerja kerasnta selama puluhan tahun kini dia memiliki 700 warteg di seluruh Indonesia.
Saat dihubungi Tribunjateng.com via sambungan telepon karena yang bersangkutan sedang menetap di Cilandak Jakarta Selatan, Yudi menceritakan kisahnya sejak awal merintis usaha warteg sampai bisa mencapai titik sekarang ini.
Yudi merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara, kedua orangtuanya sang ayah bernama H. Sobari dan ibu Hj. Soliha sudah meninggal dunia.
Semasa hidup, kedua orangtua Yudi juga merantau di Jakarta bamun tidak membuka warteg melainkan usaha yang lain yaitu membuka warung kopi.
Saat Yudi lahir, kedua orangtuanya sudah kembali ke kampung halaman di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.
Baca juga: Pengunjung Pasar, Mal, Hingga Warteg di Jakarta Wajib Sudah Vaksin, Ini Aturan Terbaru PPKM di DKI
Singkat cerita, Yudi kecil tidak mau melanjutkan sekolah dan hanya tamat SD.
Ia berpikir jika hidup di Jakarta jauh lebih enak karena uang jajan lebih banyak sedangkan dia sendiri yang anak seorang petani di Desa uang saku paling hanya 5 perak saat itu.
Ketika jajan uang yang dipunya hanya cukup untuk jajan, semisal es atau gorengan saja.
Dari situlah Yudi kecil beranggapan bahwa hidup di Jakarta itu enak dan terkesan memiliki banyak uang.
Akhirnya ia menolak untuk melanjutkan sekolah dan lebih memilih ingin merantau ke Jakarta mencari uang.
Di usianya yang masih cukup muda, Yudi mengerjakan apa saja, termasuk menjadi penjual asongan sebelum akhirnya ia memutuskan membuka warteg pinggir jalan di daerah Cilandak.
"Saya lulus SD usia 14 tahun, kemudian dua tahun membantu orangtua bertani di rumah, kemudian memutuskan merantau ke Jakarta.
Berbekal tekad dan niat saya awal tiba di Jakarta pernah jadi penjual asongan.
Kemudian singkat cerita, tahun 1995 saya menikah, kemudian membuka warteg di pinggir jalan karena belum ada modal.
Akhirnya saya punya modal Rp 500 ribu, kemudian pinjam di saudara Rp 3 juta, di bank Rp 3 juta, terkumpul Rp 6,5 juta.
Saya pakai untuk membeli warung, itupun joint dengan teman dan buka warteg di sana. Itulah cikal bakal usaha warteg Kharisma Bahari milik saya," ungkap Yudi, pada Tribunjateng.com, Senin (9/8/2021).
Awal membuka warteg pada tahun 2000, Yudi mengaku tidak langsung memberikan nama Kharisma Bahari.
Nama tersebut baru dipakai setelah ia membuka cabang yang ketiga sekitar tahun 2009 kemudian semakin berkembang di tahun 2010.
Bahkan saat ini warteg milik Yudi sudah menjadi grup yang diberi nama WKB group yang di dalamnya berisi beberapa cabang usaha lain namun masih berhubungan dengan warteg.
Tidak hanya memiliki cabang warteg di Jabodetabek, Yudi juga membuka di daerah lain seperti Bandung, Semarang, Purwokerto, Kudus, dan terakhir di Palembang.
"Saat ini jumlah cabang Warteg Kharisma Bahari kurang lebih ada 700-an warteg. Kalau bahas omzet tiap cabang tentu berbeda sesuai lokasinya juga. Jadi kadang ada yang omzet Rp 1 juta, ada yang omzet Rp 1 juta - Rp 5 juta. Yang lebih dari angka tersebut juga ada. Jadi ya relatif kalau bahas masalah omzet. Selain itu rata-rata karyawan yang biasa di warteg paling tidak ada lima orang, dan pengelola utama tentu saya dan isteri," ujarnya.
Yudi memiliki tiga orang anak, yang pertama lulusan S1 sudah menikah sedangkan anak kedua masih SMA dan anak ketiga masih SD.
Dari ketiga anaknya, menurut Yudi yang kemungkinan menjadi penerus usahanya atau yang memiliki minat di bidang usaha adalah si sulung atau anak pertama.
Hal ini bisa dilihat karena setelah lulus S1, Yudi menyarankan untuk lanjut pendidikan, namun sang anak menolak dan mengatakan bahwa ia ingin menjalankan usaha saja sama seperti bapaknya (Yudi).
Baca juga: Pengelola Warteg Ini Siap Ikuti Aturan Pemerintah Jalani Vaksinasi Covid-19
Saat ini, Yudi dan kekuarganya tinggal di daerah Cilandak Jakarta Selatan, namun sesekali pulang ke kampung halaman di Desa Sidakaton, RT 04/RW 04, nomor 18, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal entah sebulan sekali atau beberapa bulan sekali.
"Kunci sukses menurut saya yaitu menjadi diri sendiri, jadi tidak perlu meniru orang lain atau sesuatu yang sudah ada. Kita cukup menjadi diri sendiri dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Selain itu, jangan pernah takut untuk memberikan semacam promo, dan paling penting ketika melihat seseorang sukses berhasil jangan malah dibully tapi cari informasi kenapa bisa seperti itu apalagi jika memiliki usaha di bidang yang sama katakan warteg," jelasnya.
Memiliki anggapan bahwa pendidikan adalah penunjang tapi bukan penjamin sesorang menjadi sukses, karena kesuksesan kembali lagi pada masing-masing individu.
Dengan kata lain orang yang memiliki pendidikan rendah belum tentu akan selalu bodoh dan miskin ataupun sebaliknya.
Maka Yudi pun menganggap sekolah adalah penunjang, tapi bukan penentu kesuksesan seseorang.
Meski demikian, ia tetap menginginkan anak-anaknya menimba ilmu setinggi-tingginya, sesuai minat mereka masing-masing.
Hobi menyanyi
Selain disibukkan mengurus usaha warteg miliknya, Yudi juga diketahui mengisi waktu luang dengan membuat video musik.
Dalam vidoe musik itu, ia sendiri menjadi model pemerannya kemudian diposting di channel Youtube bernama Kharisma Bahari Official.
Saat ditanya ia mengaku hanya sekedar hobi sekaligus memanfaatkan untuk sarana promosi Warteg Kharisma Bahari.
Karena setiap video pasti muncul tulisan Kharisma Bahari sehingga bisa dijadikan ajang promosi.
Sedangkan untuk Filosofi nama Kharisma dipilih, menurut Yudi, melalui nama tersebut ia ingin mengubah image yang selama ini ada di masyarakat yang menilai warteg itu kumuh atau kurang bersih.
Sehingga melalui kharisma Yudi juga ingin menunjukan bahwa warteg nya berbeda dan jauh dari kesan "kumuh, jorok" inilah yang menjadikan warteg nya diminati masyarakat.
"Adanya pandemi Covid-19 dan PPKM tentu berpengaruh terhadap usaha saya, tapi ya bagi saya yang penting masih bisa bayar karyawan, kontrak tempat, dan lain-lain. Ya mau bagaimana lagi memang sedang seperti ini kondisinya. Kalau bahas menu masakan di warteg saya ya sama saja dengan yang lain, tapi yang membedakan dicara penataan dan kebersihannya, itu yang menjadi pembeda dan saya tonjolkan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Sayudi Pemilik Warteg Kharisma Bahari, Sukses Punya Ratusan Cabang, Kuncinya: Jadi Diri Sendiri