“Pemerintah harus memberikan penghargaan kepada Petani, Dana Bagi Hasil Tembakau harus untuk kesejahteraan Petani Tembakau. Bahkan, Pemerintah harus turun tangan menjaga harga tembakau agar tetap stabil, dan menguntungkan para petani tembakau. Bantuan dan pembekalan terhadap petani tembakau sangat dibutuhkan petani saat ini,” tuturnya.
“Pemerintah jangan menaikkan cukai rokok, tetapi harus ada sinergi antar lembaga baik pemerintah maupun petani termasuk asosiasi,” sambungnya.
Lalu, Ketua APTI Jawa Barat, Nana Suryana mengatakan regulasi tembakau itu merugikan petani tembakau dalam negeri sementara impor tembkau dari luar negeri tanpa pajak.
Bahkan tembakau di Indonesia merupakan barang yang diatur dan diawasi peredarannya.
“Tembakau yang di Indonesia bisa tumbuh di China, sedangkan pemerintah Indonesia impor tembakau dari China,” katanya.
“Tembakau bukan tanaman yang dilarang tetapi tanaman yang di diskriminatif,” sambungnya.
Menurut Nana, budidaya tanaman tembakau merupakan warisan budaya bangsa yang patut dilestarikan.
Tembakau ini menjadi penunjang perekonomian keluarga. Bahkan pendapatan negara sangat besar dari tembakau.
Sementara itu, kata Asep Suherman, ada beberapa petani tembakau di Jawa Barat yang tersebar di Garut, Sumedang, Majalengka, dan Bandung.
Sebanyak Rp 124 milliar pendapatan tembakau di Jawa Barat.
Jawa Barat lebih dikenal dengan Tembakau Mole.
“Sebagai Anggota DPRD Jawa Barat, kebetulan di Komisi II, saya mengontrol betul terkait kebijakan tembakau ini,” tukasnya.
Menurutnya, penggunaan DBHCT di Jawa Barat mengacu pada 50% kesehatan, 30% sosial, 15% untuk Petaninya.
Harusnya DBHCT diperuntukkan bagi daerah-daerah produksi petani tembakau.