Ia menjelaskan, hingga saat ini status dua bocah itu masih didalami.
Sebab dalam menetapkan status hukum keduanya membutuhkan kajian dari berbagai pihak.
Entah itu dilakukan oleh Badan Pemasyarakatan (Bapas) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2).
"Artis dalam video ini, masih dalam penyelidikan. Nanti pertanggung jawaban mereka tentu ada penelitian dari Bapas atau P2TP2," ucap Laorens.
Baca juga: Selidiki Video Viral Kecelakaan Vanessa Angel dan Suaminya, Polisi Minta Publik Tak Berspekulasi
KPPAD Bali sebut pemeran sebagai korban
Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, kedua pemeran video hubungan intim tersebut masih pelajar dan dapat dikategorikan sebagai korban.
"Untuk kasus video dewasa di Gianyar ini dengan kepolisian kita pastikan anak ini adalah korban kemudian videonya tersebar di mana-mana. Memang dia ada kesalahan, tapi seharusnya dibina ya bukan dipidana," ucapnya, Senin.
Selain kedua anak tersebut, orangtua dan sekolah akan diberikan pembinaan karena anak tersebut masih mengenyam pendidikan.
Banyaknya situs dewasa yang mudah diakses oleh anak-anak membuat salah satu alasan mengapa bisa terjadi kasus kekerasan seksual kepada anak.
"Banyak sekali situs-situs dewasa. Selain itu kita sangat minim literasi media untuk anak-anak. Ketika memberikan gadget kan tidak ada informasi bagaimana menggunakan dan dikhawatirkan bisa mengakses informasi-informasi tidak layak," tambahnya.
Baca juga: Viral NIK dan KK Dijual Rp 100 Ribu, Dirjen Dukcapil: Kami Cek Bocornya Darimana
Selanjutnya, ia juga memohon kepada dinas-dinas terkait agar melakukan take down (menurunkan) tayangan atau informasi yang bukan untuk anak-anak.
"Semoga dinas-dinas terkait bisa melihat agar jika ada yang tidak pantas bisa di-take down segera agar tidak ada anak-anak yang menonton konten-konten negatif dan ditiru. Selain itu juga memperhatikan pola asuh anak pada keluarga. Intinya dari pusat sendiri bagaimana agar anak-anak kita terlindung dari konten negatif," paparnya.
Untuk faktor-faktor penyebabnya selain pada mudahnya mengakses konten dewasa, Yastini menilai juga kurangnya pengawasan dari keluarga.
Lalu anak-anak ini melihat dan meniru apa yang mereka lihat dan dengar.