"Bisa saja kehilangan keseimbangan diterpa angin kencang, bahkan bisa juga terjebak eceng gondok kalau lewat danau. Jadi mau lewat darat maupun jalur air tetap ada resiko," ujarnya.
Sebelumnya, Unan mengabdi sebagai guru honorer selama 20 tahun di SDN dan SMPN Satu Atap 1 Parungbanteng, Unan diketahui lulus tes CPNS dan berhasil diangkat jadi PNS pada tahun 2010.
Tak hanya Unan yang mengalami kondisi tersebut, guru lain dan siswa lain juga mengalami hal serupa dengan Unan.
Baca juga: 23 Orang Terjebak di Waduk Jatiluhur Purwakarta, Perahu Tersangkut Eceng Gondok
Akibat kondisi tersebut, Unan mengaku tak jarang ia terlambat datang ke sekolah. Sebab kondisi akses yang ia lalui juga terbilang tidak ramah.
Kendati demikian, Unan mengaku tak kehilangan semangat dalam menunaikan tugasnya untuk mencerdaskan anak bangsa.
"Tetap harus kami jalani karena ini sudah menjadi kewajiban kami, bagi kami tidak ada kata rintangan, yang ada hanya tantangan," ujarnya.
Unan berharap, pemerintah dan pihak terkait bisa melihat kondisi yang terjadi di SDN dan SMPN Satu Atap 1 Parungbanteng, sebab kondisi mereka jauh tertinggal dibanding sekolah-sekolah lain di sekitar perkotaan.
"Pemerintah lebih tahu seharusnya fasilitas pendidikan yang layak seperti apa. Kami boleh di bilang ada di Papuanya Kabupaten Purwakarta, kedepan mungkin pemerintah akan lebih membuka mata," kata Unan.
Unan dan guru lainnya juga berharap ada motor dinas yang diberikan sesuai dengan medan jalan dan letak geografis.
"Motor bebek saya sudah tua, sering mogok, maklum kondisi jalan seperti ini dan jarak tempuh lumayan jauh, kalau ada motor dinas sesuai kondisi mungkin tidak terlalu kerepotan," ucapnya. (Penulis: Irvan Maulana)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Perjuangan Unan, Guru di Purwakarta Setiap Hari ke Sekolah Lewati Jalan Licin Berbatu dan Lumpur