TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu yang lalu media sosial Twitter sempat ramai yaitu dengan tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman.
Kedua tagar tersebut merupakan buntut dari adanya aksi kejahatan jalanan yang disebut klitih (Bahasa Jawa: Klithih) di Yogyakarta.
Bahkan pada saat pergantian tahun, Sabtu (1/1/2022) klitih kembali terjadi di Yogyakarta dan menimpa warga Kampung Bausasran, Danurejan, Kota Yogyakarta berinisial HAD (19).
Dikutip dari Tribun Jogja, kronologi kejadian tersebut berawal ketika HAD sedang perjalanan pulang setelah merayakan pergantian tahun di Pantai Parangtritis.
Baca juga: Kekurangan Ruang Berekspresi Remaja Yogya Bisa Tergelincir ke Aksi Klitih
Baca juga: Petaka Pagi Buta, Remaja Dibacok Klitih di Jalan Kaliurang
Lalu saat sampai di Jalan Gajah Mada, korban berpapasan dengan rombongan pelaku dengan menodongkan sebilah clurit.
Akibatnya, HAD pun menjadi korban dengan luka bacok sepanjang 10 sentimeter dan harus mendapat tiga jahitan.
Lalu apa itu klitih dan bagaimana sejarahnya? Berikut penjelasannya dikutip dari berbagai sumber.
Definisi Klitih
Dikutip dari Tribunnewswiki.com, klitih sebenarnya tidak mempunyai makna negatif dan merupakan istilah yang merujuk pada gerombolan muda-mudi yang sebenarnya sedang nongkrong.
Lalu, menurut pemberitaan Kompas pada 18 Desember 2016, kata klitih tidak berdiri tunggal tetapi kata ulang yakni klithah-klithih.
Kata ini dimaknai berjalan bolak-balik agak kebingungan yang mana merujuk pada Kamus Bahsa Jawa SA Mangunsuwito.
Hal ini diperjelas oleh pakar Bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Pranowo.
Ia memberikan penjelasan jika klithah-klithih tergolong dalam kategori dwilingga salin suara atau kata ulang.
“Dulu, kata klithah-klithih sama sekali tidak ada unsur negatif, tapi sekarang dipakai untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas.”