TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Mantan Bupati Labuhanbatu Selatan H Wildan Aswan Tanjung minta dibebaskan usai dituntut 1 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (17/1/2022).
WildanDidakwa turut menerima uang korupsi biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan.
Wildan dalam pledoinya, meminta supaya majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Wildan bahkan mengaku telah membuat nota pembelaan sendiri sebanyak 37 halaman.
"Sesungguhnya saya sudah membuat nota pembelaan (Pledoi) 37 halaman, tapi untuk menghemat waktu telah saya ringkas, jadi saya bacakan poin-poinnya saja," kata Wildan.
Kepada Majelis Hakim yang diketuai Saut Maruli Tua, Wildan meminta supaya hakim membebaskannya dengan alasan semua uang yang diterimanya telah dikembalikan.
Baca juga: Ingin Hentikan Kasus Istri yang Terjerat Korupsi, Pria Asal Madura Ini Justru Jadi Korban Pemerasan
"Saya bermohon kepada Yang Mulia agar dibebaskan dari segala tuntutan JPU.Saya sudah mengembalikan semua uang," ucapnya.
Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robertson Pakpahan menilai, terdakwa Wildan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 1,9 miliar.
JPU menuntut Wildan dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, denda Rp 100 juta, subidar 3 bulan kurungan.
Dikatakan JPU terdakwa terbukti bersalah sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sebelumnya dalam dakwaan Jaksa Robertson Pakpahan menyebutkan Mantan Bupati Labuhanbatu Selatan (Labusel) dua periode H Wildan Aswan korupsikan uang biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan dari pemerintah pusat hinggga rugikan negara sebesar Rp 1.966.683.208.
Dikatakan jaksa, bahwa uang insentif pemungutan PBB tersebut digunakan terdakwa bersama sejumlah stafnya sebagai tambahan penghasilan.
Baca juga: Kuasa Hukum Tuding Erick Thohir Giring Opini Emirsyah Satar Dalam Dugaan Korupsi Garuda Indonesia
Bahwa perbuatan tersebut dilakukan pada tahun anggaran 2013 hingga 2015, saat Pemkab Labusel menerima biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan dari pemerintah pusat yang nilai per tahunnya miliaran rupiah.
Namun, kata Jaksa biaya Pemungutan PBB dari sektor Perkebunan tahun anggaran 2013 hingga 2015 yang diterima oleh Kabupaten Labusel tersebut, ternyata oleh terdakwa H Wildan Aswan selaku bupati, bersama dengan Marahalim Harahap dan Salatielo Laoli telah digunakan secara melawan hukum yaitu untuk memperkaya diri.
"Pada tanggal 23 Mei 2013 terdakwa H Wildan Aswan Tanjung selaku Bupati Labuhanbatu Selatan bersepakat menggunakan dana insentif PBB sektor Perkebunan yang diterima oleh Kabupaten Labuhanbatu Selatan tersebut bersama dengan saksi Marahalim Harahap dan saksi Salatieli Laoli seebagai tambahan penghasilan," kata Jaksa.
Padahal menurut JPU, mereka mengetahui bahwa Pemkab Labusel tidak memiliki tugas dan kewenangan untuk menerima atau menggunakan dana insentif sebagai tambahan penghasilan, dikarenakan kegiatan pemungutan PBB Sektor Perkebunan adalah tugas dan kewenangan dari pemerintah Pusat dalam hal ini direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian, lanjut JPU, untuk melaksanakan keinginan menggunakan dana insentif PBB sektor Perkebunan sebagai tambahan penghasilan, terdakwa H Wildan Aswan Tanjung menandatangani Surat Perintah Bupati Labuhanbatu Selatan Nomor : 821.24/1165/BKD/II/2013 yang mengangkat terdakwa Marahalim Harahap sebagai Plt. Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labusel.
Dalam peraturan Bupati tersebut, dijelaskan tentang penggunaan dan tata cara penyaluran biaya pemungutan PBB, menyebutkan pembagian biaya insentif pemungutan Pajak PBB untuk sektor Perkebunan dan Perhutanan ada bagian bupati sebesar 25 persen, wakil bupati 15 persen, sekda 15 persen dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah 45 persen.
"Pemungutan PBB Sektor Perkebunan sebagai insentif telah melanggar asas kepatutan dan manfaat bagi masyarakat dimana sesuai dengan defenisi, insentif pemungutan pajak dan retribusi adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi.
Baca juga: Jokowi hingga Panglima TNI Dukung Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana
Sementara, daerah tidak memiliki peran dan tidak ada melakukan pemungutan Pajak PBB sektor Perkebunan," kata JPU.
Namun oleh terdakwa bersama rekannya, tetap memanfaatkan biaya pemungutan Pajak PBB dari sektor Perkebunan tersebut untuk dibagi-bagi sebagai insentif kepada pejabat daerah Kabupaten Labusel dan pegawai negeri di lingkungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labusel.
Sama halnya dengan anggaran 2014 dan 2015, hanya saja jumlah persen tiap penerima ada yang mengalami perubahan.
Akibatnya, kata Jaksa terdakwa, secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau sebesar Rp 1.966.683.208,00.
(Gita Nadia Putri br Tarigan)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Buat Pledoi 37 Halaman, Eks Bupati Labusel Memelas Minta Dibebaskan