TRIBUNNEWS.COM - Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip kembali masuk bui.
Sri Wahyumi divonis empat tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado, Selasa (25/1/2022).
Dirinya terbukti menerima gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014-2019.
Dengan adanya vonis tersebut, Sri Wahyumi harus kembali meringkuk dan merasakan dinginnya jeruji besi.
Baca juga: Sri Wahyumi, Eks Bupati Talaud Ini Kembali Masuk Bui, Berikut Rekam Jejaknya
Baca juga: Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip Divonis 4 Tahun Penjara
Sebab sebelumnya, Sri Wahyumi telah dipenjara karena terbukti menerima suap selama dua tahun.
Ia baru dibebaskan pada April 2021 setelah mendekam di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Kini, belum ada setahun pasca-kebebasannya, mantan bupati yang dikenal kontroversial ini kembali dibui.
Lantas, seperti apa sosok Sri Wahyumi Maria Manalip?
Baca juga: Rekam Jejak Sri Wahyumi, Eks Bupati Talaud yang Kembali Masuk Bui, Pernah Ngamuk saat Dijemput KPK
Baca juga: Profil Eks Bupati Talaud, Sri Wahyumi, Baru Setahun Bebas Kini Masuk Bui karena Terima Gratifikasi
Berikut profil Sri Wahyumi Maria Manalip serta kasus yang pernah menjeratnya, seperti dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Sosok Sri Wahyumi Maria Manalip
Sri Wahyumi Maria Manalip lahir di Talaud, 8 Mei 1977.
Ia merupakan anak dari pasangan Jutrianto Manalip dan Kasih Talengkara.
Sri Wahyumi merupakan lulusan Sarjana Ekonomi yang memilih dunia politik sebagai kariernya.
Ia pun terpilih menjadi Bupati Kepulauan Talaud setelah mengikuti Pilkada 2013.
Selain dikenal sebagai bupati, Sri Wahyumi juga merupakan istri seorang hakim di Pengadilan Tinggi Manado bernama Armindo Pardede.
Armindo pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Manado pada periode 2013-2014.
2. Pindah-pindah Partai
Dikutip dari Kompas.com, saat maju di Pilkada 2013, Sri Wahyumi mengaku didukung Partai Gerindra, Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), dan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN).
Namun, PPRN menyatakan, tak pernah mendukung pencalonan Sri Wahyumi Maria Manalip.
Akibatnya, tiga orang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Talaud dipecat oleh DKPP karena dianggap tidak teliti.
Setelah menang di pilkada yang sempat tertunda itu, Sri Wahyumi Maria Manalip kemudian bergabung dengan PDIP dan meninggalkan Gerindra.
Ia pun dipercaya sebagai Ketua DPC PDIP Talaud.
Tak lama kemudian, hubungan Sri Wahyumi Maria Manalip dengan PDIP retak dan tak pernah menghadiri rapat-rapat partai.
Bahkan saat Ketua Umum PDI-P Megawati menggelar rapat koordinasi.
Akibatnya, Ketua DPD PDIP Sulut, Olly Dondokambey berang dan mencopot Sri Wahyumi Maria Manalip dari jabatannya sebagai Ketua DPC PDIP Talaud.
Pada Pilkada 2018, Sri Wahyumi Maria Manalip kembali maju sebagai calon bupati Talaud lewat calon perseorangan alias independen.
Ia maju bersama Gunawan Talenggoran. Namun, dia kalah oleh pasangan Elly Lasut-Mohtar Parapaga memenangi Pilkada Talaud.
Kemudian Sri Wahyumi Manalip meloncat dari PDIP ke Partai Hanura. Dia menjabat sebagai Ketua DPC Hanura Kabupaten Talaud.
3. Sosok Kontroversial
Sri Wahyumi Maria Manalip juga dikenal sebagai sosok yang kontroversi dan kerap 'bermasalah.'
Pertama, pada 2015, Gubernur Sulawesi Utara saat itu, Sinyo Harry Sarundajang pernah memberi teguran kepada Sri Wahyumi.
Teguran diberikan karena sebagai Bupati, Sri Wahyumi Maria Manalip menjalankan APBD yang tidak sesuai dengan yang dikonsultasikan ke Tim TAPD Pemprov Sulut.
Kedua, Sri Wahyumi pernah diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Tjahjo Kumolo karena melakukan perjalanan ke Amerika Serikat tanpa izin.
Saat itu, Sri Wahyumi mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) di AS selama tiga minggu dan pulang 13 November 2017.
Sri Wahyumi beralasan tidak minta izin karena waktu yang mepet, menggunakan paspor hijau, dan dana sendiri.
Atas tindakannya, Sri Wahyumi diberhentikan selama tiga bulan pada 2018.
Masalah ketiga adalah mutasi PNS besar-besaran yang dilakukan Sri Wahyumi setelah kalah pada Pilkada Talaud 2018.
Saat itu, Sri Wahyumi Maria Manalip me-nonjob-kan lebih dari 300 ASN eselon II, III dan IV.
Padahal, undang-undang melarang kepala daerah melakukan mutasi selepas pilkada.
Akibatnya, Sri Wahyumi kembali berseteru dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ulah kontroversial yang dilakukan Sri Wahyumi lainnya adalah meninggalkan daerah setelah kalah dalam Pilkada Talaud 2018 selama 11 hari.
4. Kena OTT KPK
Kemudian pada April 2019, Sri Wahyumi Maria Manalip terciduk operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Penangkapan ini terjadi hanya beberapa bulan sebelum Sri Wahyumi menanggalkan jabatannya sebagai Bupati Talaud.
Sri Wahyumi ditangkap atas dugaan penyalahgunaan APBD tahun 2018 Kabupaten Talaud.
Dia ditangkap berkaitan dugaan suap-menyuap terkait revitalisasi pasar di wilayahnya.
Setelah kasus ini naik di persidangan, Sri Wahyumi divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan.
Namun oleh Mahkamah Agung (MA), vonis tersebut dipotong menjadi dua tahun penjara setelah Sri Wahyumi mengajukan peninjauan kembali (PK).
Ia pun dieksekusi Jaksa KPK pada 26 Oktober 2020 dan dijebloskan ke Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Setelah menjalani hukuman, Sri Wahyumi keluar dari Lapas Wanita Tangerang pada 28 April 2021.
Namun sehari kemudian yaitu pada 29 April 2021, KPK kembali menangkap Sri Wahyumi dan menjadikannya tersangka.
Adapun perkara yang menjerat Sri Wahyumi adalah pengembangan dari kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.
5. Divonis 4 Tahun
Terbaru, Sri Wahyumi divonis empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Manado.
Dalam sidang, hakim menyatakan, mantan Bupati Talaud 2014-2019 itu terbukti memperkaya diri.
Sri Wahyumi menerima gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada saat menjabat.
Majelis hakim mengatakan, antara pertengahan 2014 dan 2017, Sri Wahyumi menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha.
Selama itu, dia terbukti menerima Rp 9.303.500.000 melalui empat ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa.
Selain pidana empat tahun penjara, Sri Wahyumi Manalip juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan tiga bulan.
Lalu Sri Wahyumi Manalip juga diminta membayar uang ganti rugi sebesar Rp 9.303.500.000.
Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Sri Manalip disita negara untuk dibayarkan sebagai uang ganti rugi.
"Kalau harta masih tidak cukup untuk membayar ganti rugi, maka akan diganti hukuman penjara selama dua tahun," kata hakim Djamaludin.
Kemudian rumah yang baru saja dibeli oleh Sri Wahyumi Manalip di Perumahan Citra Grand Blok Q, Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat juga disita negara.
Terhadap vonis itu, Sri Wahyumi dan tim kuasa hukum menerima putusan hakim.
Setelah persidangan Sri Manalip mendatangi ketiga anaknya dan sanak saudara yang hadir, memeluk mereka satu per satu.
Ketiga anak dan sanak saudara yang hadir pun tak kuasa menahan tangis mendengar putusan hakim.
"Nggak papa, cuma empat tahun," ucap Sri Manalip.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (TribunManado.com/Isvara Savitri) (Kompas.com/Irfan Kamil)