Oleh Fulia Aji Gustaman
Sosiolog Unnes
Masih adanya penyedia jasa joki skripsi atau penelitian di Indonesia, tidak terlepas dari masih adanya mahasiswa atau dosen yang membutuhkannya.
Namun memang joki skripsi tersebut tidak secara gamblang mengiklankan jasanya.
Sebenarnya ada banyak faktor yang membuat jasa joki skripsi atau penelitian masih ada. Satu hal yang utama karena kompetensi dari pengguna jasa yang masih kurang dalam menyelesaikan tugas akhir.
Terlebih mindset anak muda sekarang suka yang serba instan. Tidak mau menjalani proses yang terlalu ribet bagi mereka. Padahal, marwah dari pencapaian gelar ada di tugas akhir yang dikerjakan sendiri.
Namun, ada pula yang beralasan tidak bisa mengerjakan skripsi karena tidak memiliki waktu luang.
Hal itu karena ada beberapa mahasiswa yang sudah bekerja padahal belum lulus kuliah.
Itu tidak bisa jadi alasan. Karena tugas akhir, penelitian, maupun skripsi sudah jadi tanggung jawab seorang mahasiswa ketika sudah memuncaki semester akhir.
Pola-pola pemikiran semacam ini yang seharusnya lembaga atau pihak kampus edukasi kepada mahasiswanya.
Menggunakan jasa joki skripsi atau penelitian juga sangat rawan plagiarisme. Sebab, terkadang karena banyaknya skripsi yang sedang dikerjakan, mereka cenderung copy paste dari penelitian sebelumnya.
Terutama pada bagian metodologi, karena dianggap judul penelitian yang diambil hampir sama. Jangan sampai justru skripsi yang sudah dikerjakan selama berbulan-bulan berbuah sia-sia.
Mahasiswa yang akhirnya memasrahkan skripsinya kepada joki, juga bisa karena faktor dosen pembimbing. Jangan sampai dosen pembimbing justru membuat para mahasiswa jadi putus asa.
Setidaknya berikan mereka solusi ketika menemukan jalan buntu. Jangan hanya menuntut mahasiswa untuk bisa menemukan data yang dibutuhkan, sedangkan tidak dibantu prosesnya.
Jika kampus dan dosen pembimbing bisa mengarahkan mahasiswanya dengan baik, maka akan semakin banyak yang sadar. Karena apapun hasilnya jika dikerjakan sendiri maka akan lebih bermakna.(afn)
Baca juga: Joki Pembuat Skripsi Marak saat Pandemi, Lestari Tak Ragu Bayar Rp 4 Juta