TRIBUNNEWS.COM, MANOKWARI - Terinspirasi dengan sosok Lamek Dowansiba yang menjadi founder dari 24 komunitas rumah baca di Papua Barat, Henok Ayaumen tergerak untuk ikut membantu menuntaskan buta aksara di daerahnya.
Ya, Henok Ayaumen, pemuda yang baru berusia 26 tahun asal asal suku Sougb Arfak ini sangat ingin di daerahnya tak ada lagi yang buta aksara.
Karena itu Henok Ayaumen mendirikan sebuah rumah baca di tanah kelahirannya, Kampung Dugrijmog, Distrik Didohu, Kabupaten Arfak, Papua Barat.
Rumah baca yang didirikannya diberi nama Sijo yang diambil dari bahasa Arfak. Sijo artinya 'terimakasih'.
Baca juga: Soal 3 DOB Papua, NasDem Harap Pemerintah Segera Terbitkan Perppu Terkait Pemilu 2024
Sijo adalah satu-satunya rumah baca di Kampung Dugrijmog yang didirikan Henok setahun lalu.
Untuk menuju ke rumah baca itu, dari Kabupaten Manokwari ditempuh sekitar delapan jam perjalanan.
"Ketika saya ingin diwisuda di STKIP Muhammadiyah pada 2021, sempat berpikir setelah ini mau kerja apa," ujar Henok, kepada TribunPapuaBarat.com, Selasa (12/7/2022).
Kendati demikian, ketika melihat postingan Lamek yang selalu agresif dalam mendorong dunia literasi di Papua Barat, perasaannya pun ikut tergerak.
"Saya pun meminta Kakak Lamek untuk berdiskusi pada Januari 2021, dan beliau ikut mensuport kami agar bisa mendirikan rumah baca Sijo," ucapnya.
Awalnya, rumah baca ini didirikan di Kampung Soribo, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari.
"Buku-buku yang kami dapatkan semuanya didonasikan dari Komunitas Suka Membaca (KSM) yang pendirinya adalah Kakak Lamek," jelas pria asal Arfak itu.
Ia mengatakan, waktu itu rumah baca Sijo sempat berjalan selama empat bulan di Soribo, Manokwari.
Setelah diwisuda pada Juni 2021, ia pun merasa terpanggil untuk menggerakkan pendidikan di tanah kelahirannya.
"Kampung saya sudah sejak berdiri tidak ada sekolah dan rata-rata anak-anak di sana belum tahu baca," ungkapnya.
"Adik-adik di atas sampai usia 15 tahun tidak sekolah dan belum tahu baca."
Sehingga, Henok pun merasa tergerak untuk membawa rumah baca Sijo agar didirikan di Kampung Dugrijmog.
"Saya koordinasi dengan Kakak Lamek untuk bisa membawa rumah baca Sijo dari Manokwari ke Kampung saya," imbuhnya.
Keinginan Henok pun mendapatkan respon positif dan dukungan dari Lamek.
Baca juga: Kemendagri Akan Tempatkan 21 OPD dengan 1.050 Orang Personel Per Provinsi di 3 DOB Papua
"Ketika saya bawa ke kampung, hanya hitungan dua hari orang tua di sana pun mendukung gerakan ini," katanya.
Ia mengaku, selama bergerak tidak ada pemerintah daerah yang mendukungnya dalam menghadirkan rumah baca di pelosok Pegunungan Arfak, Papua Barat.
"Selama berjalan saya hanya didukung oleh Kakak Lamek, kalau untuk yang lain sampai sekarang belum ada," ujarnya.
Buta Aksara
Sejak awal, di tanah kelahirannya itu mulai dari anak hingga orang tua tidak tahu membaca atau buta aksara.
Pasalnya, untuk akses ke ibu kota Kabupaten Pegunungan Arfak, anak-anak harus menempuh perjalanan sepanjang 10 kilometer.
Sehingga, rata-rata anak di Kampung Dugrijmog lebih memutuskan untuk tidak mengenyam pendidikan dasar hingga lanjutan.
"Anak-anak sampai orang tua mereka memang buta huruf tidak tahu baca," bebernya.
"Dengan hadirnya gerakan ini di Dugrijmog, puji tuhan satu per satu anak-anak mulai tahu baca dan tulis."
"Mereka senang karena kehadiran sejak rumah baca hadir di Dugrijmog, kurang lebih 32 anak sudah bisa baca dan tulis," imbuhnya.
Kini, anak-anak yang sudah lancar baca tulisan, telah lanjut dan mengenyam pendidikan di sebuah sekolah dasar.
Ia merasa bersyukur, karena dengan semangat terimakasih (Sijo) literasi telah berkontribusi untuk memutus buta aksara di Kampung Dugrijmog.
Ia berharap, anak Papua di daerah ini jangan terlalu terpaku pada pekerjaan ASN dan TNI-Polri.
"Ingat masih banyak tanggung jawab besar anak-anak dan adik kita di balik gunung dan lembah masih butuh kita untuk menuntun mereka agar bisa tahu baca tulis," ujarnya. (TribunPapuaBarat.com, Safwan Ashari)
Artikel ini telah tayang di Tribunpapuabarat.com dengan judul Kisah Heroik Pria Arfak Hapus Buta Aksara di Pedalaman Papua Barat: Adik di Balik Gunung Butuh Kita