TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Dusun Tapang Peluntan, Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Mandra menceritakan kehidupan sehari-hari warga.
Menurut dia, warga bertempat tinggal di Camp Jangkang banyak memilih belanja ke negara tetangga meskipun menggunakan jasa titip.
Selain itu, kata dia, warga jarang sekali tersentuh oleh informasi apapun dari luar camp itu.
"Warga kami jarang tersentuh. Paling hanya berkawan orang luar ya dengan bapak-bapak TNI yang di pos," kata dia, dalam keterangannya, pada Sabtu (6/8/2022).
Dia mengungkapkan alasan mengapa warga memilih belanja di negara tetangga.
Hal ini, karena jarak ke negara tetangga lebih dekat dibandingkan ke pusat keramaian di Indonesia.
"Kalau kita belanja ke balai (Balai Karangan,-red) telalu jauh. Habis waktu dua sampai tiga jam. Jika ke sebelah bisa cuma satu jam atau kurang," tuturnya.
Jika tidak mempunyai dokumen perjalanan, kata dia, warga dapat menitip kepada orang-orang yang menawarkan jasa.
"Kalau takut karena tidak mempunyai surat bisa titip dengan orang-orang kilang dan bagi mereka tips kan," tambahnya.
Fenomena ini didapat Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) saat meninjau Jalur tidak resmi atau JTR di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, perbatasan Indonesia-Malaysia.
Ada 25 titik JTR yang diidentifikasi di Kabupaten Sanggau. Mulai dari 1-6 Agustus 2022, BNPP
melakukan survei untuk memastikan dan mengkonfirmasi indikasi 25 JTR yang terungkap.
Menyikapi kondisi itu, kata Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara Badan Nasional Pengelola Perbatasan BNPP, Robert Simbolon, BNPP mengoordinasikan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
Menurut dia, kegelisahan yang sama dengan yang dirasakan masyarakat perbatasan, apalagi mengingat dua tahun ini aktifitas ekonomi di kawasan perbatasan sangat terdampak karena pandemi Covid-19.
"Penutupan perbatasan antar negara pada saat itu menjadi pemicu bertumbuhnya penggunaan Jalur Tak Resmi / JTR yang berada disepanjang perbatasan antar negara," kata dia.
Sementara di sisi lain roda ekonomi masyarakat terhadap barang kebutuhan tidak mungkin ditutup dengan tetap bergantung dengan negara tetangga.
Namun keberadaan JTR ini juga disinyalir karena masyarakat yang masih kurang mendapatkan sosialisasi proses resmi perlintasan.
"Sehingga warga dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu demi mendapatkan uang jasa yang signifikan," tambahnya.