TRIBUNNEWS.COM - Fakta baru kasus calon pendeta di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencabuli sejumlah anak di bawah umur terungkap.
Pelaku diketahui berinisial SAS (35), asal Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Kabar terbaru, jumlah korban pelecehan seksual oleh SAS terus bertambah.
Demikian disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu Yames Jems Mbau kepada Kompas.com, Senin (12/9/2022).
"Semula enam orang, kini jumlah korban telah mencapai 12 orang anak," katanya.
Dikatakan Jems, korban kekerasan seksual tersebut masih duduk di bangku SMP dan SMA.
Baca juga: FAKTA Calon Pendeta Cabuli 6 Gadis Remaja di Alor, Ancam Sebarkan Video hingga Pelaku Minta Maaf
Rata-rata usia korbannya antara 13 sampai 19 tahun.
Pihak kepolisian hingga saat ini masih menunggu laporan dari korban lainnya.
Diduga, masih ada korban lain yang belum berani melapor.
Fakta lain, SAS mengaku punya trauma masa lalu yakni menjadi korban kekerasan seksual.
Dari kejadian itu, akhirnya membentuk karakter SAS setelah beranjak dewasa.
"Itu pengakuannya dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) waktu pemeriksaan kemarin," kata Kuasa Hukum SAS, Amos Aleksander Lafu kepada Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Kendati demikian, Amos belum menjelaskan secara detail kekerasan seksual yang pernah dialami SAS.
"Nanti biarlah itu jadi materi persidangan, karena takutnya kita terlalu gembor-gembor di awal, nanti publik pikir mau membela diri," jelasnya.
Terkait dengan kasus yang menjerat SAS, pihak gereja telah mengenakan sanksi.
Sanksi itu berupa penundaan pentabisan menjadi vikaris dalam jabatan pendeta kepada SAS.
Pihak gereja juga telah mengirim tim psikolog serta pendamping untuk membantu korban kekerasan seksual yang dilakukan SAS.
Baca juga: KemenPPPA Kecam Kasus Kekerasan Seksual Calon Pendeta kepada Anak di NTT
Modus Pelaku
Dilansir Kompas.com, perbuatan bejat SAS diduga dilakukan sejak akhir Mei 2021 hingga Maret 2022.
Perbuatan tak senonoh itu dilakukan SAS di lingkungan gereja.
"Modus terlapor yakni melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut," jelas Jems, Minggu (4/9/2022).
Aksi bejat itu dilakukan pelaku berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Ancam Sebarkan Video
Dari keterangan korban, pelaku ternyata merekam aksinya menggunakan telepon seluler.
Pelaku kemudian mengancam akan menyebarkan rekaman itu jika korban menolak melayani pelaku.
Dijelaskan Jems, awalnya ada sembilan orang yang melaporkan perbuatan SAS.
Baca juga: FAKTA Baru Guru Cabuli dan Rudapaksa 45 Siswi, Punya Kelainan Seksual, Bagi Korban Jadi 3 Kelompok
Namun, setelah ditelusuri, tiga laporan lainnya diputuskan tidak ditindaklanjuti.
Satu laporan tidak ditindaklanjuti karena pelapor telah berusia 19 tahun.
Lalu, dua lainnya tak diproses lantaran tidak terjadi hubungan badan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)