News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KontraS: Stigmatisasi Terhadap 4 Korban Mutilasi di Mimika Papua Diduga Untuk Sembunyikan Fakta

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar bersama pendamping keluarga korban, Michael Himan, saat konferensi pers di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Jumat (23/9/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan hasil investigasi yang dilakukan terhadap kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga di Kabupaten Mimika Papua.

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menjelaskan pola kejahatan yang terjadi dalam struktur kasus tersebut.

Pertama, kata dia, tindakan aparat negara yang melakukan stigmatisasi terhadap keempat korban dengan menuduh mereka terlibat KKB merupakan tindakan yang berulang untuk memberikan legitimasi pembunuhan terhadap warga sipil tanpa pernah dibuktikan di pengadilan. 

"Kedua, upaya stigmatisasi dengan mengaitkan korban terafiliasi KKB yang dibangun aparat negara digunakan untuk menyembunyikan fakta peristiwa yang terjadi," kata Rivanlee saat konferensi pers di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Jumat (23/9/2022). 

"Akibatnya, fakta peristiwa yang sebenarnya kerap tidak terungkap ke hadapan publik sehingga menyebabkan adanya informasi yang tidak berimbang," sambung dia.

Ketiga, kata dia, aparat penegak hukum seringkali mengindikasikan adanya aktivitas jual beli senjata sebagai rangkaian dari suatu tindak pidana. 

Hal tersebut, menurut KontraS merupakan penggiringan opini agar publik pecah fokus terhadap peristiwa sebenarnya. 

Padahal, kata dia, tidak ada bukti kredibel yang membuktikan bahwa terdapat jual beli senjata.

Keempat, lanjut dia, terdapat tindakan penghilangan barang bukti untuk mengaburkan kejahatan yang dilakukan para tersangka. 

Baca juga: KontraS Desak Para Pelaku Mutilasi 4 Warga di Mimika Dikenakan Pasal Perlindungan Anak

Perbuatan penghilangan barang bukti tersebut, kata dia, juga mengakibatkan proses hukum yang dilakukan oleh penyidik tidak didasarkan pada alat bukti yang lengkap.

Kelima, menurutnya proses hukum terhadap para pelaku militer kerap diadili melalui peradilan militer dan bukan peradilan umum.

Proses yang tidak transparan serta akuntabel, kata dia, berpotensi penghukuman terhadap para pelaku tidak maksimal.

Jika ditinjau lebih jauh, lanjut dia, rantai kekerasan yang tak kunjung usai, terlebih yang dilakukan oleh militer di Papua merupakan masalah struktural. 

Cara pandang yang meminggirkan aspek kemanusiaan dan menyepelekan nyawa OAP, menurutnya telah membudaya di tubuh militer.

"Kami menyayangkan stigmatisasi yang terus berlanjut terhadap OAP dengan tuduhan-tuduhan palsu seperti KKB ataupun simpatisan OPM," kata dia.

Dengan stigma tersebut, lanjut dia, dibangun kesan kekerasan dan penembakan terhadap mereka normal karena merupakan musuh negara yang keberadaannya harus diberangus. 

Padahal, kata dia, mereka memiliki hak untuk dapat diadili melalui mekanisme hukum (due process of law). 

Berangkat dari catatan tersebut, kata dia, pihaknya melihat ada indikasi yang kuat perihal pembunuhan berencana atas peristiwa tersebut. 

Di luar itu, menurutnya kasus mutilasi 4 orang di Timika tidak bisa dilihat sebagai pidana biasa, melainkan lahir karena konsekuensi dominasi militer yang terjadi selama ini di Papua. 

"Sehingga penyelesaian kasus di Papua tidak bisa didekati dengan solusi kasus per kasus melainkan perlu solusi utuh dan komprehensif guna memperbaiki situasi kemanusiaan di Papua," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini