TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Pemerintah Kabupaten Jayapura menyambut baik usulan Hutan Adat yang didorong oleh Masyarakat Adat, pasca Putusan MK 35 hasil judicial review atas Undang-Undang Kehutanan dimana secara tegas Hutan Adat menjadi bukan lagi Hutan Negara.
Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura melihat hal ini sebagai peluang kedepan dalam menjamin kepastian hukum atas ruang kelolanya.
Menurut Prasetyo Nugroho ini sejarah baru bagi KLHK dan juga Kabupaten Jayapura serta Tanah Papua. Ini merupakan hasil kerja bersama semua komponen baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan semua CSo yang terlibat.
Paling penting dari proses ini adalah masyarakat di tingkat tapak terinformasi dengan baik terkait Hutan Adat dan hak-hak mendasar yang mereka perjuangkan.
“Kami sangat terkesan dan juga terharu sekali bahwa Hutan Adat ini menjadi bagian dari jalan tengah yang selama ini selalu diinginkan oleh banyak pihak. Sebagai salah satu resolusi konflik dan mereka masyarakat adat mengatakan bahwa kami sudah sampai pada perjuangan kami, dengan merebut kembali hak kami yang itu diakui oleh negara, solusinya ada di depan kita dan kita punya perangkatnya sekarang yang ternyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Papua. Selama ini mereka berjuang untuk ekonomi, politik, sosial dan sebagainya itu sulit didengarkan. Tapi setelah ada dialog kita masih bisa bicara dalam hal yang sangat bersahabat dan tidak saling menghakimi serta saling menghargai keberagaman," kata Prasetyo.
Lanjutnya disetiap proses yang dilewati dari tempat yang diusulkan Hutan Adat ini kami menemukan semacam oase baru, ternyata ini yang dibutuhkan masyarakat adat, dan itu ada jalan yang bisa ditempuh.
"Saya kira ada banyak jalan lain, namun kami tidak membayangkan jalan Hutan Adat juga sebagai bentuk mempertautkan Papua kedalam Indonesia dan Indonesia kedalam Papua, saya pikir ini luar biasa," tutup Prasetyo.
Sementara itu menurut Ketua Tim Verifikasi Dr. Soeryo Adiwibowo dari Fakultas Ekologi Manusia IPB University mengatakan baru menemukan satu gambaran yang utuh terkait keberadaan masyarakat adat.
Menurutnya pengalaman di berbagai provinsi selama melaksanakan tugas sebagai tim verifikasi Hutan Adat, kesatuan alam dan manusia itu tidak bisa dipisah dan alasnya itu ada pada tradisi dan kearifan lokal.
“Saya justru baru menemukan satu gambaran yang utuh tentang masyarakat adat, jadi mengapa kita melihat Hutan di Papua bisa seperti ini, maka lihatlah masyarakatnya, begitu sebaliknya. Jadi itu tidak terpisahkan, dan yang paling penting juga terkait inti dari budaya mereka yang diatur menurut hukum adat mereka, itu luar biasa. Saya justru dapat banyak belajar dari masyarakat adat," kata Wibowo.
Menurutnya hal yang membuat Tim paling terkesan ketika sebuah konflik politik yang berkepanjangan dan tiba-tiba kita menemukan solusi untuk jalan damai, bukan dengan jalan kekerasan. Inilah jalan yang harus diberikan atas kedaulatan penuh masyarakat adat atas pangan, hutan dan ruang hidup mereka.
"Harapan kami paling besar kedepan terkait kerusakan sumber daya alam kedepan dapat diproteksi dan diperbaiki. Ada momentum dimana kontestasi antara investasi dan keinginan dalam menjaga hutan, nafas panjang perjuangan masyarakat adat di bidang ekonomi dapat dikelola dengan baik, agar tidak lagi termarjinalkan," tegas Wibowo.
Ketua Umum GTMA Kabupaten Jayapura Elvina Situmorang menyampaikan terimakasih atas kerjasama tim verifikasi dan GTMA, serta dalam hal ini masyarakat adat pengusul hutan adat yang telah bahu membahu dalam mensukseskan kerjasama, demikian juga seluruh perangkat daerah.
“Terimakasih untuk semua rekan-rekan NGO maupun para Kepala Kampung dan Kepala Distrik atas kerjasamanya selama proses verifikasi berlangsung. Harapannya dalam Kongres AMAN di Jayapura nanti hasilnya dapat diserahkan,” kata Elvina.