Laporan Wartawan TribunPapuaBarat.com, Kresensia Kurniawati Mala Pasa
TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Perempuan adat Mee Pago dari Kabupaten Nabire, Papua berbagi cerita mengenai kehidupannya sehari-hari.
Meliana Badii (56), seorang mama Papua dari Nabire mengungkapkan, rutinitas perempuan adat Mee Pago pada umumnya adalah berkebun dan merajut noken (tas tradisional Papua).
Baca juga: Peserta Sidang Komisi Organisasi KMAN VI Sepakat Pasal 1 dan 2 Anggaran Dasar AMAN Diubah
"Dari pari sampai siang jam 12 itu tong (kita) pergi kebun. Sampai rumah, lanjut rajut noken sampai malam," tutur Meliana Badii saat ditemui TribunPapuaBarat.com dalam sidang pleno pertama Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Stadion Barnabas Youwe, Jayapura, Papua, Kamis (27/10/2022).
Merajut noken, selain menjadi identitas masyarakat adat Papua, sekaligus tumpuan hidup perempuan adat Mee Pago dari Nabire.
Pasalnya, dari hasil penjualan noken akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anak.
Meliana Badii mengakui, itulah yang dialami dirinya yang harus membesarkan dan menyekolahkan tujuh orang anaknya.
"Tong punya anak-anak bisa sekolah tinggi, yah dari hasil jual noken ini sudah," ujar wanita kelahiran Nabire, 15 Maret 1967 itu.
Baca juga: Manfaatkan Pleno KMAN VI, Masyarakat Adat Nabire Jejal Noken di Stadion Barnabas Youwe
Menurut Meliana Badii, perempuan adat Mee Pago Nabire telah diasah sedari kecil untuk mampu mengerjakan banyak hal.
Mulai dari berkebun, berjualan sayur di pasar, merajut noken, mengasuh anak, hingga menjadi orang tua tunggal, seperti yang saat ini dijalani Meliana Badii.
Namun, tak ada kata mengeluh bagi perempuan adat Mee Pago Nabire.
Meliana Badii menyebut, latihan kesabaran dalam hidup didapat mana-mama Papua saat berjuang merajut dan menjual noken.
Untuk menghasilkan satu karya seni bernilai tinggi berupa noken dari serat kayu anggrek hutan, dibutuhkan proses yang lama.
Mulai dari mencari anggrek di belantara hutan hingga proses merajutnya.