Saat tahu Gunung Semeru erupsi Minggu pagi, ia tak banyak pikir panjang.
Baca juga: Jepang Berpotensi Kena Imbas Erupsi Gunung Semeru? Ini Penjelasan Peneliti ITS
"Panik sekali begitu mendengar kabar erupsi Semeru. Saya kemudian membawa dua anak saya untuk menyelamatkan diri," ujar Mita ketika ditemui di pengungsian Balai Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Mita kemudian bergegas menggendong anaknya yang masih 3 bulan.
Di tangan kanannya anak pertama Mita yang berusia 10 tahun menggenggam tangannya begitu kuat.
Pilunya ia sedang tidak bersama suaminya pagi dini hari kala itu.
"Nangis takut, kabur cari perlindungan,saya hanya mikir nyawa selamat," ungkapnya sembari menceritakan jika dirinya hanya membawa tas berisi dokumen penting.
Wanita berkerudung ini mengaku detik-detik terjadinya erupsi Semeru begitu menakutkan.
"Jelas terdengar bunyi gemuruh ledakan begitu erupsi terjadi," ungkapnya.
Mita merupakan salah satu dari sekian banyak warga yang sempat kehilangan tempat tinggal.
Dulu, Mita tinggal di Curah Kobokan, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Lantaran rumahnya lenyap, Mita tinggal di Huntara Bumi Damai Semeru, Candipuro.
"Saya tinggal di Huntara karena sebelumnya rumah saya hancur. Jadi sudah tidak bisa ditinggali kembali. Sekarang tinggal di Huntara," kenangnya.
Kini, Mita hanya bisa berdoa sembari berharap rasa traumatisnya mereda.
"Saya berharap tidak ada erupsi susulan kembali dan bisa kembali ke rumah. Saya juga bingung mau tinggal di mana kalau tidak di rumah itu (Huntara)," katanya.
Di pengungsian, Mita bersama para pengungsi lain membutuhkan bantuan susu dan popok bagi anak bayinya.