News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Keluarga Korban Mutilasi Nduga Protes Dakwaan Terhadap Pelaku Jadi Ringan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aptoro Lokbere, pihak keluarga korban mutilasi di Nduga, Papua.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Keluarga korban mutilasi Nduga, Papua, tidak terima dengan Pasal Dakwaan yang digunakan untuk menjerat Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dhaki.

Pasalnya Mayor Helmanto diketahui sebagai komandan dan diduga sebagai otak dari kejahatan yang menyebabkan 4 warga Suku Nduga meninggal dunia dengan cara mutilasi.

Keluarga mewanti-wanti jangan sampai pasal dakwaan ini sengaja dipakai untuk melindungi pelaku dari jeratan hukum.

"Kami keluarga korban protes keras atas pasal dakwaan kepada Mayor Helmanto Fransiskus Dhaki yang sangat berbeda dengan 5 anggota TNI anak buahnya. Masa dia otak pelaku justru gunakan dakwaan primer pasal 480? Ini sangat tidak adil dan melukai rasa keadilan keluarga korban," ungkap pihak keluarga Aptoro Lokbere kepada wartawan, Senin (16/1/2023).

Baca juga: KontraS Kecewa Sidang Kasus Mutilasi Warga Nduga Papua Tidak Sesuai Permintaan Keluarga Korban

Bagi keluarga kata Aptoro, semua pelaku harus mendapat hukuman maksimal seberat-beratnya dengan pasal Dakwaan 340 terkait pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati.

"Kalau 5 pelaku lain yang anak buah kena 340, lantas kenapa dia sebagai komandan justru diperingan? Ini ada apa? Untuk melindungi komandan? Atau apa? Justru dia adalah otak dari peristiwa ini harusnya lebih berat lagi," tegas Aptoro.

Dalam kasus ini keluarga juga mengetahui bahwa Mayor Helmanto Fransiskus Dhaki berkolaborasi dengan pelaku dari masyarakat sipil yang belakangan diketahui juga bahwa Mayor Helmanto dan pelaku sipil atas nama Jacklee sama-sama berasal dari Sumatera.

"Maka itu kami minta ada atensi Panglima TNI, KSAD, sampai Presiden agar proses hukum kasus mutilasi Nduga ini berjalan adil, imparsial tanpa intervensi dari siapa pun," tukasnya.

Bagi keluarga korban, para pelaku baik dari unsur militer maupun sipil harus mendapat hukuman setimpal yaitu hukuman mati.

"Hanya itu yang kami minta jika pimpinan TNI maupun Presiden menginginkan agar ada keadilan dalam proses hukum kasus ini," pungkas Aptoro.

Diketahui kasus pembunuhan yang disertai mutilasi empat warga di Mimika, Papua, sempat heboh hingga jadi sorotan Panglima TNI dan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Penyidik Polisi Militer TNI AD lalu menetapkan enam prajurit sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dua dari enam tersangka merupakan seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK.

Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.

Adapun belakangan ini terkuak sosok mayor INF HF adalah Helmanto Fransiskus Dakhi.

Mayor INF Helmanto Fransiskus Dakhi diketahui memiliki jabatan sebagai Komandan Detasemen Markas (Dandema) Brigadir Infanteri (Brigif) 20 IJK Timika.

Mayor Inf Helmanto sempat menjabat sebagai kasi intel satgas Divif 3 Kostrad.

Dikasus mutilasi warga timika, disebut-sebut Mayor Inf Helmanto mendapatkan uang pembagian sebesar Rp 22.000.000 Juta.

Diduga kasus ini berlatar belakang masalah ekonomi.

Lima dari enam prajurit TNI yang berdinas di Brigif 20 Timika menjadi terdakwa kasus mutilasi terhadap warga sipil mulai menjalani persidangan di Mahkamah Militer III-19 Jayapura, Senin (12/12/2022). 

Selain melibatkan prajurit, kasus mutilasi juga melibatkan empat warga sipil, yakni APL alias Jeck, DU, R, dan RMH alias Roy Marthen Howai dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Timika.

Sedangkan empat korban kasus mutilasi yaitu Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniol Nirigi, dan Atis Tini berasal dari Kabupaten Nduga, Papua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini