TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar, tidak menerima uang hasil dari perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Santoso, Senin (12/12/2022).
Perampokan itu dilakukan oleh lima orang yang telah merencanakan aksinya.
Aksi perampokan yang dilakukan pada dini hari ini berhasil membawa uang Rp730 juta dan sejumlah perhiasan.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto, menjelaskan Samanhudi Anwar sama sekali tidak menerima bagian dari hasil perampokan.
Baca juga: Terlibat Perampokan Wali Kota Blitar, Ini Peran Samanhudi Anwar hingga Responsnya Soal Balas Dendam
"Tidak (menerima apapun). Karena Pasal 56 di Ayat 2 dia memberikan bantuan dalam hal memberi keterangan delik dibantuan terhadap tindakan pidana," terangnya dikutip dari TribunJatim.com.
Peran Samanhudi Anwar dalam perampokan ini yakni memberikan informasi terkait tata letak Rumah Dinas Wali Kota Blitar, tempat penyimpanan uang, keamanan, jalur pelarian, dan waktu yang tepat untuk merampok.
Meski tidak melakukan eksekusi perampokan secara langsung, Samanhudi Anwar dapat dijerat dengan pasal 365 Junto Pasal 56 Ayat 2 KUHP, dengan ancaman kurungan penjara empat tahun.
Menurut Totok, peran mantan Wali Kota Blitar tersebut sudah termasuk pidana.
"Tadi pagi telah dilaksanakan penangkapan terhadap mantan Wali Kota Blitar berinisial S yang dikenakan Pasal 365 Juncto pasal 56 KUHP berkaitan dengan membantu melakukan tindak pidana dengan memberikan keterangan berkaitan dengan lokasi termasuk waktu dan kondisi rumah Dinas Wali Kota Blitar," ungkapnya.
Sebelumnya, Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan Samanhudi Anwar telah ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan beberapa bukti.
"Kita menangkap mantan Wali Kota Blitar dalam keterlibatan kasus pencurian dengan kekerasan."
"Dari alat bukti dan fakta hukum yang ada, kami tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tegasnya.
Baca juga: Samanhudi Beri Informasi Kondisi Rumah Dinas Wali Kota Blitar ke Perampok, Bantah Isu Balas Dendam
Samanhudi bertemu dengan komplotan perampok ini di Lapas Sragen pada 2018 saat dirinya menjalani masa hukuman karena terlibat kasus suap.
Diketahui kasus perampokan tersebut terjadi pada 12 Desember 2022 atau dua bulan setelah Samanhudi Anwar bebas.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan intensif, Samanhudi bekerja sama dengan pelaku lainnya saat mereka berada di satu lapas yang sama."
"Termasuk di dalamnya juga membeberkan letak sejumlah barang yang dicuri," ungkapnya.
Samanhudi Bantah Melakukan Balas Dendam
Samanhudi Anwar ditangkap saat berada di sebuah kawasan olahraga di Blitar, Jawa Timur, Jumat (27/1/2023).
Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim kemudian membawanya ke Mapolda Jawa Timur pada sore hari.
Ketika berada di Mapolda Jatim, Samanhudi Anwar mendapat pengawalan ketat dan sempat ditanya terkait isu balas dendamnya terhadap Wali Kota Blitar, Santoso.
Baca juga: Profil Samanhudi Anwar, Eks Wali Kota Blitar Tersangka Perampokan, Baru Keluar Bui karena Kasus Suap
Mendengar pertanyaan tersebut, mantan Wali Kota Blitar dua periode itu membantahnya dan menyatakan tidak ada balas dendam yang ia lakukan.
"(Statemen apa) Opo, saya enggak tahu. Saya enggak tahu. Sopo sing balas dendam (siapa yang balas dendam)" jawab Samanhudi Anwar, dikutip dari Surya.co.id.
Pernyataan Samanhudi Anwar setelah Bebas
Diketahui, Samanhudi Anwar pernah menjalani hukuman penjara karena terlibat kasus suap pada tahun 2018.
Ia dinyatakan bebas pada 10 Oktober 2022 setelah menjalani masa tahanan selama 4 tahun 4 bulan.
Setelah bebas, Samanhudi Anwar kembali ke rumahnya di Blitar dan telah disambut para pendukungnya.
Dihadapan pendukungnya, Samanhudi Anwar mengatakan proses kebebasannya dirasa janggal karena ada penundaan.
"Saya pulang lancar-lancar aja. Kepulangan saya tetap ada permainan politiknya, padahal itu tidak baik untuk pendidikan demokrasi ke depannya," tandasnya, Senin (10/10/2022) malam.
Meski pernah dipenjara, ia mengaku akan tetap terjun ke politik dan melakukan balas dendam karena merasa dizalimi.
"Saya akan terjun ke politik, karena saya dizalimi oleh politik. Saya akan balas dendam. Kalau partai nanti dulu, saya akan berlayar," bebernya.
Dua Tersangka Masih Buron
Gerombolan perampok yang menggasak uang Rp730 juta dan perhiasan dari Rumah Dinas Wali Kota Blitar sebelumnya berjumlah lima orang.
Tiga tersangka yang telah ditangkap yakni Mujiadi (54), Ali (57), dan Asmuri (54).
Anggota Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim masih memburu dua tersangka lain yang bernama Okky Suryadi (35) dan Medy Afriyanto (35).
Baca juga: Otak Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar Dapat Bagian Rp140 Juta, Pelaku Lain Rp100 Juta Lebih
Ciri-ciri fisik Okky Suryadi yakni memiliki tinggi badan 172 cm dengan bentuk muka lonjong dan kulit sawo matang.
Bentuk tubuh Okky Suryadi tinggi kurus dan berambut hitam pendek.
Sementara Medy Afriyanto memiliki tinggi badan 158 cm dengan bentuk muka bulat.
Warna kulit Medy Afriyanto sawo matang dengan perawakan tinggi gemuk dan berambut hitam pendek.
Kanit III Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim, Kompol Trie Sis Biantoro mengatakan kedua DPO ini merupakan residivis sama seperti tiga tersangka yang telah ditangkap.
"Iya, mereka residivis juga. Beberapa kali masuk penjara, kasusnya juga hampir sama pencuri dan perampokan," jelasnya, dikutip dari TribunJatim.com.
Dalam aksi perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, kedua tersangka ini berperan sebagai eksekutor perampokan dan sopir mobil.
Awal Para Tersangka Bertemu
Sebelumnya, Kompol Trie Sis Biantoro, mengatakan para tersangka berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Baca juga: Perampok Rumah Dinas Wali Kota Blitar Ternyata Sudah Amati Situasi TKP Selama Seminggu
Gerombolan perampok ini dibentuk oleh Mujiadi dan Asmuri.
Keduanya sama-sama pernah mendekam di Lapas Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dari tahun 2007 sampai 2008, karena terjerat kasus narkoba.
Mujiadi kemudian mencari anggota baru lagi dan bertemu dengan Ali Jayadi, Oki Supriadi, dan Medi Afrianto.
"Iya otaknya Mujiadi, dan berkenalan Asmuri. Mereka sama sama tahanan narkotika ketemu di lapas."
"Lalu pada tahun 2007 atau 2008. Setelah keluar 2010, lalu mulai ngerampok rampok gitu. Langsung 5 orang itu menjadi satu tim komplotan," jelasnya, Jumat (13/1/2023), dikutip dari TribunJatim.com.
Anggota gerombolan ini memiliki rekam jejak kasus yang berbeda-beda.
Hal ini dianggap sebagai modal gerombolan ini merencanakan aksi kejahatan.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJatim.com/Luhur Pambudi/Samsul Hadi) (Surya.co.id/Akira Tandika/Samsul Hadi)