Kehadiran para perajin ini merupakan bentuk kepedulian Bentara Budaya pada mereka yang berjuang dan mengabdikan dirinya pada kesenian-kesenian pinggiran.
Pinggiran tidak hanya dari sisi lokasi, namun pinggiran dalam arti tidak banyak kesempatan untuk tampil di publik yang lebih luas.
Semangat ini merupakan semangat awal dari Bentara Budya ketika pertama kali berdiri di Yogya pada tahun 1982.
Barang-barang yang diperjualbelikan di Pasar Yakopan antara lain; wayang, buku, batik, lurik, keris dan berbagai karya rupa lainnya.
Selain itu Pasar Yakopan juga memberi ruang untuk seni pertunjukan dengan menghadirkan panggung di depan.
Panggung bisa dimanfaatkan bagi seni pertunjukan untuk pementasan yang menarik penonton.
Makna ulang tahun sering kali dipahami sebagai ucapan syukur dan pesta, maka makna itu bukan hanya milik Bentara Budaya, tapi milik mereka yang selama ini ikut membantu Bentara Budaya sebagai ruang berekspresi seni.
Maka Pasar Yakopan merupakan ruang untuk mereka yang selama ini membantu Bentara Budaya.
Kalau melihat perjalanan Bentara Budaya dapat dilihat dari awal Bentara Budaya memberikan ruang untuk seni seni pinggiran.
Seni pinggiran hadir dari akar rumput, mereka ini tidak memiliki modal besar, tidak punya jaringan ke pasar yang lebih luas.
Namun mereka ini memiliki semangat untuk terus bertahan, dan hadir dari banyak perubahan.
Seni pinggiran terlebih seni tradisi memiliki akar yang kuat di masyarakat, dalam berbagai hal seni-seni tradisi mampu beradaptasi dengan perubahan jaman.
Namun ada juga seni tradisi yang mencoba konsisten dengan ketradisiaan dikarenakan ada nilai yang tidak mungkin ditinggalkan.
Tjitro Waloejo, seorang pelukis rakyat yang tampil di Bentara Budaya tahun 1982 merupakan contoh seniman pinggiran yang mencoba konsisten dengan karya-karyanya.