Laporan Wartawan Tribunnews, Toni Bramontoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerusakan di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil kian memprihatinkan, akibat aktivitas pembalakan liar dan perambahan untuk alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Pada saat bersamaan, belum ada tindakan tegas dari pemerintah.
Aktivitas ilegal ini telah berlangsung sejak lama dan kian masif pada tahun 2022. Berdasarkan data Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), per periode 2022, Suaka Margasatwa Rawa Singkil kehilangan tutupan hutan sebanyak 716 hektare.
Baca juga: Bentrok Bersaudara Gara-gara Rebutan Kayu di Kawasan Terlarang Suaka Margasatwa Rawa Singkil
Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim, menyebut data tersebut diperoleh dari hasil pemantuan rutin setiap bulan yang dilakukan Yayasan HAkA melalui interpretasi secara visual citra satelit. Sejak 2019-2022, kehilangan tutupan hutan di SM Rawa Singkil terus meningkat setiap tahunnya.
“Selama tahun 2022 saja ada sekitar 716 hektar hutan yang hilang di SM Rawa Singkil. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dibanding akumulasi empat tahun sebelumnya,” ungkap Lukmanul, Senin (10/4/2023).
Tak berhenti sampai di situ. Masifnya aktivitas konversi lahan terus berlanjut hingga 2023. “Sepanjang Januari-Februari 2023, SM Rawa Singkil juga masih mengalami kehilangan hutan seluas 134 hektar,” tegasnya.
Kondisi ini membuat para penggiat lingkungan geram. Koordinator Hukum Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), Wahyu Pratama, menyebut kerusakan ini sangat mengkhawatirkan karena dibiarkan terjadi terus-menerus.
“Meski aktivitas ilegal itu telah berlangsung lama dan kian masif, belum terlihat upaya serius dari pemangku kawasan untuk menghentikan dan menindak secara hukum aktivitas ilegal di kawasan ini. Meski SM Rawa Singkil merupakan kawasan suaka alam, bagian dari kawasan konservasi yang harus dilindungi,” ungkap Wahyu.
Baca juga: Bayi Orangutan Kalimantan yang Lahir di Suaka Margasatwa Lamandau Diberi Nama Besti
P2LH bahkan sudah beberapa kali menyampaikan pengaduan dan laporan terkait aktivitas alih fungsi lahan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui situs pengaduan.menlhk.go.id dan lapor.go.id.
Pengaduan P2LH melalui pengaduan.menlhk.go.id telah diverifikasi administratif pada 20 Januari 2023 dan mendapat tanggapan dari admin Dit. PPSALHK Kementerian LHK.
“Dugaan perambahan dan illegal logging yang terjadi masuk ke dalam skala besar, sehingga pihak BPPHLHK Wilayah Sumatera meminta untuk dilakukan verifikasi lapangan bersama oleh tim dari Direktorat PPSALHK, BPPHLHK Wilayah Sumatera dan BKSDA Wilayah Aceh. Dan berdasarkan telaah yang telah dilakukan, pengaduan tersebut direkomendasikan untuk dilakukan verifikasi lapangan bersama oleh tim dari Direktorat PPSALHK, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah Aceh.” Demikian bunyi tanggapannya.
Sayangnya, sampai sekarang P2LH belum mendapat pemberitahuan perkembangan lebih lanjut. P2LH mendesak Kementerian LHK segera turun tangan menghentikan dan melakukan tindakan hukum terhadap aktivitas ilegal di SM Rawa Singkil.
“Jika tidak, SM Rawa Singkil hanya akan tinggal sejarah,” ujar Wahyu. Selain itu, pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini akan menjadi contoh buruk untuk melakukan aktivitas ilegal pada kawasan-kawasan lain.
Upaya memperkuat gerakan penyelamatan SM Rawa Singkil juga dilakukan P2LH dengan cara membuat petisi di laman change.org. Tujuannya untuk mendesak Menteri LHK agar menyelamatkan SM Rawa Singkil. Hingga kini, petisi tersebut telah mendapat 1.071 tanda tangan.
Wahyu berharap dukungan publik untuk penyelamatan SM Rawa Singkil semakin meluas.
Baca juga: KLHK Resmikan Gapura dan Jembatan Titian Suaka Margasatwa Muara Angke
“Kami mengajak kita semua untuk menandatangani petisi ini,” ajak Wahyu.
Tindakan tegas para pemangku kepentingan, khususnya Kementerian LHK, dinanti. Mengingat kawasan SM Rawa Singkil memiliki peran penting. Kekurangan tutupan hutan di lanskap krusial ini akan mengancam populasi satwa-satwa kunci, seperti orangutan. Selain itu juga mengancam masayarakat yang hidup si sekitarnya.
Kawasan SM Rawa Singkil merupakan lanskap rawa gambut yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa yang tinggi, serta berperan besar untuk mitigasi perubahan iklim. Bahkan, ia adalah salah satu rawa gambut yang menjadi habitat terbesar Orangutan Sumatera (pongo abelii) saat ini di Aceh.
Rawa gambut ini ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 166/Kpts-II/1998 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Suaka Margasatwa Rawa Singkil tanggal 26 Februari 1988. Dalam Kepmen tersebut, kawasan SM Rawa Singkil memiliki luas ±102.500 (seratus dua ribu lima ratus) hektar yang terbentang di tiga kabupaten/kota, yakni Kabupaten Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil.
Luasan SM Rawa Singkil mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir, diubah dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 580 Tahun 2018. Dalam SK tersebut, luasan SM Rawa Singkil tersisa menjadi 82.188,57 hektare.