TRIBUNNEWS.COM - Seorang mahasiswi Universitas Sumatra Utara (USU) ditemukan meninggal dalam keadaan tidak wajar pada Rabu (3/5/2023) lalu.
Mahasiswi yang bernama Mahira Dinabila meninggal di dalam rumah keluarga angkatnya di Komplek Rivera, Kecamatan Medan Amplas, Medan, Sumatra Utara.
Jasadnya ditemukan sudah menjadi tengkorak dan diperkirakan sudah meninggal beberapa hari sebelumnya.
Keluarga kandung korban temukan sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian mahasiswi semester dua tersebut.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Wanita Hamil di Pantai Ngrawe Gunungkidul, Kedua Pelaku Divonis Hukuman Mati
Menurut kuasa hukum keluarga, Oki Andriansyah, mahasiswi yang kerap di sapa Ira itu merupakan korban pembunuhan sadis.
Ia menduga bahwa, korban dibunuh lalu jasadnya dibakar di dalam rumah orangtua angkatnya.
"Dari mayatnya ini kita diduga dibakar, karena ada ditemukan bekas menguning di lantai saat jenazah ditemukan," kata Oki kepada Tribun Medan, Selasa (16/5/2023).
Oki menduga bahwa, pelaku berupaya menghilangkan jejak agar terlihat bahwa korban merupakan bunuh diri.
"Diduga untuk menghilangkan jejak pelaku, dugaan kita korban ini dibunuh terlebih dahulu lalu jasadnya dibakar, sebutnya.
Lebih lanjut, dikatannya, meski demikian, keluarga masih menunggu keterangan resmi dari hasil forensik pihak medis.
"Tapi kita masih menunggu keterangan resmi dari Forensik," ungkapnya.
Baca juga: Gelar Pra Rekonstruksi Pembunuhan Bos di Semarang, Polisi: Belum Ada Fakta Baru, Cocokkan Kronologi
Sebelumnya, petugas kepolisian akhirnya melakukan pembongkaran makam Mahira Dinabila, mahasiswi USU yang meninggal tidak wajar.
Proses pembongkaran makam mahasiswi USU ini disaksikan oleh pihak keluarga dan masyarakat, pada Sabtu (13/5/2023).
Makam Ira dibongkar lantaran keluarga menaruh curiga dengan kematian korban yang dianggap banyak kejanggalan.
Kata Ayah Kandung
Keluarga kandung korban mengaku kaget mendengar kabar Mahira Dinabila meninggal.
Menurut ayah kandung korban, Pariono, awalnya ia mendapatkan kabar duka tersebut dari pihak keluarga angkat.
Mendapatkan informasi tersebut, dia langsung mendatangi lokasi kejadian dan mendapati anaknya sudah dalam keadaan terbungkus.
"Waktu itu saya lihat korban ini sudah terbungkus, lalu ada pihak kepolisian menyuruh saya ngambil Baygon, karena nggak ada yang berani ngambil," kata Pariono kepada Tribun Medan, Senin (8/5/2023).
"Baygon semprotan bukan botol Baygon, posisinya tertutup rapat, saya ambil saya serahkan kepada polisi,"
"Habis itu polisi menanyakan barang bukti lagi sebuah handphone milik Mahira, tapi ditahan oleh bapak angkatnya, tidak diberikan kepada polisi," sambungnya.
Baca juga: Pedagang Angkringan Dekat Lokasi Pembunuhan Bos di Semarang Terancam Hukum, Kini Status Masih Saksi
Kemudian, ia mengatakan jenazah korban langsung dievakuasi ke mobil ambulans dan dibawa ke rumah sakit Bhayangkara Medan.
Lalu, ia pun pergi ke rumah sakit untuk mendampingi jenazah korban.
Sementara ayah angkat korban bernama Mawardi pergi ke Polsek Patumbak.
"Setelah itu dia (Mawardi) berangkat ke Polsek Patumbak saya mengantar jenazah anak saya ke rumah sakit," sebutnya.
Pariono juga membeberkan kondisi jenazah saat berada di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
"Kondisi jenazah saya nggak pasti tau, karena sudah dibungkus. Kondisi mukanya sudah hancur tinggal tengkorak, tapi badan utuh," ungkapnya.
Namun, sampai sejauh ini pihak keluarga belum mendapatkan keterangan resmi terkait penyebab dari tewasnya korban.
Dikatakannya, setelah melihat kondisi korban yang begitu mengenaskan dan sudah membusuk, keluarga menduga jenazah korban sudah meninggal sekitar 10 hari.
Pariono juga menceritakan bahwa, Putri keempat dari lima bersaudara ini sudah tinggal bersama dengan keluarga Mawardi sejak umur empat bulan.
Baca juga: Kronologi Pembunuhan Bos Air Isi Ulang Galon di Semarang Versi Pelaku, Mayat Dicor di Hari Berbeda
Korban diangkat oleh keluarga Mawardi, karena tidak memiliki anak.
Lalu, seiring berjalannya waktu, Mawardi dan istrinya bercerai, dan rumah tersebut jatuh kepada istrinya.
Setelah itu, pada tahun 2020 istrinya meninggal dunia karena.
Sebelum meninggal dunia, istri Mawardi yang merupakan ibu angkat korban mewariskan rumah tersebut kepada Mahira Dinabila.
Sementara, Mawardi menikah lagi dan tinggal bersama dengan istri barunya.
"Saya pernah lihat surat pernyataan, rumah itu jatuh ke tangan istrinya, dari istrinya rumah itu diserahkan ke korban," ujarnya.
Sejauh ini, dikatakannya bahwa pihak keluarga masih curiga terhadap kematian korban dan banyak ditemukan kejanggalan.
"Banyak sekali, seperti bagian kepala sudah jadi tengkorak dan badannya utuh. Kenapa handphonenya itu, mau dijadikan barang bukti, bapak menahannya, tidak dikasih sama polisi," ujarnya.
"Kedua itu masalah visum, itu tanpa sepengetahuan saya, dia (Mawardi) yang mengajukan surat ke Polsek jangan sampai jenazah di autopsi, lalu pagarnya digembok dari luar," tuturnya.
Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai penarik becak ini juga menyampaikan bahwa pihaknya masih berencana melaporkan kejanggalan tersebut kepada polisi.
"Tadi kita ke polisi, polisi mengatakan kenapa waktu kejadian itu tidak di autopsi, jadi kemarin saya mengantar jenazah ke rumah sakit," ungkapnya.
"Sementara bapak angkatnya mengurusi surat ke Polsek, surat yang diajukan nya itu terkait penolakan autopsi," pungkasnya.
(TribunMedan.com/Alfiansyah)