TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Ibu hamil 8 bulan di Ponorogo, Jatim jadi tersangka kasus perdagangan orang atau TPPO.
Pelaku bernama Ika Faramita (29) warga Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo itu mengaku terlibat perdagangan orang demi memenuhi kebutuhannya.
Sambil memegang perutnya, wanita yang bekerja sebagai biduan ini hadir dalam pres rilis di Polres Ponorogo.
Ika menggunakan baju tahanan berwarna orange dan berjilbab warna hitam.
“Saya mainnya dari saudara teman ke teman. Selain dua yang lapor saya Supriyatno dan Sumarno ada yang lain. Total ada 5 orang,” ujar Ika saat presrilis di Mapolres Ponorogo, Kamis (22/6/2023).
Baca juga: Ibu dan Anak Asal Blitar jadi Pelaku TPPO, Sekap Korban di Rumah dan Janjikan Kerja di Singapura
Setelah berkenalan mereka yang tergiur janjinya bisa bertemu. Mulai disitu, Ika Faramita beraksi.
Dia mengaku akan mengenalkan korban dengan bos PJTKI.
“Saya bilang kantornya di Bangkalan Madura. Padahal itu fiktif. Setelah sepakat, mereka lalu tanda tangan job kemudian ngurus Pasport, medical, visa dan tinggal terbang,” katanya.
Menurutnya, dia melakukan TPPO merupakan inisiatif dirinya sendiri.
Dia pernah bekerja freelance di salah satu PJTKI resmi dan mencari calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
“Sudah paham bagaimana kerja dan prosesnya. Makanya saya praktikkan saja. Tetapi kalau memberangkatkan sendiri saya tidak pernah,” beber Ika Faramita.
Dia mengaku telah mendapatkan total ratusan juta Rupiah dari 5 korban TPPO.
Untuk dua korban yang telah melaporkan itu kehilangan uang korban pertama Rp 89 juta dan korban kedua Rp 120 juta.
“Total dari 5 korban ada Rp 300 juta. Untuk tiga korban lainnya hanya sedikit karena masih tanda jadi,” jelasnya.
Ketika ditanya, uang ratusan itu apakah digunakan untuk persiapan biaya lahiran dan selama kehamilan? Ika Faramita mengaku untuk kebutuhan sehari-hari.
“Buat hidup hari-hari saja. Suami saya tidak kerja sehingga buat kebutuhan saya selama hamil dan anak-anak,” pungkasnya.
Kapolres Ponorogo, AKBP Wimboko pada Kamis (22/6/2023) mengatakan tersangka telah melakukan modus TPPO dalam kurun waktu April 2023 hingga 17 Juni 2023. Selama itu telah menjerat 5 korban.
“Setelah menemukan korban, tersangka menjanjikan bisa mengurus atau memberangkatkan korban. Gajinya Rp 30 juta per bukan. Sekalipun korban hanya lulusan SMA,” kata AKBP Wimboko.
Kotban saat ini yang sudah melapor ada 2.
Untuk korban pertama menderita kerugian Rp 89 juta dan korban kedua menderita kerugian Rp 120 juta.
“4 kali pembayaran. Mulai pengurusan ijazah s1, cek kesehatan, Pasport dan visa kerja. Kepengurusan ijazah itu karena memang korban tidak lulus sarjana,” urainya.
Kasatreskrim Polres Ponorogo, AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia mengatakan bahwa tersangka Ika tidak mempunyai kantor PJTKI.
Modusnya bukan mencari pekerja di media sosial.
“Tetapi dari mulut ke mulut. Kedua korban yang resmi melaporkan adalah berteman,” beber mantan Kasatreskrim Polres Nganjuk ini.
“Kantornya juga fiktif. Tidak ada kantor bernama Bina Muda Cendekia. Adapun pekerjaan tersangka if sebenarnya adalah penyayi elekton,” urainya.
Baca juga: Jadi Penyebab Maraknya TPPO, Mensos Tangani Kemiskinan Ekstrem di Kawasan 3T
Ketika ditanya perihal pemalsuan ijazah S1, AKP Nikolas masih mendalami hal tersebut.
Jika terbukti tentu terancam pasal berlapis.
“Mereka dikenai pasal 2 atau pasal 10 uuri nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau pasal 378 kuhp. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling 120 juta,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunMadura.com dengan judul Ngaku Punya Kantor di Madura, Biduan Jadi Tersangka Perdagangan Orang, Janjikan Kerja di Australia,