News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Pemuda Pulau Rote Meniti Cita-cita Lewat Beasiswa UPH

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Beasiswa. Aldy M Fanggidae, mengaku tidak menyangka bakal menuntut ilmu jauh dari tanah kelahirannya di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aldy M Fanggidae, mengaku tidak menyangka bakal menuntut ilmu jauh dari tanah kelahirannya di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pemuda yang bercita-cita sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan ini akhirnya memutuskan terjun ke dunia guru melalui dunia perkuliahan yang digelutinya.

Dirinya mendapatkan beasiswa Teachers College dari Universitas Pelita Harapan (UPH) dengan jurusan Pendidikan Guru SD untuk mata pelajaran Bahasa Inggris.

"Dari awal saya ingin ingin terlibat di dunia pendidikan secara spesifik di pengambil kebijakan. Saya enggak menyangka bisa lulus," ujar Aldy.

Mahasiswa Teachers College Universitas Pelita Harapan (UPH), Aldy M Fanggidae. (dok pribadi)

Cerita awal Aldy mendapatkan beasiswa di UPH, adalah saat dirinya masih tergabung di Kelompok Tumbuh Bersama Perkantas, yakni persekutuan mahasiswa Kristen di Surabaya.

Saat itu dirinya mengaku mendapatkan informasi dan masukan dari mentornya untuk mengambil beasiswa di UPH. Aldy mengaku mendapatkan motivasi yang cukup dari para mentor.

Akhirnya dirinya memutuskan untuk mengikuti seleksi beasiswa UPH gelombang dua Jabodetabek. Dari Surabaya, dirinya memutuskan terbang sendiri ke Tangerang, Banten.

Meski seorang diri, Aldy memberanikan diri untuk mengikuti tes. Saat ini mengikuti tes, Aldy mengungkapkan dirinya membeli tiket pulang pergi pada hari yang sama.

Baca juga: Cara Daftar Beasiswa Santri 2023, Berikut Jadwal dan Persyaratannya

"Saya beli tiket pulang pukul 09.00 WIB. Saya langsung menghadap salah satu staf ini selanjutnya seperti apa, katanya interview satu minggu lagi. Lalu saya bilang, saya harus balik jam 9. Akhirnya mereka memutuskan interview waktu itu juga. Pembicaraan kami berlangsung 2 sampai 3 jam," ucap Aldy.

Terdapat tiga jenis tes bagi para calon penerima beasiswa saat itu, yakni tes tertulis, psikologi, dan wawancara.

Setelah dua bulan berselang, Aldy dinyatakan lolos pada peringkat terakhir yakni 13. Aldy mengetahui dirinya lolos dari pengumunan pada laman Facebook.

Dalam seleksi tersebut, Aldy menyisihkan ratusan kandidat lainnya. Perasaan campur aduk, kata Aldy, dirasakan saat dirinya dinyatakan lolos.

Pasalnya, dirinya tidak mengetahui seluk belum mengajar siswa SD. Meski begitu, Aldy memotivasi diri untuk menghadapi tantangan ini.

"Waduh mengajar anak SD menarik tapi struggle mengajar mereka seperti apa. Tapi ini momen melatih diri kamu," kata Aldy.

Setelah diterima di UPH, Aldy yang tidak memiliki sanak saudara di Jakarta mengaku merasakan gegar budaya. Mengingat dirinya harus tinggal di asrama dengan banyak orang yang berbeda.

Kamar asrama yang disediakan UPH diisi oleh 7 sampai 10 orang mahasiswa dari berbagai daerah. Meski merasakan kekhawatiran di awal, Aldy mengaku dapat beradaptasi dengan teman sekamarnya.

"Lalu saya mikir bagaimana saya bisa hidup dengan orang yang kita tidak kenal. Karena di UPH TC itu seperti miniatur Indonesia. Saya awalnya banyak ketakutan. Akhirnya kalau ada kesulitan pasti akan kita hadapi bersama," tutur Aldy.

Salah satu pengalaman berkesan bagi Aldy saat pertama kali diterima di UPH, adalah penyambutan dari para senior.

Sesuai tradisi di UPH, senior melakukan penyambutan dengan berdiri sepanjang jalan dari depan gerbang H sampai asrama sambil menyanyikan lagu selamat datang.

Menurut Aldy, penyambutan dan suasana di UPH membuat persaudaraan antar mahasiswa menjadi semakin kental.

Para mahasiswa memiliki ikatan yang kuat sehingga tidak merasa berada di lingkungan asing.

Terkait pembelajaran, Aldy mengaku tidak merasakan pembedaan dengan mahasiswa reguler. Justru dirinya mendapatkan pembekalan yang cukup dalam perkuliahan untuk menjadi guru.

Selain itu, Aldy merasakan pada lingkungan pergaulan juga tidak terdapat diskriminasi dari mahasiswa lain.

"Kalau untuk diskriminasi aku gak merasakan karena budaya di sini cukup sehat. Kita bisa menghormati satu sama lain," tutur Aldy.

Bahkan, Aldy mendapatkan kepercayaan sebagai Ketua BEM di UPH. Aldy mampu menunjukan kemampuannya berorganisasi selama aktif di BEM.

Mengenai cita-citanya, Aldy mengaku tetap konsisten pada misinya untuk menjadi pengambil kebijakan di bidang pendidikan.

Meski begitu, Aldy masih harus menjalani ikatan dinas sebagai guru untuk mengajar di sekolah yang berada di bahwa naungan Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH).

"Jadi selain sekolah milik yayasan dan bisa juga di sekolah mitra. Mungkin saya akan menjalani peran sebagai pemegang beasiswa. Setelah itu lanjutkan pendidikan dan saya akan mengejar tujuan saya menjadi pengambil kebijakan di bidang pendidikan," tutur Aldy.

"Di NTT ada sekolah Dian Harapan Kupang. Kemungkinan itu ada mengajar di NTT. Tapi kami tidak bisa menentukan tempat, UPH yang menentukan. Harus selalu siap, kalau ditempatkan di Papua harus siap, di Kupang selalu siap," kata Aldy.

Setelah melewati sejumlah pengalaman Aldy berpesan kepada para pemuda dari wilayah lain yang memiliki keterbatasan untuk berani bermimpi mengejar pendidikan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH), Stephanie Riady, mengatakan pihaknya selama ini telah memiliki sekolah-sekolah di pelosok Nusantara.

"Kami juga punya sekolah di pelosok-pelosok Indonesia, lebih banyak sekolah di pelosok bahkan dibandingkan di kota besar. Dari daerah tertinggal di NTT, Papua, Nias," ucap Stephanie.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini