Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Dian Herdiansyah.
TRIBUNNEWS.COM - Proses penyelidikan kasus tewasnya bocah SD asal Sukabumi, Jawa Barat berinisial MHD (9) dihentikan.
Sebelumnya, keluarga MHD menduga ada penganiayaan yang dilakukan kakak kelas korban yang mengakibatkan korban tewas.
Polres Sukabumi Kota menghadirkan dua dokter dalam konferensi pers untuk mengungkap penyebab kematian MHD yang sempat dirawat di rumah sakit sebelum meninggal.
Pertama, dokter forensik RSUD Syamsudin SH, Nurul Aida Fathia, dan Wakil Direktur Medis RSU Hermina Sukaraja, Andreansyah Nugraha.
Baca juga: Penyelidikan Kasus Tewasnya Bocah SD di Sukabumi Dihentikan, Bukti Penganiayaan Tak Ditemukan
Sementara dokter penanganan pertama korban MHD dari Rumah Sakit Primaya sebelum dirujuk ke Hermina tidak dihadirkan dalam konferensi tersebut. Hanya Kepala Puskesmas Sukaraja yang ada.
Terkait dengan meninggalnya MHD, Andreansyah Nugraha mengungkapkan, korban sempat dirawat di rumah sakit selama empat hari sebelum dinyatakan meninggal dunia.
"Pasien datang mengeluh sakit di bagian punggung dan mulut terasa kaku. Mulutnya tidak bisa membuka secara maksimal dan disertai batuk-batuk selama dua hari," ujar Andreansyah, Senin (10/7/2023).
Kemudian, dari pemeriksaan pihak medis dari Hermina menemukan adanya riwayat infeksi cairan di bagian telinga korban.
"Pada saat itu kita curigai tetanus, makanya kita konfirmasi ada riwayat trauma, tertusuk jarum atau benda tajam, atau adanya trauma jelas yang berlebih. Kita tanyakan juga pasien dan keluarga, (jawabannya) tidak ada riwayat konfirmasi," tutur Andreansyah.
Andreansyah menjelaskan, dalam pemeriksaan visum luar, pihaknya tidak menemukan adanya luka.
Begitu pun dengan hasil foto rontgen bagian tulang belakangnya tidak ditemukan retakan atau patah tulang.
Baca juga: Sosok MHD, Bocah SD di Sukabumi yang Tewas Dikeroyok Kakak Kelas, Baru Pindah Sekolah 4 Bulan
"Pada awal pemeriksaan di kulit luarnya tidak ditemukan jejak apa pun, makanya visum luar tidak ada (luka). Dari hasil rontgen di bagian kaku tidak ditemukan adanya patahan atau retakan tulang," ucap dia.
Hasil pemeriksaan Rumah Sakit Hermina pun, korban mengidap penyakit tetanus yang dibuktikannya dengan hasil laboratorium.
"Selama perawatan kemungkinan ini penyebab tetanus karena infeksi, ini dibuktikan ada pemeriksaan lab mengarah leukosit tinggi dan hasil rontgen ada tanda-tanda infeksi, ditambah di telingan ada cairan infeksi," ucapnya.
Selama dalam perawatan di instalasi gawat darurat (IGD), kondisi MHD semakin kritis sehingga ia dirawat di ICU selama tiga hari.
"Namanya infeksi berat bisa mengkibatkan koma atau penurunan kesadaran. Jadi penyebab kematian perjalanan dari penyakit, yaitu tetanus berikut dengan infeksinya." ucap Andreas.
"Kita sudah informasikan juga kepada keluarga pada saat sebelum tindakan kegawatan, meninggal pun kita konfirmasi lagi," ungkapnya.
Pihaknya menduga, korban tak mendapatkan imunisasi tetanus secara utuh sewaktu masa imunisasi anak.
Baca juga: Siswa SD di Medan Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelas, Korban Alami Demam Tinggi hingga Trauma
"Waktu itu kita tanyakan riwayat imunisasi ternyata dari orang tua memang riwayat imunisasinya tidak lengkap. Cuma orang tua tidak tahu, tidak dilakukan imunisasi tetanus (lalu) ada infeksi tertentu tanpa ada trauma tertusuk itu bisa (tetanus)," tutupnya.
Sementara itu, dokter spesialis forensik RSUD Syamsudin, Nurul Aida Fathia, mengatakan, pada saat ekshumasi, kondisi jasad korban sudah mengalami pembusukan.
Pada saat dilakukan ekshumasi sudah 11 hari pasca-dikuburkan, pihaknya pun menemukan tanda luka, namun luka tersebut dipastikan akibat tindakan medis.
"Jadi ditemukan di punggung tangan akibat infus, kemudian di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar itu bisa akibat dari tindakan medis," ujarnya.
Aida menjelaskan, dari beberapa sampel tubuh, di antaranya wajah, dada, dan paru-paru korban yang diduga keluarga ada tanda kekerasan untuk diuji di laboratorium.
Beberapa sampel yang diambil yaitu di bagian paru-paru, menemukan jika korban mengalami gangguan pernapasan.
"Ternyata dari hasil pemeriksaan laboratorium pun tidak ditemukan adanya tanda kekerasan. Dalam hal ini dari lab bisa kelihatan karena tidak ada pendarahan di situ, dari otot tidak ada (pendarahan), dari kulit tidak ada, artinya itu bisa menyingkirkan tanda kekerasan. Jadi memang ada kondisinya, gangguan pada paru-paru atau gangguan napas," ujarnya.
Berdasarkan temuan tersebut, pihak forensik menyimpulkan jika MHD meninggal dunia akibat penyakit dan mati lemas.
"Betul mengarahnya ke penyakit karena organ dalamnya pun itu mengarah ke penyakit yang menyebabkan dia kekurangan oksigen dan mati lemas," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Keterangan Dokter soal Penyebab Meninggalnya Murid SD yang Diduga Korban Kekerasan di Sukabumi