TRIBUNNEWS.COM - Di tahun ajaran baru ini, banyak kabar mengenai sekolah yang hanya mendapatkan sedikit siswa.
Seperti yang terjadi di SDN Tumenggungan Solo, Jawa Tengah yang hanya ada satu siswa baru saja.
Lalu SD Setono di Ponogoro, Jawa Timur, yang bernasib sama seperti SDN Tumenggungan.
Namun, mirisnya ada SD yang sama sekali tak mendapatkan siswa baru.
SD tersebut yakni SDN 2 Kedungrejo, Kecamatan Kerek, Tuban, Jawa Timur.
SD Kedungrejo tahun ini tidak ada siswa maupun murid baru.
Baca juga: SD di Solo dan Ponorogo Hanya Dapat 1 Siswa Baru di PPDB 2023, Keluhkan Sistem Zonasi
"Tahun ini kita tidak dapat siswa atau murid baru," kata guru Kelas IV SDN 2 Kedungrejo, Dina Endrian kepada wartawan, Rabu (19/7/2023).
Dina menjelaskan, ternyata SD tempat ia mengajar sudah empat tahun tak mendapatkan siswa baru.
"Selain karena sarana dan prasarana yang kurang memadai, tidak adanya taman kanak-kanak juga menjadi salah satu penyebab," ungkapnya.
Kondisi tersebut membuat orang tua siswa mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah lain.
Para guru juga berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih terhadap SDN 2 Kedungrejo.
"Harapannya sarana, khususnya lantai bisa lebih diperhatikan lagi," pungkasnya.
Untuk diketahui, siswa di SDN 2 Kedungrejo hanya terdapat 13 siswa dari kelas 1 hingga kelas 6.
Selain SDN 2 Kedungrejo, di Tuban juga ada SD Dasin 1 Tambakboyo dan SDN Banjar Widang yang tak memiliki siswa baru di tahun ajaran 2023/2024.
Baca juga: Siswa SD di Bandung Barat Harus Belajar di Kelas dengan Lesehan, Kepsek: Sudah Ajukan Bantuan
Sejumlah SD di Ponorogo Tak Dapatkan Siswa Baru
Kasus serupa juga terjadi di Ponorogo, Jawa TImur.
Ada lima SDN yang tak dapatkan siswa.
Lima SDN tersebut yakni:
- SDN Jalen
- SDN 2 Munggu
- SDN 3 Badaban
- SDN 1 Duri
- SDN 3 Tegalombo
Melihat fenomena tersebut, Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko pun buka suara.
Ia mengatakan, tak adanya siswa baru di sekolah sekolah tersebut karena diduga dipengaruhi jumlah kelahiran yang menurun.
"Barangkali jumlah kelahiran agak turun," ujarnya, dikutip dari TribunJatim.com.
Sigiri menjelaskan, dulu sempat ada program dari pemerintah yang menggencarkan pendirian gedung sekolah, agar warga mau menuntut ilmu.
Dari program tersebut di tiap desa atau kelurhan berdiri tiga hingga lima sekolah.
"Hari ini kondisinya berbeda. Saya imbau untuk perangkat desa, ASN (aparatur sipil negara) dan semuanya untuk menyekolahkan anaknya di SD negeri," katanya.
Ia pun menegaskan, bahwa SD negeri sekrang sudah bagus.
Namun, untuk mengatasi tak adanya siswa yang masuk, solusinya hanya regrouping atau menggabungkan sekolah.
"Tapi kalau masalah program kita mampu bersaing. Tetapi kalau kelahiran menurun ya perlu regrouping. Tidak ada cara lain," beber Kang Giri.
(Tribunnews.com, Renald)(TribunJatim.com, M Sudarsono/Pramita Kusumaningrum)