TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Institut Teknologi Bandung (ITB) diterpa isu miring.
Kabar tersebut adalah adanya kampanye Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) terjadi saat orientasi studi keluarga mahasiswa (OSKM).
OSKM kampus ternama di Indonesia tersebut berlangsung pada 16 Agustus sampai 19 Agustus 2023 di kampus ITB Jatinangor.
Baca juga: Cara Cek Pengumuman Hasil Seleksi Mandiri IUP ITB 2023 Gelombang 2, Diumumkan Hari ini
Netizen mempertanyakan dalam OSKM tersebut mahasiswa baru dipersilakan mengisi jenis kelamin yang ada pilihan non biner dan di rundown disebut ada orasi pelanginya.
Menanggapi isu tersebut ITB langsung bereaksi. Sekretaris ITB, Prof Widjaja Martokusumo menampik adanya isu tersebut.
Menurutnya, pihak kampus bersikap bahwa isu ini isu kemanusiaan yang kompleks.
Pada prinsipnya, jajaran ITB senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang telah ada.
"Dalam isu yang beredar ini juga kan adanya kuesioner yang pilihan dalam jenis kelamin, ada lelaki, perempuan, dan non biner."
"Kami sampaikan kami memiliki kuesioner yang merujuk pada aturan Kemendikbudristek dan yang ramai itu pun pihak ketiga (mitra kami) telah memohon maaf sampai terjadi kegaduhan ini."
"Kami juga tak ragu melakukan introspeksi dan berterima kasih kepada semua pihak atas kepeduliannya, termasuk para orangtua mahasiswa dan masyarakat," ujarnya di Kantor Rektorat, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (22/8/2023).
Widjaja pun menegaskan, setelah kuesioner terkait adanya pilihan non biner itu tersebar, pihaknya lantas menutupnya, dan menggantikannya dengan kuesioner yang disediakan pihak kampus melalui satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) untuk disebarkan ke mahasiswa baru.
Kemudian, isu terkait tak adanya waktu untuk pelaksanaan salat Magrib, Direktur Kemahasiswaan ITB, Prasetyo G Adhitama mengatakan bahwa panitia telah mengalokasikan waktu salat Magrib, salat Asar, dan Zuhur.
Baca juga: Cara Cek Pengumuman Seleksi Mandiri ITB 2023, Link admission.itb.ac.id
"Kami sadari betul memang masih perlu adanya perbaikan dan evaluasi. Wajar panitia OSKM ini yang pertama sejak pandemi Covid-19 dan rupanya tak mudah memobilisasi 5000 orang yang akhirnya ternyata memakan waktu. Jadi, tak benar jika kami tak menyediakan waktu untuk beribadah ke mahasiswa baru," ucapnya.
Kegiatan OSKM ITB berlangsung empat hari, Prasetyo menegaskan pihaknya melakukan evaluasi sejak hari pertama pelaksanaan OSKM.
Dia menyebut selama pelaksanaan OSKM tak menemukan bukti nyata yang menjadi sorotan masyarakat mengenai isu kampanye LGBT ini.
Hal itu pula diperkuat pernyataan Direktur Pendidikan, Arief Hariyanto yang mengatakan selama empat hari kegiatan OSKM melakukan pemantauan ketat kegiatan yang dilakukan mahasiswa.
"Kami sadari mahasiswa kami sudah sekitar tiga tahun tak punya pengalaman teknis semacam kegiatan kemarin, sehingga memang perlu pengalaman teknis itu."
"Yang jelas, ITB tak akan sungkan melakukan perbaikan dan mendengarkan kritik. Kami yakin sebagai institusi pendidikan kami bertanggung jawab secara moral mengarahkan mahasiswa pada hal yang benar," ucapnya.
Sedangkan Yogi Syahputra, Ketua KM ITB mengatakan, Orasi pelangi dan pawai pelangi adalah istilah yang digunakan sejak lama.
Hal tersebut untuk menggambarkan keanekaragaman himpunan mahasiswa yang ada di ITB.
“Setiap Himpunan Mahasiwa memiliki Jaket dengan warna berbeda. Jadi Pawai Pelangi dan Orasi Pelangi pada dasarnya merupakan pawai dan orasi dari para Ketua Himpunan Mahasiswa.” Ujar Yogi.
Yogi juga membantah adanya kampanye LGBT dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru di ITB tersebut.
Sementara itu terkait penyebaran kuesioner kontroversional dalam acara seminar, pihak ITB mengaku bahwa kuesioner tersebut disebarkan langsung oleh pihak sponsor acara dan tidak melalui persetujuan ITB.
Kuesioner yang dibuat menggunakan aplikasi form online tersebut belakangan sudah ditarik dan diralat.
Pernyataan Ketua Ikatan Alumni ITB
Sementara Jalu Priambodo, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Jawa Barat sekaligus Ketua IA ITB mengimbau agar kampanye LGBT tidak dilakukan di ruang akademis dan ruang publik.
Hal tersebut ia ungkapkan setelah adanya berita viral terkait kampanye LGBT dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru.
“Sebaiknya propaganda atau kampanye LGBT tidak memanfaatkan ruang publik dan akademis, sebab hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi yang dianut oleh Republik Indonesia," kata Jalu Priambodo, dikutip dari keterangan resmi tertulis.
Adapun Jalu mengaku mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat hingga alumni yang khawatir dengan kabar tersebut.
“Sama juga di lembaga penyiaran, laporan dari masyarakat yang mengkritik adanya program siaran dengan muatan berbau LGBT kerap kali masuk. KPID Jawa Barat selalu menindaklanjuti aduan tersebut dengan memberi teguran tertulis maupun pembinaan langsung kepada lembaga penyiaran.” Ujar Jalu.
Lebih lanjut, Jalu menyebut hal tersebut merupakan konsekuensi penggunaan ruang publik yang harus sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
Jalu mengatakan kampanye LGBT biasanya disusupkan oleh korporasi global dalam program-program mereka.
“Misal masuk melalui konten di Youtube, lalu layanan streaming yang berasal dari luar negeri seperi Netflix dan Disney. Bahkan siaran olah raga juga tak luput dari kampanye LGBT melalui penggunaan symbol tertentu” tambah Jalu.
Ia menyebutkan hal ini disebabkan agenda kampanye LGBT kini merupakan produk budaya yang dipaksakan dari luar.
Selain itu hal serupa yang terjadi di program penerimaan mahasiswa baru di ITB saat materi pencegahan pelecehan seksual di kampus disisipi oleh pembagian kuesioner dari sebuah brand kosmetik internasional.
Dalam kuesioner yang kontroversial tersebut terdapat pilihan jenis kelamin selain laki-laki dan Perempuan.
Menghadapi masifnya kampanye asing yang membawa ideologi menyimpang seperti LGBT, masyarakat perlu menyikapi hal ini dengan cermat dan arif.
Jalu menekankan pentingnya membangun sebuah kesepahaman bersama dan menghindari sikap saling menyalahkan satu sama lain.
“Kebanyakan masyarakat kita belum sadar saja akan masuknya ideologi ini. Jika tahu dan paham, tentu mereka akan menolak dengan sendirinya,” tambah Jalu.
Menurut Jalu main hakim sendiri akan memancing respon kurang simpatik dari publik.
Ia pun berharap lembaga legislatif hingga eksekutif dapat menerbitkan aturan melarang kampanye LGBT menggunakan ruang publik.
Ketua Pemuda ICMI Jabar ini turut mendorong penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan guna melarang kampanye LGBT menggunakan mimbar akademik pada semua jenjang Pendidikan.
Jalu juga mengingatkan kembali pentingnya melakukan Revisi terhadap Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Kita harus menutup pintu masuk yang masih terbuka lebar dalam kampanye LGBT melalui aplikasi streaming dari manca negara yang saat ini belum diatur oleh undang-undang penyiaran yang lama.” Tegas Jalu.
Jalu mengakui bahwa celah ini yang membuat Komisi Penyiaran Indonesia belum dapat menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait tayangan bermuatan LGBT yang menggunakan streaming atau over the top (OTT).
Jalu mencontohkan temuan terkait materi kartun bermuatan LGBT yang tayang melalui Youtube baru-baru ini.
Heboh di Media Sosial
Media sosial dihebohkan dengan dugaan Institut Teknologi Bandung (ITB) kampanyekan LGBT.
Hal tersebut terkuak dalam kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru ITB saat mengisi sebuah formulir.
Dalam isian formulir tersebut terdapat pilihan jenis kelamin selain jenis kelamin pria dan wanita.
Namun ada juga pilihan kelamin non biner.
Sebagai informasi, penyebutan non biner merujuk pada seseorang yang tidak mengidentifikasi dirinya dengan jenis kelamin tertentu.
Kabar tersebut viral setelah unggahan akun Instagram @alinnerosida.
Dalam keterangan unggahan tersebut diberi judul "Ada apa dengan ITB Hari Ini?".
"Awalnya mengabaikan berbagai berita tenang OSKM. Tapi setelah memperoleh cerita dari seorang teman tentang realita di lapangan. Sungguh bergemuruh dada ini. Sudah selayaknya alumni menggulirkan petisi atau apapun untuk menegur secara tegas terjadinya hal ini," tulis akun @alinnerosida.
Akun tersebut pun menyebut mendapatkan cerita dari temannya.
"Di grup 9 kali banyak yang anaknya masuk ITB tahun ini, OSKMnya ada beberapa isu, pertama waktu sholat maghrib ngga cukup, kuesioner dari sponsor **** dipertanyakan jenis kelamin ada pilihan non biner dan di rundown ada orasi pelangi," lanjutnya.
Lebih lanjut, akun itu juga menyebut setelah diprotes, ada permintaan maaf atas waktu salat magrib yang kurang, pertanyaan gender pun menjadi free text dan orasi tidak memakai tulisan pelangi lagi.
"Setelah banyak protes ada permintaan maaf atas waktu sholat magrib kurang, pertanyaan di google form jd free text, dan orasi ga pake tulisan pelangi," sambungnya.
Kabar tersebut langsung menjadi sorotan publik. (Tribun Jabar/M Nandri Prilatama/Salma Dinda Regina)