Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidium Dialog Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) menyoroti kasus inteloransi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat.
Terbaru, ada sebuah surat edaran yang mengatasnamakan Tim Pencegahan Pembangunan Vihara di Desa Cimacan, Cianjur, Jawa Barat.
Surat tersebut merupakan surat pemberitahuan penyampaian aspirasi yang ditujukan kepada Kapolres Cianjur dan Kapolsek Pacet.
Dalam surat itu warga yang mengatasnamakan Tim Pencegahan Pembangunan Vihara menolak adanya pembangunan rumah ibadah umat Buddha, vihara di Cimacan, Cianjur.
"Perihal: Pemberitahuan pemasangan spanduk dan pernyataan sikap masyarakat Desa Cimacan atas penolakan pembangunan vihara," demikian bunyi kolom perihal pada surat tersebut.
Baca juga: Puncak HUT ke-45 Sangha Mahayana Indonesia Digelar di Vihara Lalitavistara
Dengan hormat,
Dalam rangka penyampaian aspirasi penolakan atas pembangunan dan pendirian vihara di Desa Cimacan, kami Tim Pencegahan Pembangunan Vihara (TP2V) bersama-sama dengan warga masyarakat Desa Cimacan akan melaksanakan kegiatan pemasangan spanduk dan aksi damai pernyataan sikap kepada Pemerintah Desa Cimacan dan pengelola/pemilik bangunan gedung vihara.
Adapun kegiatannya sendiri akan kami laksanakan pada:
Hari : Rabu
Tanggal: 30 Agustus 2023
Tempat: Depan halaman gedung bangunan vihara dan Kantor Kepala Desa Cimacan
Restu Hapsari selaku Presidium Dialog HAAK PP ISKA menyebut kasus intoleransi tersebut sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.
“Ini sangat bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan sila pertama Pancasila,” ujar Restu, Sabtu, (02/09/2023).
Menurutnya, permasalahan mengenai pengingkaran bhinneka tunggal ika dan ideologi Pancasila akan dapat membelenggu bangsa Indonesia dalam mempertahankan NKRI, sehingga masyarakat perlu membangun dialog antar agama untuk menciptakan kehidupan yang penuh toleransi.
“Tentang keberagaman umat beragama, toleransi antar umat beragama adalah modal sosial, kunci keberhasilan Indonesia dan harus dijaga untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Masyarakat harus selalu mengembangkan sikap toleransi kepada semua agama dan kepercayaan,” tegas Restu.
Restu kembali menegaskan bahwa intoleransi keagamaan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mencegah pembangunan Vihara di Desa Cimacan, Cianjur, Jawa Barat merupakan masalah bangsa, khususnya terkait kesadaran kebhinekaan.
Dikatakan Restu, wajah agama seolah berubah menjadi sesuatu yang menakutkan. Agama semestinya hadir sebagai penyejuk dan mendamaikan, maka setiap umat bergama harus mampu mengembalikan hakikat toleransi dalam kacamata agama yang diyakini bukan untuk merusak perdamaian dan kebhinnekaan di Indonesia.
“Maka persatuan harus diutamakan agar NKRI bisa terus kita pertahankan,” pungkas Restu. Semoga kejadian Pelarangan pembangunan Vihara di Cianjur menjadi pembelajaran bagi kita semua dan segera menemukan jalan terbaik agar masing-masing kita kembali pada kewajiban kita untuk menjaga persatuan dan kesatuan,” tuturnya.